EMPAT

1716 Words
Alika memandang malam gelap beserta air hujan yang turun dengan sangat deras, mengguyur seluruh bumi dengan bertumpah ruah. Rintikan hujan itu turun membasahi telapak tangannya yang tirus saat tangan itu ia rentangkan, membuat rasa dingin dari buliran hujan itu menusuk sampai kulit terdalam. Menimbulkan germeltuk gigi dan sensasi dingin yang menggigil. Tetapi Alika masih bertahan merasakan tetesan dingin itu, Alika tidak mau sensasi asing yang ia rasakan dari hujan malam ini berakhir. Sebenarnya Alika tidak terlalu suka dengan hujan, apalagi disertai dengan petir yang bergemuruh, Alika sangat membenci itu. Tetapi hujan kali ini sedikit berbeda. Entahlah, seperti ada rasa sedikit nyaman saat rintikan hujan itu berjatuhan di telapak tangannya yang mungil. Kegugupan yang sedari tadi bersarang di hati kecilnya kini mulai memudar seiring rintikan hujan itu menyentuh kulitnya, membagi setiap keluh kesahnya, berjatuhan mengalir bersama hujan. Apa hujan ini adalah kiriman Tuhan untuk menemaniku dalam situasi ini? Mencoba meyakinkanku bahwa keputusan Ayah adalah keputusan yang terbaik. Alika berharap yang ia pikirkan adalah benar. Hujan itu seperti bentuk bantuan dari sang maha kuasa untuk melewati malam yang sebenarnya Alika pun tidak mengharapkannya datang. Tetapi bagaimanapun Alika harus tetap menghadapinya, melawan rasa gugup yang timbul karena akan segera bertemu dengan calon suaminya. Sedikit terdengar miris memang. Alika sedikit pun tidak mencintai dan mengenalnya sama sekali, Alika tidak tahu seperti apa rupa wajahnya. Apakah ia sangat tampan atau jelek? Apakah ia seorang laki-laik baik atau buruk? Semua itu yang selalu muncul dalam pikirannya, membuat ia sedikit ragu. Alika hanya bisa pasrah atas semua keputusan dari kedua belah pihak, terlebih dari Ayahnya sendiri. Walaupun Alika sama sekali tidak menginginkan hal itu terjadi. "Kenapa berdiri di situ, nanti kamu basah Sayang." Suara lembut itu membuyarkan lamunan Alika, ia mencoba menoleh ke asal suara dan mendapatkan sosok wanita paruh baya yang masih terlihat cantik ada di hadapannya. Sedang menyunggingkan senyum dan menatapnya. Walaupun raut wajah itu beberapakali tersenyum tapi Alika tahu bahwa Ibunya sedang menahan sedih. Alika mencoba tersenyum saat Rahmi menghampiri. "Kenapa berdiri di balkon, hujan malam ini sangat deras, nanti riasannya luntur terkena air hujan." Rahmi berkata dengan suara serak, masih mencoba untuk mempertahankan senyumannya. "Tenang saja Bunda, aku hanya berdiri di sisi pagar, hujannya tidak akan mengenaiku." Alika sedikit menenangkan, kemudian mengajak Rahmi masuk ke dalam kamar, dan duduk di sisi ranjang. "Apa mereka sudah datang?" tanya Alika mencoba mengalihkan susana. Rahmi mengangguk. "Mereka sudah datang." Alika tersentak. Kedatangan mereka begitu cepat, bahkan Alika berharap mereka tidak jadi datang ke sini. Tetapi apa yang ia dengar, mereka bahkan sudah datang. "Sebelum turun perbaiki dulu penampilan kamu, Bunda ke bawah dulu." Rahmi mengelus surai Alika lembut lalu mulai melangkah pergi meninggalkan tubuh mungil Alika. Alika mulai merasa ragu, jantungnya semakin berdebar kencang karena gugup. Mengembuskan napas pelan lalu berjalan dan duduk di kursi rias menghadap cermin besar di depanya. Tangan mungil nan lentik itu mulai memperbaiki makeup dan rambut yang sedikit basah karena air hujan. Saat penampilannya terlihat sempurna, Alika kemudian mulai turun untuk bertemu dengan tamu yang sudah menunggunya sedari tadi. Derap langkah Alika sedikit tersamarkan karena suara detak jantungnya yang berbarengan. Membuat Alika menjadi semakin gugup karena itu. Saat tangga terakhir ia pijaki, Alika mematung tidak bergerak melihat sosok yang sedang bercekrama dengan Ayahnya. Alika sangat tekejut. Ia berpikir Ayahnya akan menikahkan dirinya dengan laki-laki paruh baya yang sangat jelek, beruban dengan perut buncit serta tatapan m***m khas laki-laki hidung belang, nyatanya pria itu begitu tampan. Alika yakin sekali bahwa pria itu lah yang akan dijodohkan dengannya, melihat yang datang hanya empat orang saja. Saat matanya melihat pria dan wanita paruh baya, Alika sedikit bisa menyimpulkan bahwa mereka adalah ayah dan ibu si pria tampan, tetapi wanita cantik di sebelah pria tampan itu siapa? Apakah adik atau sanak sodaranya? Ataukah pacarnya? "Alika sini, Sayang." Suara berat Rafli menyadarkan Alika dari lamunannya dan terlihat seluruh orang yang berada di ruang tamu itu pun beralih meperhatikan Alika. Termasuk pria itu. Alika langsung menunduk malu, berjalan dan duduk di tengah-tengah Rahmi dan Rafli, berhadapan langsung dengan sepasang mata yang sedang menatapnya tajam, terlihat jelas di mata Alika bahwa tangan si pria itu sedang menggengam tangan wanita cantik di sebelahnya dengan erat. Membuat segala pertanyaan menguar di benak Alika sekarang. Siapa dia? Apakah wanita ini kekasihnya? *** "Putrimu sangat cantik." Suara Alan memecahkan suasana canggung di ruangan itu. Membuat Rafli tersenyum berterima kasih atas pujian Alan. Sedangkan Alika hanya menunduk malu dengan kedua belah pipi yang sudah memerah. "Apa kita bisa mulai ke intinya." Alan lagi-lagi berujar, tidak mau menyianyiakan kesampatan itu, terlebih melihat Aldra membawa wanita yang sangat dibencinya di pertemuan penting seperti ini. Membuat Alan menahan amarahnya sedari tadi. Rafli sedikit tertawa dengan mata memincing masih menatap Aldra dan wanita di sebelahnya. Ia mulai ragu saat melihat gelagat dua insan di hadapannya. "Anda benar-benar mempunyai sikap to the point Tuan Gotardo," ucap Rafli sedikit menyematkan nada bercanda. Alan hanya tersenyum menanggapi, lalu berkata, "Kedatangan kami kemari, ingin meminang putri cantikmu untuk anakku Aldra." Dengan intonasi tegas. Alika sedikit terkejut saat setetes aliran bening terjatuh di pipi wanita cantik di sebelah pria bernama Aldra. Kenapa wanita itu menangis? Pertanyaan itu yang ada di benak Alika sekarang. "Sungguh kehormatan untuk kami, terutama putriku yang diinginkan pria setampan putra Anda. Aku menerima pinangan ini Tuan Gotardo," ucap Rafli dengan nada tercekat. Tetapi sehalus mungkin dalam berucap, walau dalam hati ia masih ragu untuk menyerahkan putri tercintanya untuk pria seperti Aldra. "Terima kasih." Alan tersenyum bangga mendengar perkataan Rafli. "Kupastikan mereka menikah secepat mungkin. Sepertinya minggu depan adalah hari yang pas untuk menggelar pesta pernikahan," sambung Alan serius. Membuat ketiga sejoli yang masih diam terlonjak kaget. "Ayah itu terlalu cepat!" protes Aldra dan langsung mendapat lirikan tajam dari Alan. "Ayah tidak menerima penolakan!" Aldra mendengus dengan tangan masih menggegam tangan Hana. Wanita itu hanya bungkam tanpa suara, sejujurnya dalam hati ia menjerit sakit. "Benar kata putramu. Apa itu tidak terlalu cepat," ujar Rafli sedikit ragu. Alan menggeleng tegas. "Tidak, tanggal itu sudah aku persiapkan dari jauh-jauh hari. Mereka harus menikah minggu depan." "Kalau itu mau Ayah, baiklah aku terima. Tetapi aku akan sedikit menjelaskan sesuatu dulu di sini," saut Aldra memandang mata Alika tajam. Dia ingin sekali membuat gadis itu takut dengan tatapannya, lalu lari terbirit-b***t dan membatalkan perjodohan konyol ini. "Apa maksudmu," ucap Alan was-was. Saat tahu Aldra akan bertingkah demikian. Aldra tidak memedulikan teriakan Alan. Ia lalu berkata, "Saya menerima perjodohan ini." Aldra menghela napas tipis sejenak. Lalu menyabung perkataannya lagi, "Tapi yang harus Om tau saya sudah menikah, dan wanita di sebelah saya adalah istri saya. Jadi apakah Om berkenan membiarkan putri Om menjadi istri kedua saya?" Aldra bertanya dengan wajah tenang. Menatap tiga manusia di depannya yang menampilkan raut terkejut. Terutama gadis cantik yang duduk di tengah. Gadis itu melebarkan kedua matanya dengan kedua tangan menutup mulut. Sepertinya gadis itu begitu terkejut batin Aldra menyeringai. "Apa maksudmu?" Aldra menatap Rafli tenang, "Aku sudah menikah, tetapi Ayah menyuruhku untuk menikah lagi dan aku pun tidak bisa menolak." Rafli terkejut bukan main. Jadi ia akan menyerahkan putrinya untuk menjadi istri kedua dari putra semata wayang Gotardo. Ini gila, pantas saja ia sedikit curiga kepada wanita yang duduk di sebelah Aldra. Alan pun terlihat sedikit tidak suka kepada wanita itu. Lalu kenapa Alan tidak memberitahukan hal ini kepadanya? "Aldra hentikan!" bentak Alan keras. Aldra mengabaikan Alan. "Bagaimana? Apa Om akan menerimaku menjadi menantu?" Aldra kembali bertanya dengan nada tenang. Rafli sedikit berpikir, ia tidak mungkin menerima kenyataan bahwa anaknya menjadi wanita penghancur rumah tangga orang lain karena dirinya. Tetapi kalau ia menolak, tentu Alan Gotardo pasti tidak akan tinggal diam. Ia pasti akan langsung menghancurkan perusahaan yang ia rintis dari kecil sampai sebesar sekarang, itu pun butuh perjuangan untuk bisa mencapai seperti sekarang. Apakah ia akan sanggup menerima kehancuran itu dengan lapang d**a? Karena memang sudah menjadi buah bibir masyarakat mengenai kekejaman Alan Gotardo. Aldra menanti jawaban Rafli sedikit waswas. Ia hanya perlu satu kata tidak terucap dari Rafli. Memang sebelumnya Aldra mempunyai rencana bagus. Menerima perjodohan ini, menikahi gadis mungil di depannya, membuatnya hamil lalu membuangnya. Tetapi rencana itu terkubur dalam dengan tangisan Hana yang menyayat hatinya, saat waktu itu ia memberitahukan kabar perjodohan dan rencana yang ia susun. Dan rencana itu pun batal hanya karena perkataan Hana dengan wajah sembab dan suara menyayat hati. 'Mas boleh menikahinya, tetapi aku mohon ceraikan aku, karena aku tidak akan pernah mau berbagi suami dengan wanita lain.' Membuat Aldra langsung memeluk tubuh ramping Hana dan mencuiminya dengan beribu kata maaf terucap dari bibirnya. Hingga ia membujuk Hana kembali, menenangkannya bahkan langsung mengurungkan niat brengseknya. Kini Aldra Mencari rencana lain, rencana yang membuat istri tercintanya tidak tersakiti di dalamnya. Dan akhirnya rencana lain pun hinggap di pikiran Aldra. Dengan membawa Hana ke rumah gadis yang akan dijodohkannya, tanpa sepengetahuan Alan tentunya. Dan berniat akan menceritakan yang sebenarnya kepada orang tua gadis itu. Setidaknya kalau ia berkata jujur tentang ia yang sudah menikah, pasti orang tua si gadis bocah itu tidak akan sudi membiarkan putrinya bergelar menjadi seorang istri kedua. *** Alika masih memandang Aldra dan Hana secara bergantian. Masih terkejut karena perkataan yang Aldra lontarkan. Sungguh, ia tidak ingin menikah dengan suami orang. Ya, dia harus menolaknya. "Ay-" "Aku menerima perjodohan ini. Dan minggu depan kalian menikah." Belum sempat Alika menyuarakan penolakannya. Suara Rafli sudah terlebih dulu menggema di ruangan itu. Membuat Alika menggeleng dengan tangis yang meluncur. Aldra menggeram kesal. Rencananya gagal. Mau dirinya berusaha sekeras apa pun pernikahan ini pasti terjadi. Tapi bagaimana dengan Hana? Aldra melirik Hana, wajah wanita itu sudah sembab, masih menunduk menatap lantai tanpa minat. Genggaman di tangan Hana Aldra rasakan sedikit bergetar. s**t! Sungguh Aldra benar-benar bingung dengan situasi ini. "Ayah aku tidak mau." Suara sedikit serak nan lembut itu mengejutkan Aldra, mengalihkan tatapannya dan melihat wajah cantik Alika yang sudah terlapisi aliran bening. Gadis itu menggeleng lemah menatap mata Rafli memohon. "Aku mohon Ayah, aku tidak mungkin menikahi laki-laki yang sudah beristeri." Rafli memandang Alika iba, lalu beralih menatap Alan yang sedang menatapnya tajam. Ya, tatapan itu, Rafli tahu arti tatapan itu. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia pun sama tidak ingin putrinya menikahi laki-laki yang beristri. Tetapi laki-laki ini putra dari seorang Gotardo. Rafli tidak bisa melawan. "Maafkan Ayah, ini sudah jadi keputusan kami." "Mas kau jahat pada putrimu sendiri." Rahmi yang diam sedari tadi pun ikut berbicara, menatap suaminya tajam. sedangkan istri dari Gotardo tidak mampu untuk bersura ia hanya bisa menunduk dalam diam. Rafli menatap Rahmi dengan tatapan memohon maaf. "Maaf." Mendengar keputusan itu, Aldra semakin mengeratkan genggamannya pada tangan Hana, meremasnya sebagai bukti bahwa ia begitu mencintainya. Dan dari saat itu lah sifat kejam Aldra muncul. Aku akan membuat gadis itu menderita bahkan aku tidak akan mengizinkannya merasakan kebahagiaan secuil pun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD