LIMA

1142 Words
Aku tidak tahu? Ini awal dari kebahagiaan atau awal dari penderitaan. *** Pesta pernikahan yang sangat indah. Dibalut sangat mewah, dengan germerlap taburan warna warni bunga bermekaran yang mengelilingi ruangan. Lantunan musik romantis, dengan sajian makanan mahal tersaji hingga acara itu terlihat meriah namun juga hikmat. Tetapi, keindahan itu akan terasa semakin sempurna, kalau saja Alika tidak merasakan ketegangan yang hampir membuatnya tidak bisa bernapas saat ini. Bagaimana mungkin Alika bisa berekspresi begitu bahagia di hari pernikahan ini, sedangkan di sudut ruang pesta yang temaram ada sosok wanita cantik yang sedang menatap kesakitan di antara meriahnya pesta pernikahan. Alika merasa tidak nyaman, dan  Alika masih mempunyai hati nurani di celah hatinya yang paling dalam. Ia juga tidak menginginkan hal ini terjadi dalam takdir hidupnya. Alika baru saja lulus SMA dan ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi lagi, dan menjadi seorang dokter. Bukan menikah seperti ini. Bahkan Alika sudah menjadi celebrity sekarang, di gilai haters, serta dijuluki sebagai wanita jalang perebut suami orang. Itu sangat menyakitkan dan cukup tidak menyenangkan bagi seonggok hatinya yang rapuh. Alika bahkan harus mempertahankan tundukkan kepala, menatap jari mungil bercat kuku merah di pangkuannya sedari tadi. Agar Alika tidak melihat jelas tatapan kebencian yang disuguhi para tamu undangan untuknya. Mereka mengantungi fakta bahwa lalaki-laki yang duduk bersamanya di kursi pelaminan, ternyata telah mempunyai seorang istri. Dan Alika harus tetap bertahan saat makian itu kembali terdengar jelas di lubang telinganya yang menganga. Membuat air mata yang sedari tadi ditahannya kini tumpah mengotori riasan cantik di wajahnya. Gaun pengantin bewarna putih dengan ekor menjuntai panjang, dan kilauan cahaya cantik yang melingkar di jari manisnya seolah ikut menertawakan, Ditambah saat melihat linangan air mata yang keluar dari kelopak cantik Bundanya. Alika mulai berpikir, terjun ke lubang neraka dengan api bernanah begitu sangat menggiurkan, dibanding harus duduk di kursi rasa bersalah dengan menanggung malu sampai menggorogoti hatinya hinga berlubang menyakitkan. Alika sedikit pun tidak diberi pilihan, walau hanya sekedar mengatakan kata (tidak) di ujung tenggorokannya yang tercekik. Alika sadar bahwa sedari tadi suaminya sedang menatapnya dengan mata penuh kebencian, beserta rencana busuk yang memenuhi otak tampannya. Dan Alika tidak terlalu bodoh untuk tidak menyadari itu, dan tidak bisa dipungkiri juga bahwa Alika tidak sepintar itu untuk menunjukan kepintarannya di depan suaminya saat ini. "Seharusnya kau menolak mentah-mentah. Bukan menerimanya seperti ini. Kau sama saja seperti wanita jalang penghancur rumah tangga orang," ucap Aldra dengan nada sinis. Membuat Alika tidak mampu bersuara ataupun menyela perkataan Aldra bahwa ia bukanlah gadis seperti itu. Tetapi bisikan iblis yang menyeramkan itu. Membuat tenggorokannya kering tanpa suara, tubuhnya membeku, dengan debaran jantung yang semakin menggila akibat rasa takut yang menyerangnya dengan kadar berlebih. Alika hanya bisa meremas gaun putih panjangnya dengan kuat. Sebenarnya siapa yang salah di sini? Apa Alika patut disalahkan? Walau kenyataan Alika bukanlah pemeran antagonis di kisah ini. Alika tidak ubahnya hanya seorang korban. Korban dari keegoisan ayah kandung dan ayah mertuanya. Seharusnya Aldra tidak membuat ini menjadi semakin sulit, Alika pun sama. Sama-sama tidak menginginkan pernikahan berengsek ini. Alika juga sangat ingin menolak. Dan melanjutkan studinya, lalu berakhir dengan hidup normal seperti remaja pada umumnya. Tetapi Alika tidak diberikan pilihan itu, takdir hidupnya memang tergaris mengenaskan. Dan sialnya ia tidak bisa merubah semua itu. *** Sudah jam dua dini hari, tetapi Alika sama sekali tidak bisa memejamkan mata walau hanya sekejap. Sesudah menggelar resepsi tadi, Alika segera dipaksa pulang ke apartemen suaminya. Sebesar apa pun Alan Gotardo memaksa mereka untuk tinggal di rumah, sebesar itu pula penolakan