5

1004 Words
Apa yang harus di lakukan kalau pendar itu semakin berkobar. Rasa ingin tahu Arka tak bisa di padamkan. Berdekatan dengan Shilla adalah magnetnya. Menariknya untuk terjun bebas.           “ Buatkan saya kopi. “           Perintah singkat untuk menjeda Arka. Shilla mengangguk, masih dengan senyum manis ala formalitas.           “ Jangan yang manis. “ tambah Arka.           Shilla hanya mengangguk lalu berlalu. Arka masih memijit pelipisnya. Rasa sakitnya semakin menyiksanya sebulan ini.           Sebulan yang lalu …           “ Ini daftar calon sekretaris Bapa yang baru … “           Manager HRD langsung yang menyeleksi calon sekretaris Arka. Laki laki itu hanya mengambil tumpukan map itu dan memulai menimang dan menilai.           “ Ada yang paling di sarankan? “ tanya Arka, ia ingin semuanya cepat sesuai perkriaanya sehingga ia hanya tinggal bekerja saja.           “ Ada Pak, beberapa yang saya taruh di bagian atas sendiri. Ada dua orang- “           Belum selesai berbicara, mulut Manager HRD itu sudah bisu. Karena Arka sudah menunjuk foto dengan rambut di gerai ke belakang dan kemeja putih sedang tersenyum ke arah kamera.           “ Ashilla Rahma, hubungi dia untuk langsung bekerja besok. “           Dan seperti titah yang takan bisa tolak. Laki laki itu mengangguk. Arka hanya merapatkan mulutnya dengan dingin. Ashilla Rahma. Dan dia takan melepaskan wanita itu lagi. Takan. ^^^           “ Ini kopinya Pak … “ Shilla mengulurkan cangkir kopi ke arah Arka.           Laki laki itu sudah memelototi Shilla yang beraninya mengganggu kegiatan melamunnya.           “ Saya sudah ketuk pintu, salam dan sekedar informasi. Saya sudah mengulanginya sendiri tanpa di suruh Bapa. “ senyum. Yang Shilla lakukan itu justru membuat Arka makin sebal di buatnya.           “ Siapa yang nyuruh kamu buat buang buang waktu kaya gitu? Kurang kerjaan kamu ya ternyata. “ Arka merebut cangkir itu dengan cepat. Menyeruput kopi pahit di dalamnya.           “ Eh!! Panas panas! “ pekik Arka sambil melet melet. Shilla yang mulanya ingin tertawa, malah jadi panik.           “ Minum Pak! Minum …! “           “ Gara gara kamu! “           Dan semuanya gara gara Shilla. Takan ada kesalahan yang tak bermuara pada Shilla. Dan ia yang tetap bekerja di samping Arka adalah kesalahan lain di dalam hidupnya. ^^^           Kembali, Shilla harus menemani Arka untuk kembali ke gedung putih dengan tanaman di halamannya. Dan kembali, Shila harus menunggu di dalam mobil tanpa harus menunggu perintah Arka.           Debaran berpadu dengan rasa panas itu takan bisa di kendalikan. Shilla sudah muak harus menjadi sekuriti di dalam mobil. Melihat lihat suasana untuk keamanan Bos-nya itu.           “ Selingkuh di era ini memang harus aman!“ p***s Shilla dan menyilangkan tangannya di depan d**a. Sopir yang biasanya mengantar mereka tak ada. Arka menggunakan mobil pribadinya.           Entah semakin menguatkan hipotesis Shilla. Arka kembali masuk ke dalam mobil dengan pakaian yang acak acakan. Laki laki itu nampak tak peduli dengan pandangan Shilla yang seperti menelanjangnya dengan banyak tuduhan.           “ Kamu yang nyetir, ke rumah saya. “ Perintah Arka sambil membukakan pintu penumpang.           “ Cepet! “ Perintah Arka dengan tak sabaran. Shilla semakin mendenguskan nafasnya dengan terang terangan. Untung saja Arka tak mendengar itu. Untung saja.           Shilla menyetirkan mobil dengan kecepatan sedang. Tubuh Arka sudah tersandar di kursi mobil dengan mata yang sedikit terpejam. Dengan terang terangan. Arka menemui orang di dalam sana yang Shilla tak tau wujudnya.           Hanya kediaman. Shilla tak ingin melakukan wawancara. Kalau saja Hassel yang di posisinya. Pasti gadis itu akan menganggap kalau ini adalah golden momen.           Ia akan menanyakan banyak hal. Tapi Shilla lebih memilih untuk menutupi rasa penasarannya dengan diam dan wajah kaku.           “ Sudah sampai Pak. “ Shilla melepaskan sabuk pengamannya dan memalingkan wajah ke arah Arka.           “ Pak Arka? “           Hanya panggilan itu dan Arka langsung memicingkan matanya. Ia sesekali memijit pelipisnya kembali.           “ Ikut saya masuk. “           “ Tapi Pak! “ Shilla menolak dengan sekuat tenanga. Ini rumah Arka. Teritorialnya.           Wah! Aku engga tau kamu sekuat tenaga dua ribu kuda!            Shilla sudah memikirkan banyak hal buruk. Rumah Arka, teritorial Arka dan banyak lagi hal hal yang tak-           “ Saya pusing, papah saya sampe ruang tamu.. “           Dan terlihat memang, wajah Arka memucat. Huft, Shilla bisa bernafas lega. Karena  Arka tak bertenaga kuda. Sekarang sedang tepar. Memasuki teritorial Arka. Bisa sedikit aman.           Shilla mengangguk dan keluar dari mobil. Membuka pintu dan langsung memapah tubuh Arka dan sedikit oleng karena beban mereka tak sebanding. Bahkan tubuh Arka seperti lebih tinggi dari yang Shilla ingat sebelumnya. Kewalahan. Bahkan sampai berkeringat. Karena Arka menggelantung seperti pakaian kotor.           “ Sofa… “ tunjuk Arka pada kursi sofa panjang di ruangan pertama yang Shilla lihat. Ia langsung membaringkan tubuh Arka di sana. Shilla melepaskan sepatu dan kaus kaki Arka tanpa harus di minta. Shilla mengusap peluhnya.           Arka sedikit membuka matanya.           “ Apa yang mau kamu tanyakan? “           Shilla mengerutkan bingung, “ Saya bingung harus pulang pake apa Pak. “ jujur Shilla memang bingung, rumah Arka dan tempatnya tinggal. Sangat jauh berjarak bumi dan matahari.           “ Saya akan minta orang buat antar kamu …”           “ Engga perlu Pak. “           “ Saya maksa. “           “ Saya juga maksa Pak. “           Arka bangkit dengan marah karena pertentanganya dengan Shilla. Gadis ini selalu menolak kalau Arka akan mengantarnya pulang. Sebab itulah, Arka selalu melajukan mobilnya tanpa harus menawari Shilla tumpangan walaupun mereka lembur sampai malam.           “ Bukan saya yang mengantar kamu, kenapa harus kamu tolak? “           Shilla gelagapan. Ia menelan ludah berkali kali. Ternyata Arka tau alasan ia tak pernah mau di antar oleh atasannya itu. Takut, tempatnya beristirahat itu di ketahui Arka.           “ Saya biasa naik grab atau gojek Pak. Bukan naik Fortuner. “           “ Lagu lawas, buatkan saya makanan Shilla. Sekarang. “           Dan demi menghindari percakapan lebih lama dengan Arka. Shilla langsung berlari ke arah dapur. Arka berjalan di belakang Shilla dengan langkah gontai.           Shilla di sana, sibuk dengan wajan dan penggorengan lain. Tangannya sibuk mengaduk dan sesekali di selingi memotong sayuran. Dan gerakan itu terhenti saat Shilla mengangkat telfon dari seseorang.           “ Hallo sayang? Kamu udah makan? “           “ … “           “ Kita makan malem. Cuman kita berdua. “           Percakapan manis dan Shilla yang menjawab dengan penuh senyuman itu meluluh lantahkan pandangan Arka. Siapa laki laki itu! Siapa! Amarah menguasai pandangan dan pikiran Arka.                                  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD