Nadia turun dari mobil Nyonya Sharee di sebuah rumah mewah dengan pagar besi berlapis cat emas dengan kepala harimau di tengahnya. Kedua bola mata gadis itu memindai sekeliling rumah.
“Selamat malam, Nyonya, selamat datang di rumah tercinta Anda!” sapa salah satu pegawai yang bernama Melani.
“Malam, Mel, ada kabar apa hari ini?” tanya Nyonya Sharee.
“Sepuluh asisten rumah tangga dipecat, Nyonya.”
“Sama Aryan?” tanya wanita itu dengan mata terbelalak tak percaya.
“Iya, Nyonya. Sama siapa lagi, hanya gara-gara pena hitam miliknya hilang.”
Nyonya Sharee menghela napas dalam.
“Dimana Aryan sekarang?”
“Di ruang kerja.”
“Ayo, masuk!” ajak Nyonya Sharee melirik Nadia.
“Iya, Nek, eh Nyonya,” sahut Nadia lalu melangkah mengikuti wanita paruh baya di depannya itu.
Sesampainya di dalam rumah.
“Mel, kamu bawa dia ke kamar ART, dia pelayan baru di sini,” titah Nyonya Sharee.
“Baik, Nyonya. Ayo Neng ikut saya!” ajak Melani.
Nadia mengikuti wanita itu sambil berdecak kagum.
“Ini kamar pembantu apa kos-kosan?” tanya Nadia.
“Kamar pembantu, Neng. Di sini biasanya ada lima belas ART dengan tugasnya masing-masing. Kalau yang cowok ada lima di kamar yang seberang kolam renang, kalau ini khus cewek. Nah, berhubung ada sepuluh orang dipecat, besok kamu bantu saya buat wawancara pembantu baru, ya?” pinta Melani.
“Panggil saya, Nadia, jangan Neng Neng Neng,” sahut Nadia.
“Nah, saya baru tau namanya, kamu panggil saya Ibu Melani, saya senior ART di sini.”
“Kok, aku enggak pakai wawancara gitu?”
tanya Nadia saat memasuk kamar berukuran 3x3 meter itu.
“Kan, Nyonya besar sendiri yang bawa kamu ke mari, saya juga enggak tau job desk kamu apa, besok saya tanya sama Nyonya Besar, ya?”
“Baik, Ibu Mel, terima kasih sebelumnya.”
Terdengar deringan telepon di sudut koridor depan kamar-kamar ART yang berjumlah sepuluh itu, Ibu Melani meraih gagang teleponnya.
“Baik, Nyonya, siap laksanakan!”
Lalu, wanita itu menoleh pada Nadia, “kita dipanggil Nyonya Besar, ayo ikut!”
Seorang wanita paruh baya memakai pakaian daster batik dan menggunakan kaca mata itu tersenyum menatap Nadia. Kalung mutiara, anting berlian, cincin berlian yang ada di tubuhnya cukup membuktikan betapa kaya harta dia. Daster yang ia pakai pastinya bukan daster murahan yang biasa dipakai para ibu komplek.
“Sini Nadia, ikut saya!” suara teduh wanita itu mengajak Nadia mengikuti langkahnya menuju sebuah ruangan.
“Kamu bisa memasak, mencuci, bersih-bersih rumah atau bahkan mengurus bayi?”
Nadia menggeleng, karena yang biasa melakukan hal itu adalah Tania, kakaknya.
“Sebentar, Nyonya… Apa maksud Anda dengan mengurus bayi?” tanya Nadia.
“Ini bukan bayi yang sebenarnya, tapi seorang pria yang sudah dewasa berumur 38 tahun, hanya saja kelakuannya seperti bayi hihihi…” ucap Nyonya Sharee seraya tertawa memperlihatkan garis kerutnya yang tampak jelas.
“Maaf, Nyonya, tapi saya belum mengerti maksud Anda?”
“Nanti kau juga mengerti, kita ketemu dia sekarang.”
Ruangan itu terbuka, dilihatnya seorang pria menggunakan piyama biru sedang duduk di meja kerjanya seraya memandang layar laptop.
Nyonya Sharee memeluk pria itu dan memberi kecupan di kepala pria itu.
“Kenapa kau pecat sepuluh pegawai hari ini?” tanya Nyonya Sharee.
“Tak perlu kujelaskan, Nek.”
Suara berat khas pria maskulin terdengar ke telinga Nadia.
"Apa ini pria 38 tahun yang diceritakan Nyonya Sharee? Wajah sangar dengan brewok dan janggut tipis, hidung mancung banget, kedua matanya juga seksi, duh apa-apaan sih Nadia, kenapa elo malah mikir yang enggak-enggak," batin gadis itu seraya menyentuh hidung minimalis lalu memukul kepalanya sendiri.
“Siapa dia?” tanya Aryan menunjuk Nadia.
“Ini namanya Nadia, dia asisten rumah tangga yang baru di sini, dan mulai sekarang tugasnya adalah mengurusi segala keperluan kamu di rumah ini,” tegas Nyonya Sharee.
“Anak kecil ini?”
“Maaf, saya bukan anak kecil, saya baru aja lulus STM, udah 18 tahun,” sahut Nadia.
Terlihat Aryan menunjukkan wajah smirk menghina Nadia.
“Lihat saja, berapa hari kau bertahan denganku,” gumam Aryan.
Nyonya Sharee memukul kepala Aryan secara spontan.
“Jangan macam-macam! Oh iya, pena hitam kesayanganmu itu Nenek yang buat, supaya kau tidak ingat Anneke lagi,” ucap Nyonya Sharee.
Aryan hanya menatap tajam ke wajah sang Nenek.
“Jangan pandang aku seperti itu!” tegasnya sambil berlalu ke luar ruang kerja milik Aryan.
"Jadi, pria ini memecat sepuluh karyawannya karena menghilangkan pena tapi sebenarnya Neneknya sendiri yang buang, ckckckckck sangat tragis nasib para karyawan tadi," batin Nadia.
Kedua pasang mata miliknya bertemu dengan Aryan.
“Kenapa kau masih di sini?” hardik pria itu.
Tanpa basa-basi lagi, Nadia segera pergi ke luar ruangan.
*
Keesokan harinya, Nadia sudah diberi buku catatan jadwal harian milik Aryan yang harus ia pelajari mengenai kebiasaan pria itu. Gadis itu juga harus mempelajari apa warna kesukaan, makanan kesukaan, dan semua yang disukai pria itu. Bahkan juga ia harus menghapal apa yang tidak disukai oleh pria itu.
Seorang sekretaris bernama Pak Hendrawan datang menjemput Aryan.
“Selamat pagi!” sapa Nadia.
“Pagi, kamu siapa?” tanyanya.
“Saya Nadia, asisten rumah tangga yang mengurus keperluan Tuan Aryan.
“Oh, begitu, saya harap kamu kuat ya dengan cobaan menerima pekerjaan ini,” ucapnya.
sembari tertawa. Pria itu alu meletakkan bokongnya duduk di kursi di depan kamar Aryan seraya membaca surat kabar terkini.
Nadia masuk ke kamar Aryan, ia hendak menyiapkan pakaian kerja untuk pria itu. Tiba-tiba kedua matanya ternodai untuk pertama kali. Ia melihat pria itu keluardari kamar mandi hanya mengenakan handuk terlilit di pinggangnya. Tubuh telanjang d**a dengan perut kotak-kota terbentuk sempurna itu berhasil mengotori pandangan kedua mata gadis itu. Ia sama sekali belum pernah melihat pria berpenampilan polos seperti itu. Gadis itu menunduk tak berani menatap.
“Keringkan rambutku!” ucap pria itu tegas seraya duduk di hadapan cermin.
“Apa?”
“Aku tak suka mengulang ucapan dua kali, jadi jika kau merasa tuli, kau bisa keluar dari pekerjaanmu sekarang!”
“Bu-bukan begitu, hanya saja mengeringkan rambut Anda—“
Tak ada bantahan lagi dari bibir mungil Nadia, ia harus tetap bersabar menuruti segala perintah pria itu.
*
To be continue...