TPM 008 || MINE

2198 Words
Florence membuka matanya perlahan saat matahari menyilaukan matanya, wanita itu bangkit dari baringannya mencari keberadaan Tabitha, tapi sama sekali tak ia temukan, Florence melirik kearah jam yang menunjuk pukul delapan pagi, wanita itu langsung menoyor kepalanya. "Aku terlambat! Mr. John pasti akan memarahiku!" Florence langsung memasuki kamar mandi dan bersiap didalam kamar. Sementara di kamar lain Leonardo terus merutuki nasibnya yang buruk setelah bertemu dengan Florence, mulai dari bayi itu, lalu dipukul Daddy-nya, dan terakhir semalam asetnya ditendang oleh Mommy-nya sendiri! Hell! Wanita itu memang kurang ajar! Leonardo keluar dari kamarnya dengan pakaian formal seperti biasa. Pria itu dengan tegap berjalan melewati lorong mansion, sesekali beberapa maid menyapanya ataupun menundukkan tubuhnya sebagai tanda hormat namun sama sekali tak digubris oleh pria itu. Pendengarannya menajam saat mendengar suara orang yang tengah berjalan di dibelakangnya, ralat seperti berlari. Brak! Florence menghentikan napasnya sejenak saat tubuhnya terbentur dengan punggung keras milik pria yang ditabraknya. Florence terbeku kala sosok itu membalikan tubuhnya dan menatapnya dengan tatapan tajam bak elang. "Apa kau tak bisa menggunakan matamu dengan benar?!" Desis Leonardo dengan suara yang sangat dingin. "Maaf, aku tadi terburu-buru" Cicit Florence tak berani menatap manik milik Leonardo. "Mau kemana?" Pertanyaan itu terucap spontan dari bibir Leonardo saat menelisik penampilan Florence yang sudah rapih. "Aku harus pergi bekerja" Ucapnya dengan gugup. "Tak boleh" Tolak Leonardo mentah-mentah yang menciptakan pertanyaan di otak Florence. "Kenapa?" "Kau sedang mengandung anakku, jadi jangan berharap kau bisa bekerja lagi" "Aku hanya hamil, lagi pula ini pencaharianku. Aku harus mencari uang" "Kau pikir aku tak bisa membiayai kehidupanmu?" "Bukan begitu, aku hanya_" "Bahkan aku bisa membiayai kehidupanmu untuk puluhan tahun kedepan" Ujarnya sombong. "Ck, sombongnya" "Aku sombong karena aku mampu" Ujarnya tak perduli. "Aku mohon biarkan aku bekerja" "Sekali tidak artinya tidak" Deru ponsel menghentikan perdebatan kedua suami istri itu. Florence meraih ponsel di tas slempangnya. Alisnya menaut saat membaca nama si penelpon, Hell! Boss menyebalkannya menelpon. "Halo?" Ucap Florence setelah menggeser ikon hijau di ponselnya. "Dimana kau?!" Florence menjauhkan sedikit ponselnya saat mendengar sentakan Jhon di seberang sana. "Aku dijalan Boss" "Cepatlah! Kau pikir kau pemilik cafe ini!" "Tidak boss, maafkan aku" "Cepat datang atau kau akan mendapat hukuman Florence" Florence menelan salivanya susah payah jika mengingat hukuman yang dimaksud bossnya, jika pegawai sampai terlambat datang atau tak disiplin maka ia akan menghandle seluruh pantry seharian tanpa bantuan orang lain, Florence pernah merasakan itu dan tubuhnya terasa remuk hari itu sangat menyiksa! "Aku akan datang Boss" Florence mematikan sambungan teleponnya lalu sedikit demi sedikit mengangkat kepalanya menatap Leonardo. "Aku harus pergi" "Tidak!" "Ku mohon, ini pekerjaanku" "Dan kau lupa didalam perutmu ada anakku?" "Ya, aku tau. Tapi aku harus pergi, maafkan aku" Florence melewati tubuh Leonardo dan dengan cepat bergegas keluar dari mansion. Leonardo berdecak keras, sialan sekali wanita itu tak mendengar peringatannya! Leonardo langsung keluar dari mansion dan berakhir ditempat kemudi mobil mewahnya, ia langsung menginjak pedal gas kemudian mobil itu pun melaju dengan kecepatan sedang menyusul Florence di cafe tempatnya bekerja. Florence terengah setelah sedikit berlari memasuki cafe milik Jhon, ia langsung memasuki pantry dan mulai bekerja dengan normal. "Florencia" Panggil suara itu dingin dan Florence pun mengalihkan tatapannya kearah pria yang memanggilnya. "Kau terlambat" Ucapnya lagi. "Maafkan aku Boss" "Kau harus dihukum" "Aku mohon, jangan" "Tak ada alasan ataupun penawaran, kau tetap dihukum sesuai peraturan cafe ini" Florence melemah ia pun akhirnya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. "Kerjakan semua perkerjaan di pantry hari ini, termasuk melayani pelanggan" "Baik" Jhon berlalu dari hadapan Florence, wanita itu menghela napasnya lega tangannya ia ulurkan mengelus pelan perutnya yang masih rata. "Sepertinya kita harus kerja keras hari ini" Bisiknya lembut. "Florence" Tegur Jassy yang melihat Florence yang melamun. "Ya?" "Kenapa kau terlambat?" "Ah, aku hanya sedikit merasa lelah oleh karena itu tidurku sedikit panjang" "Hanya itu?" "Ya" Florence meneguk ludahnya kasar, memang benar setelah kehamilannya, wanita itu berubah menjadi senang bermalas-malasan. Seorang pengunjung cafe datang, Jassy menatap Florence dengan tatapan cemas. "Kau yakin bisa mengerjakan semua sendiri?" "Ya, aku bisa" "Tapi itu akan sangat melelahkan" "Aku tau, tapi aku tak bisa membantah ucapan Boss" "Kau benar" "Yasudah, aku harus melayani pengunjung" "Baiklah" Florence berjalan melewati Jassy dan mendekati si pengunjung. "Permisi, ada yang ingin anda pesan?" Tanya Florence lembut seraya menyerahkan menu pada pengunjung itu. "Aku hanya ingin kau" Balasnya yang langsung membuat Florence menegang. "Leo?" "Ya, kubilang pulang" "Aku tak bisa" "Kau harus" "Ku mohon Leo" "Oke, jika itu keputusanmu. Aku akan disini sampai kau pulang" "Leo jangan begini" "Kenapa?" "Aku serasa dikekang" "Ya, karena ada bagian tubuhku yang berkembang dirahim mu. Jadi aku akan mengekangmu" "Leo" "Oke, aku pesan Cappuccino" "Tunggulah" Balas Florence lemah dan berjalan kearah pantry. Wanita itu dengan lemah membuatkan Cappuccino pesanan Leonardo walaupun rasa mual masih menghinggapinya. Setelah selesai Florence pun menghantarkan pesanan Leonardo kemeja pria itu. "Cepat habiskan, lalu pulanglah" "Kau menyuruhku?" Tanyanya dengan mengangkat satu alisnya. "Tidak, maksudku_" Ucapan Florence terpotong saat dua orang pengunjung datang dan duduk di salah satu kursi cafe. Florence mengalihkan tatapannya dan ia pun mendekati orang itu. Florence kembali ke pantry menyiapkan pesanan pengunjung, mata Leonardo terus mengawasi wanita yang menyandang status sebagai istrinya itu, hingga ia melihat gerak-gerik Florence yang terlihat sedang menahan rasa mualnya. Florence berjalan mendekati dua pengunjung namun ia kehilangan keseimbangan, Leonardo langsung menangkap tubuh itu namun pesanan yang tadi berada ditangan Florence kini sudah tercecer diatas lantai. Florence menatap manik milik Leonardo mencoba menyalami didalamnya, namun yang ia dapat hanya kegelapan dan tatapan kemarahan dari pria itu. "Sudah kukatakan, tetaplah dirumah" Ucapnya sangat dingin. "FLORENCIA!!" Suara teriakan dari ruangan Jhon langsung membuat Florence melepaskan pelukan Leonardo. "Boss" "Apa-apaan kau!" "Maafkan aku, tadi aku sedikit pusing" "Kau sudah datang terlambat lalu sekarang mengacaukan pesanan! Hukumanmu ku tambah" "Boss, tapi ini saja belum selesai" "Kau bersalah dan kau harus dihukum" "Boss kumohon" "Bersihkan pecahan ini lalu kau bersihkan seluruh sudut cafe! Jika ada debu yang tertinggal kau akan kupecat!" Leonardo menggenggam tangannya erat, sialan pria tua itu berani sekali memerintah istrinya. "Kau!" Leonardo berseru keras, Jhon langsung menatap nyalang pada Leonardo. Leonardo melepas topinya keatas hingga menunjukan dengan jelas wajahnya, Jhon membeku ditempatnya saat melihat klan De Lavega yang datang ke cafe kecilnya. "Berani sekali kau memerintah istriku!" Jhon semakin membeku saat ucapan itu keluar mulus dari bibir Leonardo, hal yang sama pun dirasakan Florence saat Leonardo mengatakan hal itu. "A-apa?" "Dan berani sekali kau memberikan hukuman seperti itu pada istriku yang tengah hamil!!" Sentak Leonardo lagi. Florence semakin menganga, hancur sudah. Jhon pasti akan memecatnya, karena memang peraturan di cafe itu adalah pegawainya tidak boleh wanita yang sedang hamil. "Kau hamil Flo?" Florence mengganggukkan kepalanya lemah, ia tak kuasa menatap Jhon. "Kau sudah tau peraturannya" "Boss kumohon jangan pecat aku" "Kau menyalahi aturan" "Aku tau, tapi aku mohon" "Kau dipecat Flo" Ucap Jhon membuat Florence berdiri kaku ditempatnya. "Boss aku mohon" "Pergilah, dan kau akan ku kirimkan gaji terakhirmu" "Kau akan mengirimkan uang pada istriku? Kau serius?" Tanya Leonardo dengan bersedekap menatap Jhon dengan tatapan menghina. "Tuan, aku_" "Jhon ingat ini, kau akan segera kehilangan cafe mu. Dan masalah gaji, simpanlah karena istriku tak butuh uang receh darimu" Ucap Leonardo pedas. "Leo?!" Florence menatap nyalang pada Leonardo yang berdiri dengan sangat tenang. "Kita pulang" Leonardo menarik Florence sedikit kasar. "Sst ..." Florence meringis kala perutnya terasa keram. Leonardo langsung membalikkan tubuhnya menatap Florence yang tengah meremas perutnya. "Ada apa?" "Leo, perutku" "Kenapa?" Leonardo merasa jantungnya seakan berhenti saat Florence terlihat kesakitan dengan wajah yang sudah pias. "Perutku keram" Tanpa kata Leonardo langsung membawa Florence kedalam gendongannya lalu menurunkannya didalam mobil. Leonardo masih setia menatap Florence yang terlihat masih kesakitan seraya tangannya menyetir mobilnya. "Apa sangat sakit?" "Sudah lebih baik" "Kau ingin kerumah sakit?" Tawar Leonardo yang dibalas gelengan lembut dari Florence. "Kau yakin?" "Ya, aku tak apa" "Tapi_" "Aku mungkin hanya perlu istirahat sebentar" "Baiklah" Leonardo memutar haluan dan berbalik kearah mansion. Setelah sampai Leonardo langsung keluar dan memutari mobilnya, Florence yang hendak keluar pun langsung digendong oleh Leonardo. "Leo" Florence spontan mengalungkan lengannya pada leher Leonardo seraya menatap rahang tegas suaminya. Hanya ada keheningan