When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Nean masih setia menunggu Lovinta bersama dengan Ivan di sampingnya. Bocah itu sudah keluar dari ruang pengambilan darah sejak beberapa menit yang lalu. Jika melihat wajah Ivan, terlihat sangat menyedihkan, pasalnya wajahnya masih saja merah aibat tajut jarum suntik. “Bang, lo tau kaga sih gimana caranya buat ngilangin trauma? Capek gua harus kejar-kejaran sama dokter kalo lagi divaksin.” Ivan menumpahkan segala isi hatinya, namun tidak didengar oleh Nean. “Ya ilah, bang. Lo budeg apa gimana dah? Gua nyerocos dari tadi tapi nggak lo tanggepin. Gua ini orang bang, bukan patung. Rasanya gua ingin tenggelam saja di kubangan got,” cerocos Ivan untuk menghilangakan suasana yang paling dibencinya sejak dulu. Lelaki yang baru saja duduk di bangku SMA kelas tiga itu memang tidak bisa dengan