6

1060 Words
Piring di tata di depan Arka dengan rapi. Shilla bangga dengan masakannya, tapi pandangan Arka sangat mengerikan. Seperti apa? Tak bisa di jelaskan. Jadi Shilla memutuskan untuk tak bertemu pandang dengan Arka.           “ Silahkan di makan Pak. “           “ Ehm... “ jawaban singkat yang tak bisa di sebut jawaban. Tapi Shilla hanya diam dan tak menanggapi. Arka nampak menyendok tumis sayuran yang ia tambah dengan ayam. Makan tanpa suara nyatanya menambah keheningan di antara mereka.           “ Kalau begitu, saya permisi dulu Pak … “ pamit Shilla terburu buru.           Rasanya setiap Arka kembali dari gedung itu, emosinya jadi tambah buruk saja. Shilla sampai ingin memaki orang di dalam sana yang membuatnya kecipratan emosi Arka.           “ Tunggu! “           Tubuh Shilla terhentak. Ia hampir meraih tasnya di sofa. Sialan, perintah Arka membuat ia harus tertahan lebih lama.           “ Duduk. “           “ Heh? “ Shilla mengernyit tak mengerti. Tangan Arka terulur dengan jelas ke kursi di depannya.           “ Duduk di depan saya, biar kalau makanan kamu engga enak. Saya bisa nyemprot kamu. “           Alasan tak berperikemasakan itu membuat Shilla murka.           Saya pinter masak Pak! Makanan saya lulus lisensi bisa di makan!!!           Sungutan itu jelas tak berani di keluarkan. Shilla langsung menyeret kursi itu dan menumpukan tubuhnya. Memandang lekat lekat ke gerakan tangan Arka yang memasukan nasi dan lauk pauknya ke dalam mulut. Sampai selang beberapa menit, belum ada komplain. Terbukti! Kalau makanan Shilla bisa di telan.           “ Makan. “ perintah Arka lagi.           Setelah kejadian menguping tak sengaja tadi, ia tak rela kalau Shilla harus berbagi makan malam dengan entah siapa itu. Arka sangat tak suka kalau Shillanya di bagi.           “ Saya mau makan malam Pak, di- “           “ Makan karena makanan ini engga mungkin di makan saya sendirian. “           Piring piring berisi makanan itu memang tak wajar, Shilla memasak terlalu banyak.           “ Kamu mau buat saya mati kekenyangan? “           Banyak yang mati kelaparan, milih mana Pak? Harusnya Bapa bersyukur!           Tanpa harus membuat perdebatan ini berlangsung lama. Shilla langsung meraih piring kosong dan mengisinya dengan nasi dan sayuran serta bakso goreng dengan saos. Saat gerakan tangan Shilla hendak memasukan makanan itu. Arka memotongnya dengan pertanyaan.           “ Apa kamu juga memasak untuk laki laki lain, Ashilla Rahma? “           Pertanyaan itu menggetarkan sendi Shilla sekali lagi. Senang sekali Arka ini membuat Shilla lemas seolah ototnya di kelupas paksa dari tubuh pemiliknya.           “ Sa- “           “ Siapa laki laki yang kamu masakan selain saya? “           Tanpa menunggu jawaban, Arka menerkam dengan pertanyaan lain. Shilla meletakan kembali sendoknya. Jarinya yang gemetar itu tak bisa di katakan kalau dia berani menjawab pertanyaan Arka dengan kejujuran.           “ Banyak Pak. “ Shilla tersenyum amat sangat lebar, menutupi rasa ngilu di hatinya.           “ Keluarga saya, sama orang orang rumah kalau kumpul Idhul Fitri, Idhul Adha. “           Arka tak puas dengan jawaban tadi, ia ingin jawaban yang lebih spesifik. Seperti, siapa barusan? Tapi itu akan membuat Shilla mengira kalau ia sengaja menguping pembicaraanya di telfon. Padahal, Arka memang meneruskan menguping. Apa lagi, saat panggilan sayang itu keluar dari bibir Shilla.           “ Beraninya kamu masak buat orang banyak, masakan kamu payah. Dan engga enak sama sekali. “           Setelah cercaan itu, satu suap makanan penuh masuk ke dalam mulut Arka. Ia bersikap seolah tak menikmati makanan buatan Shilla.           j*****m dan engga tau diri!!             Shilla mengumpat keras keras di dalam hati saat melihat piring itu akhirnya bersih lisih karena masuk ke lambung satu orang. Beraninya Arka ini.           “ Saya kelaparan, bukan karena keenakan. “ bantah Arka saat pandangan tak suka Shilla membilas piring kotor di atas meja makan.           “ Saya tau Pak, Bapa kan habis aktivitas yang menguras banyak energi. “ sindir Shilla ke kegiatan celap celup yang mungkin di lakukan Arka sangat lama di rumah gedung yang menjulang tinggi itu.           Arka mengernyit karena aura fitnah sudah di tebar dari mulut Shilla langsung, “ Saya ke Psikiater, sesi konseling. Bukan habis tebar benih. “           Prang! Piring itu lolos dari genggaman tangan Shilla dan jatuh terurai menjadi beling. Psikiater? Konseling? Berarti, Shilla salah.           Arka bangkit dan mendekati Shilla. Ia berjongkok dan mengambil lap basah untuk mengusap pecahan beling dari lantai.           “ Maaf Pa, biar saya aja… “Shilla ingin menyela Arka yang sudah sibuk membersihkan pecahan piring itu.           “ Udah, saya aja. Kamu kan pernah berdarah darah gara gara kena beling. “ ucap Arka dengan santainya. Tapi berefek luar biasa pada Shilla. Sekujur tubuhnya merasakan sensasi berbeda. Kepalnya seperti di guyur air es. Sedangkan kakinya seperti di rendam air panas yang mendidih.           Sejak kapan Arka inget? Kapan!           Selesai dengan semuanya, Shilla langsung berpamitan. Seberapa keras Arka menawarkan diri dan memaksa untuk mengantarkan Shilla dengan mobil dan sopirnya. Shilla tetap menolak. Gadis itu berdiri di ambang pintu untuk berpamitan. Wajah lelah keduanya nampak tak memberikan hasil. Arka tetap keras kepala.           “ Saya naik Go car Pak. Aman. “ Shilla merasa kalau kwkhawatiran Arka ini semakin tak beralasan. Tapi Arka tak memedulikan Shilla. Ia sekarang mendekati gadis yang berdiri di ambang pintu itu.           Sangat dekat dan kian dekat sampai jantung Shilla berdentum saking gugupnya. Ia menatap tubuh tegap Arka yang entah sejak kapan sudah ada satu jengkal di depannya. Shilla tak suka ini. Tak suka!             Hembusan nafas hangat Arka membuat rambut Shilla meremang. Wajah Arka tepat di atas kepalanya. Ada atmosfer sensual yang Shilla rasakan. Ketegangan sensual itu tak bisa di tepis saat Shilla lagi lagi, teringat masa lalu. Dan langsung di tepis segera.           “ Ashilla Rahma. “ panggil Arka dengan nada dingin dan suara bariton, berbanding terbalik dengan hembusan nafasnya yang hangat. Dan sekarang, Shilla sudah terkunci tanpa bisa bergerak. Hanya bisa mematung.           “ Sebenarnya, apa yang terjadi. Pada kita. Delapan tahun yang lalu …”           Ketegangan sensual itu berubah menjadi kepanikan dan bergulat dengan kecemasan. Delapan tahun yang lalu adalah waktu yang tak bisa di ungkit atau di kulik. Kepanikan di wajah Shilla terlihat jelas, tapi Arka takan melepaskan tekanannya. Ia akan terus membuat Shilla terpojok dan akhirnya menjawab semuanya.           Shilla menatap balik ke arah Arka dengan raut muka yang pias. Hanya jawaban. Ia, Arka hanya butuh jawaban. Bukan yang lain.           “ Delapan tahun yang lalu, sebenarnya. Apa yang terjadi di antara kita? “           “ Delapan tahun yang lalu, saya belum bekerja dengan Bapa karena saya baru bekerja sebulan kemarin. “ jawab Shilla dengan senyuman di paksakan. Iya, Arka hanya butuh jawaban. Dan Shilla memberikannya, tapi bukan kebenaran.           Arka rupanya salah kira. Ia harus mengancam Shilla dengan cara lain.           “ Saya permisi Pak, drivernya sudah menunggu. “        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD