When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
“Maukah kamu menjadi pacarku? Aku tahu ini memang konyol, tapi percayalah aku sudah mencintaimu.” “I love you,” “I love you too,” Mimpi itu datang lagi, mengusik tidur lelap Zee di tengah malam. Gadis itu duduk bersandar di kepala ranjang, mencoba menghilangkan nyeri di kepalanya. “Kenapa setiap kali aku tidak meminum pil itu kepalaku sangat sakit sekali,” keluhnya di kegelapan malam. Gadis itu kembali membuang napasnya kasar. Rasanya lelah sekali harus dibayang-bayangi dengan suara seseorang yang sangat dikenalnya, tapi dia tidak ngingat apa-apa pun tentang orang itu. Tenggorokannya tiba-tiba saja kering. Gadis itu memutuskan untuk merangkak menuruni ranjangnya dengan gerakan yang pelan. Zee membuka pintu kamarnya dengan gerakan yang pelan agar tidak menimbulkan suara. Gadis itu