Aldra. Hingga ia berakhir terbaring di ranjang luas di salah satu kamar apartemen Aldra. Alika mengamati langit-langit kamar dengan pencahayaan yang temaram, ia sungguh lelah, ia ingin tidur, dan mengistirahatkan tubuh dan hatinya, berharap mimpi indah datang dan mengganti mimpi buruk yang ia alami hari ini, tidak ubahnya hanya sebuah bunga tidur di dalam kantuknya. Tetapi bagaimana bisa ia tertidur nyenyak, saat suara-suara berengsek itu semakin terdengar keras dan mengotori telinganya yang suci. Bukan berarti ia merasakan sakit di hatinya, saat mengantongi fakta bahwa suaminya lebih memilih meniduri istri pertama di malam pertama pernikahan mereka. Alika tidak masalah, ia bahkan bersyukur bahwa sampai saat ini ia masih bergelar sebagai gadis perawan. Ia bahkan tidak mengharapkan lebih dari pernikahan ini, yang ia butuhkan hanyalah ketenangan tanpa suara desahan yang mengotori pendengarannya. Kakinya sudah begitu pegal, dan tubuhnya sudah teramat lelah, ia butuh istirahat. Alika kemudian mengambil ponsel yang tergeletak di sisi tubuhnya. Menyumpal telinganya dengan earphone dan mendengarkan musik kesukaannya dengan volume yang cukup membuat gendang telinganya berdenyut sakit. Apa boleh buat, setidaknya ia tidak terlalu mendengar suara-suara aneh itu. Lalu seiring kantuknya yang mulai menyerang, kelopak mata Alika mulai menutup dan tertidur dengan nyenyak. *** Waktu memang menunjukkan masih pagi, matahari pun belum terlihat mucul menyinari bumi yang telah berputar, embun pun masih terlihat belum mencair. Tetapi Alika sudah terbangun dan tidak bisa tertidur kembali. Terduduk dan sedikit merenggangkan tubuh, Alika mulai menulusuri ruangan, berharap yang ia harapkan adalah kenyataan. Tetapi kenyataannya otot-otot tubuhnya melemas, lalu desahannya terdengar lirih saat ruangan kamar semalam lah yang tersaji di kornea matanya. Kejadian kemarin memang bukan mimpi. Walapun sedikit kecewa Alika tetap bergerak mulai menuruni ranjang dan berjalan menuju kamar mandi, sepertinya ia harus berendam air dingin sampai tubuhnya berubah menjadi balok es. Lalu mencair perlahan dan menghilang. Tetapi kenyataannya beberapa menit kemudian Alika sudah menyelesaikan acara mandinya, tidak membuat ia membeku hanya membuat tubuhnya menggigil kedinginan dengan germeltuk gigi terdengar ngilu. Tidak mau mempermasalahkan. Alika segera berjalan keluar meninggalkan kamar, tujuannya saat ini adalah dapur. Alika membutuhkan minuman yang bisa menghangatkan tubuhnya. Sedikit harus bersusah payah mencari letak dapur, dan akhirnya Alika menemukannya. Tetapi saat pandangan Alika tertuju ke arah pantry dapur. Alika tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak terkejut, tubuhnya refleks menegang, mulutnya menganga dengan kedua mata yang terbuka lebar. Tidak masalah bila di dapur banyak hewan seperti kecoak atau tikus berkeliaran yang bisa membuat ia menjerit secara kesetanan, lalu lari terbirit-b***t karena ketakutan. Sungguh Alika tidak akan berekspresi berlebihan seperti itu. Hanya saja ini lebih terlihat tidak masuk akal oleh penglihatan gadis berusia 18 tahun. Bagaimana dua orang di depan sana bergerak liar dengan keadaan setengah bugil, saling memeluk tubuh masing-masing hingga membuat Alika hampir saja memuntahkan liurnya ke arah dua orang di depan sana. Oh, yang benar saja, bagaimana bisa? Walaupun Alika belum pernah merasakan malam pertama ataupun ciuman dengan lelaki yang ia cintai, tetap saja ia tidak sebodoh itu untuk tidak mengerti apa yang dilakukan sepasang suami istri itu di ruang dapur. Mereka melakukan seks di dapur. Alika memijit kepalanya yang tiba-tiba berdenyut sakit, tubuhnya seketika mematung tidak bisa digerakan, matanya masih tidak beralih menatap kejadian itu tanpa berkedip. Dan tanpa Alika ketahui. Aldra melihat dirinya, lewat ekor mata, dari tatapan itu Aldra seolah memberikan peringatan pada Alika. Bahwa memilih dengan menjadi istrinya itu adalah kesalahan terbesar yang pernah dilakukan. Lihat saja, bagaimana aku bisa membuat kelopak cantik itu menangis darah!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD