Seorang William.

2237 Words
Agata POV. Yang aku tahu tentang William Bennedick. Adalah dia seorang lelaki tampan yang berani namun dingin. Di media aku mengenalnya sebagai Ben si tampan. Pemimpin Keeper RTJ itu berumur 33 tahun. Lelaki mapan dan sekaligus tampan, tentu saja banyak diimpikan oleh para perempuan. "Jadi dia ngobrolin apa?" tanya Adnan. Sekeluarnya aku dari ruangan Ranvier Adnan terus memberondongi ku pertanyaan. "Enggak ada yang aneh. Dia cuma tanya ada berapa med yang dipulangkan majikannya." aku berbohong. Mana mungkin aku akan menjelaskan padanya tentang pembicaraan kami, ketika Ranvier menginginkan tubuhku hanya untuk kepuasaan nya semata. Meski pun aku ini adalah tunangannya. Tapi mit amit kalau aku harus menyerahkan tubuh ini padanya. "Oh, kirain." dia sibuk mengatur banyak map. "Kirain apa?" tanyaku. "Ya, kan. Kamu tahu sendiri, seperti apa lelaki itu. Dia sangat suka dengan perempuan cantik. Sejenis perempuan yang kaya kamu." "Aku? perasaan aku biasa aja. Sama Ines pun, dia lebih cantik dan seksi kan?" "Jangan lupa, ines itu umurnya hampir empat puluh tahun. Mana mau Ranvier sama dia. " kekehnya. "Kecuali kalau Ranvier mau nyari mamah baru untuk ayah tirinya." ledek Adnan lagi. "Huss! jangan sembarangan Nan." "Aku hanya becanda ko." elaknya. Kami pun mulai terdiam karena sibuk dengan pekerjaan kami. Juga banyak pengunjung yang masuk ke dalam ruangan ini. "Saya ingin seorang med yang patuh enggak banyak melawan." seorang perempuan berusia 45 tahunan itu meminta dengan penuh harap. "Saya pernah memiliki seorang med, dia selalu aja melawan atas apa yang telah saya katakan. Dia selalu saja ingin menang sendiri. Aku enggak suka sama jenis pembantu kaya pembantu saya yang dulu itu. " jelasnya Aku hanya memberikan senyuman saja. Ingin aku katakan kalau semua asisten rumah tangga itu akan bersikap ramah dan patuh kalau majikannya baik dan enggak banyak protes. Namun untuk apa aku mengatakan padanya, dia enggak akan mau ngerti. Majikan adalah Raja yang memiliki banyak uang. Dan bagi kami Artika Home, kami akan melayani mereka seperti kami melayani seorang Raja. "Baiklah. Kami memiliki banyak sekali med yang mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan untuk anda." ujarku. Kuperlihatkan beberapa portofolio padanya. Dan perempuan itu pun melihatnya dengan seksama. "Kenapa Artika home memiliki med yang cantik cantik ya? kami para majikan enggak suka med yang cantik. Yang mudah dan yang pinter dandan. Kami enggak suka. Kami ingin pembantu yang berumur empat puluhan yang enggak cantik, dan enggak pinter dandan. Jangan sampai para suami kami tergoda oleh mednya Artika." Ah, macam macam saja keinginannya itu. Siapa aku yang bisa mengubah wajah seseorang hanya kerena enggak cocok dengan pekerjaannya. Menurutku, med memang harus bersih dan sehat. Cantik itu bonus. "Ah, sayang sekali, karena kami dari Artika memiliki kriteria itu. Kami memang memilih med yang cantik dan sehat. Standar saja, karena fisik juga bisa menjadikan med kami percaya diri kan?" "Percaya diri untuk apa? mereka itu bukan model kan?" dia mulai ngotot. Aku berusaha tersenyum sebaik mungkin. "Yang cantik itu, bukan hanya model kan?" duh, aku agak geram dengan keinginannya yang macam macam. "Iya. Sebagai contohnya, mis Agata ini sangat cantik dan elegan. Saya takut sekali fisik anda ini menjadi satu satunya alasan para majikan laki laki untuk ke sini tiap hari, dengan alasan ingin menukarkan mednya." tunggu! apakah dia sedang mengejek aku seorang agen di sini? Aku terkekeh pelan dengan gelengan saja. "Anda sepertinya butuh minum, ibu." saranku. Dia mendelik dan kesal padaku. "Jangan sok cantik mis agata. Aku tahu kamu ini jomblo dan sedang menggoda banyak majikan laki laki sukses ke sini kan? hayo mengaku saja?" apasih! "Bu..." "Ada apa bu? ada yang bisa saya bantu?" Adnan mungkin melihat perdebatan kami. Dia datang dan berada di sisiku. Perempuan itu menatap Adnan. "Ini teman kerja kamu, atau pacar kamu?" dia bertanya tanpa hormat. Adnan meliriku. "Ah, kami sesama agent. Kenapa bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya nya. "Ini!" dia menunjuk wajahku. "Perempuan sok cantik ini telah menggoda para majikan laki laki yang sukses. Dia seharusnya enggak diperkerjakan di sini." dia sepertinya sangat membenci diriku. Adnan mencoba tersenyum dan mengusap pundaku. "Ah, ibu sepertinya sedang enggak baik baik saja. Ibu mau saya ambilkan minuman dingin? kami punya banyak sekali minuman dingin kalau ibu mau?" "Tidak perlu! saya akan pergi sekarang! untuk apa saya berada di sini. Buang buang waktu saja." dia meletakan tas selempangnya di bahu, kemudian pergi meninggalkan Artika. Untuk seperkian dekit, aku dan Adnan sama sama terdiam menatap punggung perempuan itu. Kemudian kami sama sama tertawa bingung. "Dia sepertinya bertengkar dengan suaminya." ujar Adnan. Tangannya mengusap punggungku. "Kamu enggak apa apa kan?" tanya nya cemas. Aku mengangguk saja. "Aku hanya merasa heran, kenapa ia sampai marah marah enggak jelas di sini sih?" "Ya ... biarkan saja. Mungkin dia sedang membutuhkan teman curhat." Iya, mungkin itulah yang terjadi. "Suaminya mungkin selingkuh, atau apalah. Rumah tangga memang enggak selamanya jalan mulus kan?" Iya, rumah tangga memang enggak selamanya berjalan dengan mulus. Aku sampai saat ini sangat takut menghadapi kehidupan yang namanya rumah tangga. "Agata! Pak Ranvier memanggilk mu!" Ada apa lagi sih, laki laki itu. "Baik, Bu." Aku pun segera berjalan ke arah ruangannya Ranvier. Beberapa jam yang lalu, kami bertengkar karena dia yang meminta hal yang aneh. Dia menginginkan tubuhku! memang lelaki ajaib. "Ada apa lagi?" Ranvier tersenyum. "Duduk nyonya Ranvier." Cih, banyak sekali modusnya. Seperti yang diperintahkan, aku pun duduk di sopa. Ranvier mendekat dan duduk di bawah kakiku, menatap wajahku lekat sekali. "Ada apa?" aku jengah. "Kita akan menikah minggu depan!" "Apa!" "Ya, kita akan menikah minggu depan." "Kamu jangan mengada ngada?" "Aku serius!" "Apa alasannya sehingga kamu ingin mempercepat pernikahan ini? pernikahan yang justru enggak diinginkan sama kamu!" Ranvier terdiam dan mengusap wajahku. "Aku juga enggak tahu!" tatapannya melekat dan dalam. Ada sinar yang enggak aku bisa jelaskan lewat kedua sorot nya. "Mungkin karena aku merasa kalau kamu itu memang bisa membuatku nyaman." "Nonsen!" "Nonsen?" "Iya. Alasan kamu enggak masuk akal. Kamu delusional. Dan aku enggak bisa menerima ini. Pernikahan itu harus berdasarkan cinta dan keinginan tulus dari hati. Aku enggak mau jadi tempat sampah mu, Vier." "Tempat sampah?" Ranvier terlihat marah. "Maksudmu apa?" aku tahu, aku keterlaluan. Tapi pernikahan itu bukanlah main main. Aku enggak mau menjadi seorang janda menderita hanya karena harus bercerai darinya, dengan memiliki anak mungkin. Lalu aku ditendang dari Artika, dan menjalani hari hari buruk tanpa senyuman. Lalu aku stres, dan menjadikan anaku sebagai penyalur amarah. Aku enggak mau itu terjadi. "Aku tau siapa kamu ranvier. Menikah bukanlah tujuan hidupmu! kamu ambisius dan memiliki banyak mimpi untuk Artika ini. Apa kamu yakin mau menikah dengan ku yang enggak memiliki masa depan untuk Artika. sementara di luar sana ada begitu banyak perempuan yang cantik dan memiliki karir yang bagus, yang menginginkan kamu, dan aku rasa mereka bisa membuat artika menjadi satu satunya perusahaan kuat di negara ini." Ranvier tersenyum kecil. "Kamu menghinaku?" "Aku menghina mu?" dia selalu saja salah paham. "Iya, dengan mengatakan bahwa aku harus menemukan perempuan yang memiliki karir bagus, kamu sama saja dengan menhinaku bahwa aku enggak akan bisa menjadikan Artika ini perusahaan yang hebat, jika tanpa bantuan para perempuan sukses itu. Iyakan?" Cih, dia menyebalkan sekali. "Aku enggak menghina kamu. Aku hanya memberikan saran saja. " "Saran dengan hinaan itu beda, agata!" "Ah, sudah lah! aku capek ngomong sama kamu." "Kamu sekarang sering melawanku ya? kamu pikir, kamu itu siapa? kamu hanyalah seorang gadis yang dijual ayahnya padaku. Kenapa kamu begitu pembangkang? apa kamu mau, aku menarik dana yang aku berikan pada ayahmu. Lalu restoran kamu bangkrut, begitu?" dia jahat sekali! dan aku terdiam di sini. "Agata ... agata. Jangan kamu berpikir, hanya karena aku mulai lembek sama kamu, terus kamu mulai berani mengusiku. Aku ini seorang Ranvier. Aku bisa saja menghabisi restoran ayahmu dalam sekali jentikan saja. Kamu mau itu terjadi?" aku kembali terdiam. Ah, aku lupa dengan hal itu. Aku malah kelewatan batas ternyata. "Minta maaf padaku, nyonya ranvier ..." dia duduk di sopa dan menarik tubuhku. Sehingga aku berada di dekapannya. Dia melingkarkan lengan kokohnya di bahuku, menarik wajahku dan disatukan dengan pipinya untuk beberapa saat. "Jangan melawanku agata, agar aku tetap menjadi ranvier yang baik dan kalem." dia mencium pelipisku dengan endusan hidungnya. "Kamu segar sekali, sayang ..." erangnya. Aku tahu apa yang akan laki laki itu lakukan jika sudah seperti ini. Aku akan dimilikinya dan habis lah aku. Namun belum jauh dia melakukannya, sebuah ketukan dari pintu, membuat Ranvier mendengus jengah. Dan terpaksa melepaskan ku. "Siapa?" kesalnya. Dia baru saja menghabisi bibirku dengan ganasnya. Dan aku sungguh lega ada orang diluar sana yang menghentikannya kegilaannya itu. "Kamu miliku sayang ..." bisiknya penuh gairah. Dia sangat menakutkan sekali. "saya Ines pak, saya ingin mengabarkan bahwa ada Pak ben di depan!" "Ben, ngapain dia ke sini lagi?" "Saya kurang tahu Pak." "Dasar anak itu!" Dia melepaskan ku dan merapikan bajuku yang sempat ia buka cepat. "Jangan sampai Ben melihatmu seperti ini sayang. Kamu hanya miliku. Ingat! jangan menatap ben, jangan menatap laki laki mana pun di dunia ini selain aku. Karena wajah kamu ini sangat berbahaya sekali." Dasar setan posesif! "Pergi ke tempatmu, sayang. " dia mendorongku ke pintu dengan pelan, setelah merapikan rambut dan bajuku yang acak acakan karena ulahnya. Aku pun pergi dan kembali ke mejaku. Terlihat Ben berjalan ke arah ruangannya Ranvier. Namun sebelum itu, aku merasakan tatapannya terhunus padaku. Aku bukannya GR, tapi ketika aku menatap padanya, dia tersenyum misterius. Sejenis senyuman yang ... entahlah. Dia ini agak menakutkan menruutku, wajah tampannya itu sudah seperti siluman. Dia memiliki kedua sorot biru langit yang mendebarkan. Tidak! aku tentu saja tidak tertarik padanya. Hanya saja, aku yakin seratus persen kalau tatapannya itu bisa melelehkan hati seorang perempuan mana pun. Tapi tidak dengan diriku. Sudah cukup aku dipusingkan dengan seorang Ranvier. Aku enggak mau sampai ada Ranvier lain yang merecoki diriku ini. "Dia masih berdiri di sana!" bisik Adnan. "Siapa?" "Ben." "Aku enggak peduli." "Kamu harus peduli. Karena sepertinya dia sedang mengincar kamu." Deg! Jantungku berdebar enggak karuan. "Kenapa dia harus ngincar aku?" "karena kamu dekat dengan Ranvier, mungkin." "Aku?" "Iya." "Enggak, kok. Biasa aja." Sampai saat ini tidak ada yang tahu seperti apa hubungan ku dengan Ranvier. Kami memang merahasiakannya dengan sangat rapat. Terutama diriku yang enggak mau terkena gosip macam macam yang berkenaan dengan laki laki posesif itu. "Terus kamu sampai dua kali masuk ke dalam ruangannya hari ini ngapain?" desak Adnan. "Kamu pikir aku ngapain? ya kita membahas kerjaan lah." Tidak sama sekali, Ranvier hampir saja menghabisiku tadi. Mungkin aku harus berterimakasih pada Ben, karena laki laki itu datang disaat waktu yang tepat. "Aku sangat berharap begitu. Aku sangat berharap Ranvier enggak main main sama kamu. Karena yang aku lihat, Ranvier sering sekali natap kamu diam diam. Dia juga sering sekali tersenyum enggak jelas pas lihat wajah kamu. Aku punya firasat kalau dia menginginkan kamu." "Kamu salah liat kali," sangkal lah Agata sesukamu. Karena hanya ini satu satunya yang bisa kamu lakukan kan? "Aku juga berharap begitu. Melihat Ranvier menatap kamu, itu seperti seekor srigala yang sedang menemukan mangsanya. Kamu akan mati ketika dia sudah berhasil mencengkeram mu. Jangan sampai itu terjadi agata. Aku sungguh enggak rela." Ku tatap laki laki itu denga tulus. "Terima kasih ya ... kamu sebaik itu." "Aku temanmu kan? aku tentu saja menginginkan hal yang baik baik aja buat kamu." Aku tersenyum dan mulai kembali melayani tamu yang masuk. "Selamat datang diartika! ada yang bisa kamu bantu?" aku bertanya. Seorang laki laki mudah duduk di depanku. "Saya mencari seorang perawat nenek nenek." ujarnya. "Kami memiliki banyak med. Dan silakan di periksa dulu portofolionya." "Aku ingin mis agata yang memilihkannya. Pilih yang bisa memakaikan pempers, memandikan, sering tersenyum, menyuntikan insulin, memindahkan nenek dari kursi roda ke tempat tidur, begitu juga sebaliknya. Dia harus bisa memindahkan nenek dari tempat tidur ke kursi rodanya." "Berapa berat nenek mu?" tanyaku. "nenek ku enggak gemuk. Dia empat puluh kilo saja. " "Ah, baiklah. Apa nenekmu mengidap diabetes dan struk juga?" "Iya, nenek kena struk dan diabetes. Pokoknya dia udah enggak bisa bicara. Makan pun hanya dengan s**u saja. Dan lewat hidung. Aku mau med yang berpengalaman dan ex negara ini. " "Tapi ... gajihnya mungkin lebih mahal, untuk mereka yang ex." "Saya tahu, dan saya bisa memenuhi itu." Aku mengangguk mengerti, kemudian aku pun memanggil para med yang pernah kerja di negara ini, sebelumnya. Dan mereka pun datang, lalu berdiri di depan laki laki muda itu. Sepulang bekerja, seperti biasa aku naik LRT. Aku lebih suka menggunakanya daripada bis yang harus berputar putar. Pintu terbuka, aku masuk, namun ... Langkah ini terhenti, sesosok lelaki tampan dan misterius itu ada di dalam LRT. Dia tersenyum padaku. "Masuklah mis agata. Dibelakangmu pintu tidak bisa menutup." ujarnya. Melihat kursi yang penuh dan hanya ada kursi yang berada di sampingnya saja, membuatku merasa mual tidak karuan. "Kemarilah miss agata, duduk bersama ku." Sialan Ben, ngapain dia di sini. Mau tidak mau aku pun duduk di sampingnya, kakiku sakit kalau harus berdiri. seharian menggunakan heel cukup menyiksa kakiku ini. Duduk di sana dengan menundukan pandangan. "Mis agata sedang sakit?" tanya nya lembut. "Ah, enggak." aku terpaksa menoleh padanya, dan menemukan sepasang mata biru misterius itu. Sial! dia tersenyum padaku. Dan membuat d**a ini sesak. "Lalu kenapa anda menunduk terus? anda enggak sedang menghindari saya kan?" "Ah, itu, enggak ... saya hanya..." "Saya william bennedict. Miss agata tahu kan?" "I-iya saya tahu." Dia terkekeh pelan, tapi yang aku rasakan dia sedang ingin memakan ku. Dia seperti siluman. Maksudku, wajah tampannya itu. "Miss agata sepertinya gugup sekali. Jangan khawatir, saya ini enggak akan gigit ko. Kecuali ... " dia mendekat dan berbisik. "Kalau miss agata sendiri yang memintanya ..."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD