1

969 Words
"Babang bangun, udah pagi. Nanti telat sekolahnya." teriak Nara pada Razka dari dapur menuju kamar sang anaknya. Saat ini Nara sedang menyiapkan sarapan mereka. Tetapi masalahnya, Razka belum bangun juga dari tidurnya. Semalaman ia merengek untuk meminum s**u dari Nara, Nara mencoba mencari alasan agar Razka mau minum s**u dari gelas. Akhirnya saat tengah malam, Razka tertidur karena kelelahan menangis saat tak mendapatkan susunya. Hal itu membuat Nara menjadi tak tega. Lelah Nara memanggil Razka dari dapur, akhirnya ia melangkahkan kakinya menuju kamar sang anak. Clekk.. Pertama yang Nara lihat dari kamar anaknya, adalah berantakan. Bantal-bantal sudah berada dilantai, selimut yang semestinya diatas kasur kini sudah menggantung dilangit-langit kamar. Belum lagi mainan-mainan yang telah keluar dari tempat asalnya. Dan seorang bocah laki-laki yang hanya menggunakan celana dalam, tampak sedang mencari-cari sesuatu dilemari pakaiannya. "Astaga, Babang! Ini kamar atau kapal pecah, sih!" "Bantal kenapa udah sampai dilantai semua? Kalo kotor gimana?" "Ini selimut? Kenapa bisa ada diatas? Susah Mama ngambilnya?" "Yaampun, mainan ini kenapa dikeluarkan semua?" Bagaikan suara knalpot bajaj yang tiada henti-hentinya, mulut Nara terus saja berkomat-kamit mengomeli Razka yang sedang merubah kamarnya menjadi kapal pecah. "Ma, boneka pisang Babang mana?" dengan hanya bermodalkan celana dalam, Razka mendekati Nara yang sudah ingin mengeluarkan omelan lagi. "Babang mau cari boneka itu? Barusan Mama cuci, malam tadi ketumpahan susu." "s**u Mama?" tanya Razka polos pada Nara. Terlihat matanya berbinar-binar pengharapan. "s**u bubuk," ucap Nara. "Ayoo! Babang mandi, entar telat sekolahnya." Nara mendorong pelan Razka untuk memasuki kamar mandinya, sedangkan ia segara membereskan kekacauan yang Razka perbuat. Masih pengen s**u juga -batin Nara. Setelah membantu Razka memakai seragam sekolahnya, Nara menyuruh Razka untuk duduk dikursi makan. Sedangkan ia mengambilkan sarapan untuk Razka. "Nanti pulang sekolah, tunggu Mama jemput yah?" ucap Nara pada Razka. Anak itu mendongak menatap sang ibu lalu mengagukan kepalanya dengan lesu. Nara yang melihat itupun menjadi tak tega, Razka adalah harta satu-satunya yang paling berharga bagi Nara. Dari Razka masih bayi Nara lah yang merawatnya karena ibunya yang meninggal sewaktu melahirkan Razka. Nara pun mendekatkan dirinya pada anaknya, dan mengangkat Razka kepangkuannya. Walaupun sudah berumur 6 tahun, tubuh Razka masih terlihat kecil. Menurut Nara itu tidaklah menjadi masalah, selama Razka masih sehat-sehat dan selalu ceria. "Kanapa anak Mama cemberut, hm?" tanya Nara pada Razka seraya mengelus kepala bocah tersebut. "Babang masih mau s**u?" tanya Nara lagi setelah pertayaan pertamanya hanya didiamkan oleh Razka. "Nggak, Ma," ucapan dari mulut kecil Razka membuat kening Nara mengerut. "Babang mau apa?" "Babang mau jalan-jalan, seperti teman-teman Babang disekolah," ucapnya seraya mengusel-uselkan kepalanya ke d**a Nara. "Babang mau jalan-jalan kemana?" tanya Nara sambil mengecup lembut puncak kepala Razka. "Babang mau kedufan, Ma." Razka mendongak menatap mata bening ibunya. "Oke, besok kita ke Dufan," ucap Nara. "Tapi ada syaratnya." lanjut Nara lagi. Ia mengerlingkan matanya pada Razka membuat bocah itu mengerucutkan bibirnya. "Apa, Ma?" "Cium Mama dulu, biar Mama semangat buat cari uangnya," ucap Nara seraya mendekatkan pipinya pada Razka. Cupp.. Satu kecupan berhasil mendarat mulus di pipi Nara, sedangkan pelakunya hanya bisa senyam-senyum. "Yeee, besok Babang kedufan!!" pekik Razka gembira. Tentunya hal itu membuat Nara ikut tertawa melihat kepolosan Razka. Apapun keinginan Razka sebisa mungkin Nara kabulkan, agar anaknya tersebut bahagia. *** Nara baru saja keluar dari mobilnya, setelah tadi mengantarkan Razka kesekolah. Kini kakinya melangkah masuk kedalam perusahaan yang selama ini menampungnya. Ia masuk kedalam ruangan, dan duduk dibangku kubikelnya. Saat hendak menghidupkan komputernya, Nara melihat Shireen-sahabatnya- yang sedang melamun sambil menatap layar komputer yang menapilkan gosip ibu kota. "Pagi-pagi udah melamun aja lo," ucap Nara tepat didepan telinga Shireen. Wanita yang sedang melamun itu sontak terkejut, karena ada yang menggangu lamunannya. Prempuan itu berdecak, "ckk. Untung gue gak ada riwayat penyakit jantung," ucap Shireen seraya mengelus-elus dadanya. Nara yang melihat itu hanya bisa tekekeh geli. "Masih pagi kali, udah melamun aja." ulang Nara lagi. "Pasti habis ngelihatin gosipnya Arkan, 'kan?" tebak Nara pada Shireen. Arkan merupakan aktor ibu kota yang sedang naik daun saat ini, dan Arkan juga merupakan pacar dari Shireen. Tapi semenjak Arkan terkenal, banyak berita-berita yang menyebarkan bahwa Arkan memiliki kekasih lain. Itu yang membuat Shireen sakit hati. "Cari yang baru aja, Neng," kata Nara enteng. Tidak tahu bahwa sahabatnya ini mati-matian untuk menahan cemburu pada kekasihnya. "Pala lo cari yang baru, gue susah-susah nemenin dia syuting ini-itulah, bantu dia ngenalin sama produser film lah. Masa gue lepasin aja." Nara meringgis mendegar celotehan sahabatnya itu. Memang dulu sebelum Arkan terkenal, Shireen lah yang membantu Arkan jika lelaki itu sedang ada casting pemain. Ibarat Kacang lupa kulitnya, Arkan sekarang susah sekali dihubungi Shireen. Alasannya simple, sedang ada syuting padahal sedang asik-asik dengan perempuan lain. "Yaudah, gue mau lanjutin kerjaan yang belum kelar dulu deh. Malam tadi Razka rewel," ucap Nara seraya mengembalikan fokusnya pada layar monitor dihadapannya. "Eh, ngomongin Razka. Apa kabar ponakan gue yang ganteng itu? Kangen gue," ucap Shireen. Shireen hanya tahu bahwa Razka merupakan anak kandung Nara, karena memang Nara menyembunyikan fakta bahwa Razka bukanlah anak kandungnya. "Baik, besok gue mau kedufan sama Babang," kata Nara tanpa menoleh kearah Shireen. Karena saat ini ia ingin menyelesaikan pekerjaan kantornya yang belum selesai. "Gue ikut dong? Bosan di rumah terus," pinta Shireen. "Oke, besok jam 8 pagi. Ke rumah gue," ucap Nara yang dibalas anggukan oleh Shireen. Setelah selesai mengerjakan tugas kantornya, Nara bersiap-siap untuk menjemput Razka sekaligus mengajak putranya untuk makan siang bersama. Ia mematikan komputernya, rencananya ia akan segera pulang setelah tugas-tugasnya selesai. Dan kebutulan hari ini adalah hari jum'at. Nara melirik Laras yang masih sibuk mengetik diatas keyboard. "Masih lama, Reen?" tanya Nara. "Iya, baru setengah. Lo mau pulang?" tanya Shireen mengalihkan pandangannya kearah Nara. "He'em. Sekalian jemput Razka," jawab Nara sambil menyunggingkan senyuman manisnya. "Ih, jijay gue lihat lo senyum. Sana pulang, titip salam buat ponakan gue yah," ucap Shireen seraya mengibaskan-ngibaskan tangannya agar Nara segara pergi. "Byee, Shireen!" ucap Nara saat hendak meinggalkan Shireen.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD