When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Danial, Lovinta, dan Nean sudah kembali ke rumah. Lovinta masih saja bungkam meskipun sudah bertemu dengan Edera. Nean hanya bisa menguatkan Danial lewat kata-kata dan perhataiannya karena lelaki itu semakin hari kondisinya juga semakin memburuk. Namun, Danial tidak pernah bercerita, dia memilih bungkam dan merasakan kesakitan itu seorang diri. Lovinta keluar dari dalam mobil begitu saja tanpa mengucapkan satu kata pun. Denial yang melihat itu pun hanya bisa menghela napasnya kasar hanya bisa menatap punggung Lovinta yang semakin menjauh dengan tatapan yang nanar. “Lovinta membutuhkan istirahat, om. Nean berharap om bisa bersabar menunggunya,” ucap Nean menyadarkan Danial dari lamunannya. Denial menatap Nean dengan bibir yang tertarik membentuk bulan sabit. “Terima kasih kamu selalu