saat perjalanan menuju kamarnya, Setelah sampai pun Leonardo tanpa kata menurunkan perlahan tubuh Florence keatas ranjang. "Diamlah dan jangan keluar dari kamar" "Bagaimana jika aku membutuhkan sesuatu?" "Kau bisa meminta pada maid" Leonardo sedikit merundukkan tubuhnya hingga wajahnya sejajar dengan perut rata Florence. "Jangan nakal" Peringatnya lalu menegakkan tubuhnya dan mengelus pelan puncak kepala Florence kemudian tanpa kata ia pergi keluar dari kamar. Florence termenung ditempatnya, ia merasa jantungnya berdetak lebih kencang saat bersama dengan Leonardo, darahnya serasa berdesir kala Leonardo menggendongnya tadi bahkan ia dengan lancangnya meneliti pahatan sempurna diwajah suaminya. "Apa aku menyukaimu?" Lirihnya sangat pelan. Ditempat lain, Leonardo baru saja selesai menghubungi Reoxane memberitahu sahabatnya kalau ia tak bekerja hari ini, lagi pula anggap saja ini sebagai cuti pernikahannya. Leonardo menuangkan wine kedalam gelasnya lalu mengangkat satu kakinya, pria itu menyesap wine dengan memejamkan matanya sungguh rasa kesal yang disebabkan oleh pria tua b******k itu masih bersarang didalam tubuh Leonardo. "Tuan" Panggil seorang maid dengan menundukan kepalanya. "Maaf mengganggu, ada tamu tuan di depan" "Siapa?" Tanya Leonardo masih memejamkan matanya. "Dia bilang namanya Maxime Tuan" "Suruh dia masuk" "Baik" "Tunggu" Leonardo menghentikan pergerakan maid itu lalu menurunkan kakinya menatap maid yang terlihat ketakutan saat dipandang tajam oleh kedua manik Leonardo. "Mommy dan Daddy ku sudah kembali ke Italy?" "Nyonya dan tuan besar sudah kembali ke Italy dua jam yang lalu" Leonardo tak menjawab ia hanya kembali menutup matanya, Maid yang paham dengan sikap dingin tuannya pun segera kembali dan mempersilahkan tamu tuannya masuk. "Leo" Panggil Maxime setelah memasuki mansion dan mendapati temannya yang tengah memejamkan matanya. "Hm?" "Aku minta maaf tak datang ke pernikahanmu kemarin" "Tak apa" "Kau tak mempersilahkanku duduk?" "Duduklah" Balas Leonardo lalu tubuh pria itu perlahan menegak dan ia pun membuka matanya menatap Maxime. "Aku turut bahagia kau akhirnya menikah" "Terimakasih" "Tapi adikku bilang kau menghamili seorang gadis right?" "Mike bicara padamu?" "Tentu dia adikku yang terbaik" Ucap Maxime bangga. Ya, Mike adalah adik dari Maxime mereka berdua adalah teman Leonardo namun pria dingin itu lebih dekat dengan Maxime karena umurnya yang setara. "Jadi berita itu benar Leo?" Tanya Maxime lagi. "Ya" "Jadi ini alasanya Reoxane menanyakan wajah gadis yang aku minta mengirim vodka padamu malam itu?" "Ya" "Apa dia adalah gadis yang sama?" "Max, bisakah kita bicarakan hal lain?" Tanya Leonardo seraya memijit pelipisnya. "Baiklah" "Aku sudah melakukan apa yang kau inginkan pada Erick" "Lalu?" "Ia kehilangan pekerjaan, aku mematikan kariernya" "Bagaimana dengan jalang itu?" "Dia masih bersama Erick" "Hancurkan" "Baik" Leonardo mencondongkan tubuhnya kedepan, menuangkan wine kedalam gelas lalu menyerahkannya pada Maxime. "Minumlah" Ucap Leonardo dan Maxime pun meminum wine yang diberikan Leonardo. Maxime menghentikan minumnya dan menatap seseorang dibelakang Leonardo tanpa berkedip. Leonardo yang pemasaran pun akhirnya menolehkan