Part 2 : Gadis itu, Angin Badai.

1344 Words
Keesokan paginya semua tamu mulai memenuhi kastil. Lataasha dapat mengenali hampir sebagian besar tamu yang datang. Bisa dikatakan tamu-tamu yang diundang delapan puluh persennya adalah lady atau gentleman yang masuk dalam usia menikah. Lataasha mendengus, pantas saja Ibunya sangat bersemangat untuk menghadiri pesta dansa ini.   Hari ini agenda para tamu setelah sarapan pagi adalah memancing, untuk para pria sedangkan para wanita duduk bersantai di kebun. Tentu saja kegiatan utama para wanita adalah membicarakan tentang kejelekan orang lain serta membanggakan betapa mahalnya serta berkelasnya barang-barang yang mereka miliki. Lataasha selalu membenci kegiatan tidak jelas ini.   Lataasha melarikan diri dari kumpulan wanita yang terdiri dari ibu-ibu serta anak gadis yang sedang berburu calon suami. Sedikit kebingungan melanda dirinya, mengapa dia belum bertemu dengan tuan rumah kastil yang indah ini. Lataasha terus menyusuri padang rumput yang luas, kemudian mengikuti jalan setapak hingga menunju ke sebuah rumah sederhana yang sangat menarik perhatiannya.   Rumah yang terbuat dari kayu bulat serta dipenuhi dengan hamparan bunga berwarna warni nan cerah yang semakin memperindah rumah kecil tersebut. Lataasha yakin, pemilik rumah ini adalah keluarga yang hangat dan murah senyum.   Tanpa dia sadari langkah kakinya mendekati halaman rumah tersebut. Lataasha tergoda untuk mengambil sekuntum bunga berwarna merah muda diantara kumpulan bunga kecil di balik pagar. Namun langkahnya terhenti.   “Hei! Apa yang sedang kamu lakukan? Jangan merusak tanamanku!” teriak seorang pria dari balik jendela rumah kecil itu. Lataasha terkejut dan menjatuhkan bunga yang baru dipetiknya tadi.   “Aku hanya terpesona dengan taman bungamu, Sir.” Lataasha berusaha sopan. Namun tidak ada jawaban dari dalam rumah. Lataasha berjalan masuk pekarangan, dia mencoba berkenalan dengan keluarga kecil itu. “Sir, namaku Lataasha. Aku hanya penasaran dengan bunga-bunga ini. Kalau aku boleh tahu, apa nama bunga-bunga indah ini?” Lataasha semakin mendekat. “Aster!” teriak suara tersebut. “Aster?” tanya Lataasha lagi. “Ya! Nama bunga yang kamu tanyakan adalah aster. Dan sekarang, mejauhlah dari rumahku, dari pekaranganku, dari bunga-bungaku!” bentak pria itu.   “Apakah aku boleh bertemu dengan istrimu, sir. Sekedar berkenalan dan bersahabat. Aku juga ingin meminta bibit bunga aster ini kalau boleh,” ucap Lataasha dengan kesopanan yang sangat sempurna. “Pergi! Tidak ada nyonya rumah. Rumah ini adalah milikku dan aku tidak suka orang asing. Bukankah tidak pantas bagi lady sepertimu berjalan-jalan tanpa pendamping?” teriak pria di balik pintu itu lagi. Entah mengapa pria misterius itu membuat Lataasha semakin penasaran. Dia merasa ada sesuatu yang begitu mengelitik hatinya.   “Kalau begitu bolehkah aku mengetahui namamu, Sir?” tanya Lataasha lagi dengan gigih. “Tidak!” Lataasha mendengar pria itu berjalan menjauh dari pintu dan meninggalkan Lataasha yang kesal.   Lataasha berjalan menyusuri jalan setapak lagi. Dia masih kesal dengan kelakuan pria tadi. sungguh tidak ramah dan menyebalkan.   ==   Saat memasuki kamar tamu di kastil Lataasha masih terus memikirkan pria dan taman indah itu, dia bahkan tidak menyadari ibunya telah menunggu di kamar dengan wajah kesal. “Lataasha! Dari mana saja kamu?” bentak Samantha dengan kekesalan yang sudah tak terbendung. Beberapa pelayan terlihat sibuk merapikan kamar yang sudah rapi tersebut. Beteldha pelayan pribadi milik Lataasha berusaha memberi isyarat agar Lataasha tetap menjaga mulutnya di saat emosi Samantha sedang tinggi.   “Aku hanya berjalan-jalan,” jawab Lataasha tanpa merasa bersalah. Sia-sia semua usaha Beteldha untuk meperingatkan nonanya. Samantha mendekati Lataasha. “Kamu tahu betapa cemasnya aku? Betapa diriku seperti orang gila mencarimu ke setiap sudut kastil ini. Jika aku tidak mengetahui sifat liarmu itu tentu aku sudah membuat gempar seisi Desa Star dengan mengirim seluruh pasukan untuk mencarimu,” ucap Samantha dingin.   Lataasha terpaksa mengakui dia telah melakukan kesalahan dengan pergi tanpa meninggalkan pesan kepada ibunya, serta tanpa pendamping. Biasanya Ibunya tidak akan semurka ini. “Maafkan aku Ibu. Aku terlalu terpesona dengan keindahan alam desa ini. Semakin aku berjalan semakin aku mencintai setiap keajaiban kecil yang kulihat.” Lataasha sengaja menyimpan cerita tentang taman bunga aster dari Ibunya. Bila ibunya sampai mengetahui, maka hilang harapannya untuk mengunjungi rumah mungil itu lagi.   Ibunya tersenyum, “Kamu mulai menyukai desa ini, bukankah awalnya kamu menolak keras ajakan menghadiri pesta dansa ini?” goda Samantha, melupakan emosinya tadi. “Aku tidak menyangka pesona desa ini begitu mengikatku.” Lataasha tersenyum melihat ibunya sudah tidak marah lagi. “Tapi sebagaimanapun kamu terpesona seharusnya kamu sadar, kamu tidak boleh pergi kemanapun tanpa pendamping. Ingat!” ucap Samantha tegas. Dan Lataasha hanya mengangguk pelan sambil menyembunyikan senyum kemenangannya. “Ganti pakaianmu, kita akan menghadiri pesta dansa malam ini.” Lataasha tidak berani mengelus atau menolak. Dia yakin ibunya akan semakin marah kalau dia mencari alasan untuk tidak hadir dalam acara malam ini. Sementara itu Samantha berbalik dan memberikan instruksi kepada para pelayan untuk mempersiapkan anak gadisnya.   ==   Pesta dansa malam itu sangatlah mewah. Aneka hidangan tersedia. Alunan musik menghantar tiap pasangan berdansa tanpa lelah. Lataasha terlalu bosan dengan acara nan megah ini, namun usahanya untuk kabur dari pengawasan ibunya belumlah berhasil.   Ketika Lataasha hendak melarikan diri ke taman, para tamu bertepuk tangan meriah menyambut tuan rumah. Lataasha terkejut. Dia baru mengetahui jika kastil besar ini adalah milik keluarga Earl of Glory saat para tamu menyambut earl muda itu dengan tepuk tangan meriah. Bukankah itu berarti Timothy yang mengundang mereka ke pesta ini? Apa yang sedang direncakan Earl of Glory dan ibunya? Lataasha berpikir keras.   Tapi kewaspadaaanya tidak berlangsung lama. Sejak Timothy muncul mau tidak mau Lataasha harus mengakui matanya selalu mengikuti kemanapun arah Timothy berada. Dia selalu menatap senyum yang terlukis sempurna itu. Menangkap tawa renyah earl muda yang melamarnya untuk pria lain. “Aku benci harus menunggu seperti ini,” rutuk Lataasha. Timothy mendekati Lataasha dengan senyum lembut yang melelehkan hati. “Lady Lataasha bolehkah aku berdansa denganmu?” Anggukan sopan serta tangan yang segera menerima ajakan Timothy menjadi jawaban dari Lataasha. Semua itu bukan karena Lataasha tidak ingin berbicara pada Timothy, mulutnya telah terkunci tak berdaya.   “Sebenarnya malam ini aku ingin mengenalkanmu kepada Pamanku. Sayang sekali dia tidak mau menghadiri pesta seperti ini. Mungkin esok pagi ketika sarapan kita dapat mengatur pertemuan kalian. Kamu, aku dan Pamanku. Dan tentu saja ibumu,” ucap Timothy. Lataasha mendengus. Wajah gembiranya seketika berubah. “Kamu masih berniat menjodohkanku dengan Pamanmu? Bukankah sudah kukatakan aku tidak ingin mengenal pria tua seperti pamanmu!” Lataasha kemudian mendapatkan ide. “Bagaimana denganmu saja?” Lataasha sudah malas berbasa basi. Jika Timothy bisa melamar dirinya untuk sang paman. Maka tidak ada salahnya jika dia yang melamar Timothy.   Timothy terkejut dengan ucapan Lataasha, namun dia dengan cepat mengendalikan diri. “Aku rasa, kamu lebih cocok dengan Pamanku. Lagipula sejak awal aku berburu di musim ini adalah untuk mencarikan pasangan yang tepat untuknya.” “Aku tidak berminat.” Lataasha bersyukur musik pengiring dansa telah selesai. Dia segera melesat pergi meninggalkan Timothy.   Timothy mendekati pilar besar yang dipasang kain berwarna hijau lembut. “Sudah kamu lihat gadis yang akan kulamar untukmu?” tanya Timothy pelan pada sebuah bayangan di balik pilar. “Gadis yang tidak punya sopan santun,” sahut suara itu. “Daniel! Ayolah, sejak kapan kamu mempermasalahkan tentang tata krama. Dia gadis baik-baik yang sangat sesuai denganmu.” Timothy mengambil segelas anggur ketika pelayan melintasi mereka. “Dia jelas-jelas tidak menginginkan perjodohan ini. Dia memilihmu Timothy. Gadis waras manapun tidak akan mau menerimaku.” Pria itu berjalan menjauh. “Dan ingat, panggil aku Paman Daniel. Walau usia kita tidak terpaut jauh, tapi aku masih berada dalam urutan sebagai paman,” ejek Daniel. “Sejak kapan kamu suka kupanggil sebagai paman, Paman Daniel?” balas Timothy. Mereka berdua terlalu dekat sehingga lebih seperti sahabat. Daniel tidak membalas. Namun langkahnya terhenti, kemudian berbalik. “Kamu menyukainya?” tanya Daniel pada Timothy sebelum pergi. “Dia manis dan menarik. Ceria dan cantik. Sedangkan aku membutuhkan gadis lemah lembut dan mengerti tentang buku-buku,” sahut Timothy. “Kamu tidak menyukainya, tapi memujinya setinggi langit, mencurigakan,” ucap Daniel lagi. “Kamu cemburu?’ tanya Timothy. Matanya sesekali mencari sosok Lataasha tanpa dia sadari. “Tidak! Aku hanya merasa gadis ini akan menjadi angin badai, bukanlah angin sepoi-sepoi,” ucap Daniel sambil melangkah pergi meninggalkan Timothy yang bertarung dengan suara hatinya sendiri.   ==
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD