Zara masih mondar-mandir menunggu telepon dari seseorang. Bukan pacar, bukan gebetan, tapi sudah setengah mati menunggunya.
"Sayang kamu sedang apa?" Tanya nenek yang melihat cucunya gelisah.
"Nunggu telepon nek." Jawab Zara yang merasa frustasi.
"Telepon dari pacar?" Goda neneknya.
"Bukan nek, lebih penting dari itu." Sambil merengek.
Neneknya geleng-geleng kepala melihat tingkah gemas cucunya itu, sambil menepuk sofa melambaikan tangan agar Zara duduk di sebelahnya.
"Ayo cerita pada nenek ada apa?" Nenek semakin penasaran dengan apa yang dikhawatirkan cucunya.
Zara ragu-ragu untuk bercerita pada neneknya. Zara takut akan membuat ini menjadi beban pikiran neneknya.
Akhirnya Zara menarik nafas dan berusaha membuat dirinya agar terlihat tenang di depan neneknya.
"Tidak ada apa-apa nek." Sambil Zara memeluk tubuh neneknya yang duduk di sofa itu.
"Zara hanya sedang menunggu pengumuman hasil desain fashion minggu lalu."
"Maaf ya nek Zara tidak bisa cerita untuk masalah ini, tapi Zara memang lagi menunggu hasil pengumumannya kok," ucap Zara dalam hati.
"Hmmmm begitu ya." Sambil membelai rambutnya. Nenek yakin cucunya menyembunyikan masalahnya agar tak menjadi beban untuknya, tapi biarlah mungkin nanti dia akan mencari tahunya sendiri. Pikir nenek dalam hati.
Di mansion yang besar, Zico masih memikirkan wajah polos Zara. Dia merasa puas melihat gadis itu frustasi.
Zico merasa hari-hari yang melelahkannya akan sedikit terhibur dengan aksinya mempermainkan Zara.
Dering handphone membangunkan Zara pagi itu. Hari ini masih akhir pekan. Masih waktunya untuk dia bermalas-malasan, pikirnya.
"Hmmmm siapa sih pagi-pagi nelpon?" Gumam Zara dengan gerakan menjawab telepon.
"Halo! Siapa ini?" Masih dengan suara kesalnya Zara merasa tidurnya telah diganggu.
"Ternyata begini ya cara bicaramu sebenarnya. Hmmmm ku pikir gelar sarjanamu itu tak penting lagi." Seringai licik orang di sebrang sana.
Zara yang tersentak kaget baru tersadar bahwa orang yang menelponnya adalah orang yang ditakutinya.
"Eh Tuan tunggu! Maaf aku baru sadar Tuan." Pinta Zara yang langsung beranjak dari tempat tidurnya.
Di sebrang sana Zico kembali tersenyum licik.
"Oke! Aku akan kirimkan alamat. Kamu datang kesana!" Perintah Zico yang langsung menutup teleponnya.
"Waktumu 30 menit dari sekarang!" Pesan singkat Zico yang membuat Zara semakin kaget.
"Sial. Emang dia pikir aku punya pintu Doraemon."
Zara mengumpat di dalam hati. Keinginannya untuk tidak berhubungan dengan orang-orang seperti Zico sepertinya akan mendapat ujian berat kali ini.
"Nek, Zara pergi dulu ya." Terburu-buru sambil mencium pipi neneknya.
"Sayang kamu belum sarapan. Mau kemana?" Tanya neneknya yang sedang menyiapkan sarapan di meja makan.
"Maaf nek Zara sarapan di luar aja ya, Zara lagi ditungguin temen."
Zara yang tidak mau neneknya tahu masalahnya ini terpaksa mengakui Zico sebagai temannya. Dalam hatinya dia menyesali apa yang telah diucapkan nya.
"Amit-amit aku punya teman seperti itu."
Zara tiba tepat waktu setelah mengemudikan mobil melewati jalanan yang masih cukup lengang.
Zara celingak-celinguk mencari penjaga mansion mewah di hadapannya.
"Ada perlu apa nona?" tanya seorang penjaga disana.
"Saya mencari tuan Zico pak," jawab Zara.
"Oh, Nona Zara ya?", tanya kembali penjaga.
Zara mengangguk.
Penjaga telah diberi perintah membawa masuk Zara langsung.
Ragu sebenarnya Zara untuk masuk ke dalam mansion nya. Rasanya seperti masuk kedalam kandang harimau. Dia menelan ludah. Tenggorokannya terasa kering. Apalagi dia belum sarapan dan badannya sudah terasa lemas membayangkan hal buruk terjadi padanya.
Zico sudah menunggu kedatangannya.
"Ikuti aku!" Perintahnya.
Zico yang mendadak berhenti di depan Zara membuat Zara yang masih sibuk dengan pikirannya menabrak punggungnya hingga terjatuh ke bawah dengan posisi duduk.
Zico mencoba mendekatinya membuat Zara mengkhayalkan hal buruk terjadi.
"Tidak, tidak, jangan!" Zara berteriak histeris.
Zara yang memukul-mukul tubuh Zico kemudian tersadar bahwa dia telah berkhayal Zico akan mencekiknya.
"Aaaaaaahhh maaf maaf Tuan, aku tak sengaja." Refleks Zara memohon mohon karena telah melakukan kesalahan.
Zico tahu kalau Zara merasa ketakutan padanya, tapi entah kenapa Zico merasa terhibur dengan itu semua.
Zico yang mendapatkan perlawanan dari Zara yang ketakutan tadi merasakan sedikit rasa sakit di tubuhnya.
Zico menyeringai. Membuat Zara semakin ketakutan.
"Kau lihat kan betapa banyak kesalahan yang telah kau perbuat!" Seru Zico.
Zara mengangguk, masih ketakutan melihat wajah marah Zico.
"Ampun tuan, apa yang bisa saya lakukan agar mengurangi kemarahan tuan?" Tanya Zara dengan pandangan nanar.
Zico kembali menyeringai
"Kau harus membayar dengan tubuhmu."
Zara yang merasa dilecehkan oleh Zico entah kekuatan dari mana yang membuatnya menjadi sangat berani.
"Hai tuan. Aku bisa melakukan apapun bahkan berlutut sekalipun di hadapanmu. Tapi untuk menyerahkan kehormatanku jangan harap." Wajah Zara sudah berapi-api karena sudah cukup sabar menghadapi pria di depannya ini.
Zico yang baru pertama kali mendapatkan penolakan seperti ini dari seorang wanita mencibir Zara.
"Hei kau pikir aku tertarik dengan tubuhmu?" Zico memandang dari bawah hingga ke atas tubuh Zara, refleks Zara menutupi bagian dadanya.
Zara yang bingung dengan ucapan Zico berusaha untuk menangkap apa yang sebenarnya diinginkannya.
"Aku ingin kau menjadi pelayanku, kau menuruti perintahku!" Ucap Zico dengan tegas.
"Tapi tuan." Potong Zara
"Kau tidak mau?" Seringai Zico
Zara berpikir apa yang akan dilakukan orang sepertinya untuk Zico. Dia sudah memiliki banyak pengawal di depan dan dengan kekayaannya sudah pasti bisa menggaji seratus pelayan sekalipun.
"Tuan, apakah tuan tidak akan risih dengan keberadaan saya di sekitar tuan?" Zara mencoba terlepas dari permintaan Zico menjadikannya pelayannya.
Zico tidak berpikir sampai sejauh itu, yang dia tahu melihat Zara ketakutan, mempermainkan kehidupannya seperti ini menjadi hal yang sangat menarik.
Beberapa waktu dilalui Zara sebagai pelayan Zico.
Dari mulai Zara harus datang membersikan mansion Zico, menjadi sopir pribadi Zico hingga hal-hal remeh lainnya yang membuat Zara naik darah.
Zara sudah tidak kuat lagi. Dia berharap bisa terlepas dari Zico.
Nenek yang selalu melihat Zara pulang hingga larut malam, kelelahan, dan jarang mengikuti kompetisi desain fashion merasa aneh dengan sikap cucunya.
Suatu hari Zico meminta Zara datang ke perusahaannya hanya untuk membawakan barang kecil di mansion nya.
"Ambil di kamarku, aku lupa membawanya." Zara yang merasa hal sepele seperti itu dia mengabaikan pesan Zico.
"Berani ya kau mengabaikan pesanku," gumam Zico.
Zara yang saat itu masih di kampus melihat teman-teman lain sudah selesai sidang dan lulus. Sedangkan nasibnya masih belum jelas.
Dia ingin terlepas dari penjara Zico. Ketika sedang melamun tiba-tiba teman laki-laki kampus yang pernah menyatakan cintanya pada Zara menghampirinya.
"Ra kamu baik-baik aja kan?" Kabar dari pihak kampus yang menangguhkan kelulusan Zara sudah tersebar bahkan hingga ke telinga neneknya. Karena Zara merupakan salah satu mahasiswa teladan sehingga membuat semua keheranan. Zara yang ditanya teman-teman kampusnya berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihannya.
Sementara sepasang mata melihat keakraban Zara dengan seorang pria di sampingnya membuat dia meremas jarinya.
Di tempat lain nenek yang sudah mengetahui penyebab penangguhan kelulusan Zara, berusaha untuk mencari jalan keluar.
Nenek yang diberi tahu pihak kampus untuk menghubungi Tuan Zico akhirnya datang ke perusahaannya.
Di perusahaan itu nenek di sambut baik oleh resepsionis.
Berbeda dengan sikap pertama Zico pada cucunya, Zico begitu menghormati nenek Zara.
"Tuan." Nenek membuka percakapan.
"Panggil saja Zico nek." Timpal Zico yang merasa tidak nyaman pada panggilan orang tua itu.
"Iya nak Zico, maaf nenek sudah lancang datang kemari. Nenek sudah tahu perihal Nak Zico yang sudah menangguhkan kelulusan Zara." Nenek bicara dengan nada merendah.
"Nenek minta nak Zico melepaskan Zara." Nenek dengan tatapan nanar nya memohon pada Zico, gerakannya hampir berlutut tapi di tahan oleh Zico.
"Jangan begini nek." Sambil membantu nenek Zara untuk duduk di sofa.
"Baiklah, karena nenek aku akan melepaskan Zara." Zico memeluk nenek Zara ada perasaan hangat disana seketika membuatnya teringat pada neneknya.
Entah kenapa melihat nenek Zara, Zico yang biasa bersikap dingin, tak pandang bulu pada musuh-musuhnya seketika itu luluh.
Siang itu Zara menghampiri Zico di mansion nya karena ini adalah jadwalnya membersihkan mansion Zico.
"Kau bisa bebas setelah ini. Pergi dariku, jangan pernah muncul lagi di hadapanku dan anggap kita tak pernah bertemu!" Ucap Zico dengan tegasnya.
Zara yang saat itu tengah membersihkan ruang tamu kaget dengan ucapan Zico. Di satu sisi ucapannya terasa menjadi angin segar tapi di sisi lain dia merasa sedikit khawatir.
"Kau tak perlu takut, aku tak akan lagi menahan kelulusanmu." Membuat senyum di wajah Zara.
"Lihat sesenang itu kau bisa bebas dariku." Ucap Zico dalam hati.
Zara yang merasa sudah keluar dari penjara berharap tidak pernah bertemu lagi dengan Zico.
Zico memutuskan menghapus nama Zara di ingatannya. Untuk itu dia pun akan pindah ke kota S dimana neneknya berada di sana.