kepalanya kebelakang, jantungnya berdetak tak beraturan saat melihat wanita yang menjadi istrinya terlihat sangat, menggairahkan. Bagaimana tidak, Florence berdiri dengan tatapan sayunya, dengan mengenakan celana ketat selutut dan kaos tanpa lengan yang ketat memperlihatkan secara jelas bentuk tubuhnya, ditambah dengan rambutnya yang ia gulung keatas menyisahkan anak rambutnya. Leonardo menelan salivanya kasar kala melihat batang leher putih milik Florence yang terlihat sangat sexy karena disertai dengan anak rambut milik wanita itu. Leonardo menghela napasnya kasar lalu menggelengkan kepalanya mengenyahkan pikiran gila yang membayanginya. Sial! Ia sampai lupa ada pria lain disini! Leonardo langsung menatap Maxime yang terlihat menganga menatap Florence, perlu diketahui Maxime jauh lebih b******k dari padanya, jika ia sudah mengunci satu wanita ia akan terus mengejarnya namun saat keinginannya terwujud ia dengan kejamnya meninggalkan wanita itu. "Florence masuk kamar sekarang!" Perintah Leonardo geram sedangkan wanita itu menautkan alisnya bingung. "Aku haus Leo" Balasnya polos. "Pergilah, aku akan ambilkan untukmu" "Aku bisa sendiri, lagi pula aku sudah disini" "Florencia! Jangan membantah ucapanku!" Florence terkesiap kala Leonardo menyentaknya kuat, ia mematung di anak tangga terakhir dengan air mata yang siap turun. Leonardo yang melihat Florence diam pun berdecak ia kembali menatap Maxime yang terlihat masih mengangumi istrinya, ia paham arti tatapan itu, dan Leonardo tak menyukainya! Leonardo menegakkan tubuhnya berjalan mendekati Florence tanpa kata ia mengangkat tubuh Florence kedalam gendongannya, wanita itu menangis pelan didalam gendongan suaminya ia membasahi kemeja Leonardo seraya meremas kemeja suaminya erat. Setelah sampai dikamar Leonardo menurunkan perlahan tubuh Florence, lalu mendudukkan tubuhnya dihadapan Florence. "Maaf" Florence mengangkat wajahnya menatap Leonardo lekat dengan air mata yang kembali turun. "Maafkan aku" Ucap Leonardo lagi kali ini ia membingkai wajah Florence. "A-aku hanya terkejut dengan sentakanmu" Cicit Florence pelan. Leonardo menumpukan dahinya ke dahi Florence. "Aku hanya tak terima milikku terbagi" Ucapnya ambigu. "Apa maksudmu?" "Kau adalah milikku Florence" Ucapnya lagi ia langsung memangut Florence lembut. Florence menengang saat Leonardo menciumnya ia hanya diam tak tau harus berbuat apa, hingga Leonardo melepas pangutanya. "Tak ada yang bisa merebut apapun yang sudah menjadi miliku" Ucapnya dengan pelan. Florence semakin membeku kala Leonardo dengan terang-terangan mengklaim dirinya sebagai milik pria dingin itu. "Tunggu disini" Florence diam dan menatap punggung Leonardo yang semakin menjauh keluar dari kamarnya. Jantungnya kembali berdegup ia menyentuh bibirnya. "Bagaimana jika aku mencintaimu Leo?" Gumamnya lembut. Leonardo kembali memasuki kamar dengan segelas air lalu menyerahkannya pada Florence, wanita itu pun menerimanya. "Minumlah, jangan keluar" "Baiklah" Leonardo mengacak-acak rambut Florence lalu ia pun berlalu keluar dari kamar menyisahkan Florence dengan pertanyaan mengenai perasaanya. Salahkah ia jika mencintai suaminya sendiri? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD