Part 1 : Part 1. Lamaran.

1864 Words
Lataasha menatap hamparan bunga lavender dan mawar putih yang memenuhi setiap jengkal tanah di pulau Lavender. Dia tidak pernah menyangka ada pulau seindah ini. Dipenuhi dengan aneka bunga yang menawan hati serta harum semerbak dan yang terpenting ada begitu banyak cinta di sini.   Di depan pondok kecil di tengah-tengah ladang lavender berdiri sepasang pangantin yang tidak lain adalah Lionell dan Abigail. Lataasha harus tertawa ketika melihat betapa gugup abangnya ketika mengucapkan janji pernikahan, juga bagaimana tangan Lionell bergetar saat memasukkan cincin emas bertatahkan batu berwarna ungu dengan ukiran bunga di jari manis Abigail. Lataasha tidak percaya, Abangnya tercinta yang melarikan diri dari kewajiban menikah, yang terus menerus mengatakan bahwa pernikahan hanyalah omong kosong, yang bertunangan hanya karena terpaksa. Sekarang, ternyata pria itu menculik pengantin wanita di gereja di tengah-tengah acara pemberkatan pernikahan. Bukankah itu sebuah perubahan yang besar? Tapi, Lataasha ikut andil dalam penculikan yang romantis tersebut.   Tapi bila dipikir-pikir, bukan salah Lionell bila dia menolak menikah dengan Penelope, mantan tunangan yang dijodohkan oleh orang tua mereka. Penelope bukan wanita yang cocok mendampingi Lionell. Bahkan Lataasha baru mengetahui kalau Penelope tega membuang tunangannya sendiri ke lautan dengan tujuan membunuhnya, sehingga wanita menjijikkan itu dapat menikah dengan Duke of Marmalade. Yang lucunya, Penelope tidak lama mengecap menjadi seorang Duchess. Karena Duke of Marmalade meninggal tak lama setelah pernikahan tersebut.   Tidak hanya sampai disitu kelucuan yang terjadi. Penelope yang sibuk menyusun rencana dengan baik tersebut meski berakhir dengan kekacauan lebih besar tidak pernah memperkirakan kalau ternyata setelah suaminya, sang Duke of Marmalade meninggal, Lionell, mantan tunangan yang sengaja dibuangnya di tengah lautan, atau sang sepupu duke yang tak pernah diperhitungkan akhirnya menjadi Duke of Marmalade. Suatu kebetulan yang membahagiakan bagi Lataasha dan keluarganya. Tapi menjadi mimpi buruk bagi Penelope.   Setidaknya Lataasha akan berterima kasih pada Penelope karena semua rancangannya itu malah memberikan mereka keberuntungan. Serta membuat abangnya, Lionell, menemukan jodoh yang tepat, Abigail.   Sesungguhnya Lataasha iri dengan cinta yang diterima oleh Abigail. Dia memimpikan seorang pangeran tampan akan menjemputnya, menculiknya dari tangan penguasa yang jahat. Sejak kecil dia sering membaca buku dongeng tentang putri yang diselamatkan pangeran dari naga jahat. Dia tumbuh dan bermimpi seperti itu meski menurut ibunya tingkah laku dan gayanya makin lama semakin tidak mirip putri yang perlu diselamatkan. Bahkan Lionell selalu berkata kalau Lataasha lebih cocok menjadi naga yang menculik putri manis serta menyemburkan api ke pangeran tampan. Hanya saja setelah melihat Lionell dan Abigail, Lataasha kembali merasakan impiannya kembali muncul. Seorang pangeran tampan berkuda putih yang menjemputnya dengan penuh cinta. Tapi sepertinya semua hanyalah mimpi omong kosong yang tidak akan pernah terjadi padanya. Di mana dia dapat temukan cinta yang tulus?   ==   Sementara ibunya sibuk mengomeli dirinya tentang pernikahan Lataasha memilih untuk asyik merenung. “Tidak, kita tidak akan membicarakan ini!” Lataasha segera melarikan diri menuju barisan gadis-gadis yang bersiap untuk contredanse. Kembali Lataasha menatap Lionell dan Abigail yang begitu mesra berdansa.   “Lady,” suara lembut itu membuyarkan lamunan Lataasha. Lataasha menoleh untuk mengetahui siapa yang memanggilnya. Ternyata sang Earl muda yang membantunya ketika mereka di gereja. “My Lord,” ucap Lataasha sesuai dengan tata krama, walau dia sangat membenci tata krama. “Sepertinya Anda sedang larut dalam pikiran Anda.” Earl muda itu menuntun Lataasha menuju lantai dansa. Barisan gentleman dan lady telah bersiap memulai dansa. Lataasha mengikuti irama dan berdansa berpasangan dengan Earl muda tersebut.   “Perkenalkan, namaku Timothy. Aku Earl of Glory, senang berkenalan denganmu Lady Lataasha,” ucap Timothy dengan sopan. “Kamu tahu namaku?” tanya Lataasha tak percaya. Dia sedikit berbunga-bunga karena Timothy mengetahui tentang dirinya. “Aku mencari tahu tentang dirimu setelah pertemuan kita yang pertama di gereja,” aku Timothy. Lagi-lagi Lataasha harus berusaha tidak melompat kegirangan. Bagaimana tidak, seorang earl tampan berusaha mencari tahu tentang dirinya… bukankah itu sebuah pertanda yang baik!   Timothy adalah pria tampan yang sangat santun. Wajahnya yang lembut dengan kaca mata membuat dia semakin terkesan sangat berkelas. Tubuhnya tidak terlihat kekar namun memiliki bentuk yang sangat sempurna di mata Lataasha. Timothy tidak terlalu tinggi, dan itu memberi nilai tambah bagi Lataasha. Lataasha membenci pria yang terlalu tinggi. Dia harus mendongak untuk dapat berbicara dengan pria-pria seperti itu. Karena hal tersebutlah yang membuat Lataasha merasa pria tinggi memiliki kesan angkuh dan sombong–terkecuali Lionell, abangnya, tentunya.   “Aku ingin melamarmu!” ucap Timothy. “Apa?!!” Lataasha tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya. Bagaimana mungkin dia tidak berteriak, bila seorang earl tiba-tiba saja melamarmu. Mereka bahkan belum berkenalan lama. Lataasha juga belum mengenal lebih dekat sosok Timothy.   “Apa maksud Anda, My Lord?” Lataasha berusaha tidak terlalu menunjukkan betapa jantungnya berdegup kencang. Setiap mata menatap mereka ketika Lataasha berteriak dan berhenti di tengah-tengah jalannya dansa, sehingga membuat formasi dansa jadi sedikit kacau. Timothy segera mengambil tindakan. Dia membawa Lataasha menuju kursi. “Maafkan aku telah berbicara tiba-tiba, Lady Lataasha.” Timothy memberikan segelas minuman kepada lawan bicaranya. Dia kemudian melanjutkan ucapannya ketika melihat Lataasha sudah lebih tenang. “Maksudku, aku… ingin melamar dirimu—“ Belum selesai Timothy berbicara Lataasha sudah menyela. “My Lord, tapi kita baru saja bertemu. Aku harus memikirkan dahulu sebelum memberikan jawaban.” Timothy hanya tersenyum mendengar kepanikan dalam suara Lataasha. “Maukah kamu mendengarkan ucapan dahulu. Aku rasa ada sedikit kesalah pahaman,” ucap Timothy lembut. Lataasha menatap Timothy dan berusaha tenang.   Timothy tersenyum. “Aku tidak memintamu untuk langsung menjawab, kamu boleh memikirkan lamaran ini dahulu. Lagipula memang benar kata-katamu tadi My Lady. Kamu memang harus bertemu dan mengenal pria yang akan menjadi pasanganmu dahulu.” Mata Lataasha membelalak. Dia berteriak kesal, “Apa maksudnya? Mengapa aku harus bertemu dengan pria lain, sedangkan kamu yang melamarku?” setiap pasang mata menatap kehebohan kecil itu.   Samantha, ibu dari Lataasha yang kebetulan berada tidak jauh dari pasangan itu segera menghampiri. Dia mengiring keduanya menuju kamar kerja Lionell. “Sebenarnya ada apa? Aku mendengar tentang adanya lamaran? Bolehkah aku sedikit mendapat bocoran?” tanya Samantha lembut namun tegas.   “Maaf My Lady, sebenarnya aku sedang membicarakan mengenai lamaran dengan putri anda,” ucap Timothy. Wajah Samantha berubah cerah dan lebih bersahabat. “Anda seharusnya melalukan lamaran dengan resmi. Atau kalian telah mengenal satu sama lain dan ingin mendapatkan suasana romantis dengan lamaran kejutan seperti tadi?” Melihat wajah Lataasha yang cemberut, Samantha merasa cemas. Apakah putrinya dipermainkan Earl muda ini? Sebagai seorang ibu dia tidak akan pernah membiarkan putrinya dikecewakan. Dia memang mengharapkan Lataasha segera menikah, namun dia berharap pula dalam pernikahan tersebut ada cinta di dalamnya.   “Aku ingin melamar Lady Lataasha untuk pamanku, Daniel.” Baik Samantha maupun Lataasha tidak dapat berbicara, mereka terdiam sejenak sambil saling melempar pandangan. “Karena itu aku ingin meminta ijin kepada Lady Lataasha untuk meperkenalkan mereka dahulu. Bila Lady Lataasha merasa cocok, maka lamaran akan kami lanjutkan menuju ke pertunangan.” Penjelasan dari Timothy semakin membuat panas Lataasha. Bagaimana mungkin Earl muda itu melamar dirinya untuk sang paman?   “Jadi kau sama sekali tidak tertarik padaku?” tanya Lataasha yang langsung disambut dengan helaan nafas dari ibunya. “Lataasha, jaga sikapmu!” perintah Samantha tegas. “Untuk apa aku menjaga sikap jika Earl muda kita sama sekali tidak menjaga sikapnya juga,” sahut Lataasha galak. “Maaf jika membuat Anda salah paham. Sebenarnya sejak awal aku tidak sedang mencari pasangan. Aku memang mencari pasangan untuk pamanku,” ucap Timothy lagi.   “Aku tidak berminat dengan pamanmu. Dia pasti manusia gunung yang hatinya beku seperti es, wajahnya pasti seperti monster dan tidak memiliki kepribadian yang baik sehingga untuk mendapatkan calon istri dia harus meminta bantuan dari orang lain, dari keponakannya tersayang,” omel Lataasha dan Samantha hanya bisa mengurut d**a melihat kelakuan putrinya.   “Pamanku memang bukanlah pria yang berwajah terlalu tampan, tapi tubuhnya tinggi dan tegap. Dia seorang pria yang berpendidikan serta memiliki sejumlah aset yang besar,” ucap Timothy seakan tidak ingin Lataasha menjelekkan pamannya. “Cari saja wanita lain untuk pamanmu, aku tidak tertarik. Aku bisa mendapatkan pria yang sesuai dengan pilihanku sendiri. Permisi!” Lataasha bergegas keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Timoothy dan Ibunya.   “Maafkan sikap putriku. Dia masih terlalu muda.” Samantha meneguk teh dan kembali menatap Timothy. “Kalau boleh aku ingin membicarakan mengenai lamaranmu My Lord,” ucap Samantha.   ==   Desa Star   Kereta kuda melewati jalan setapak yang mulai menyempit. Di kanan-kiri jalan terdapat rumput-rumput yang menjadi pembatas  dan hamparan padang rumput. Ratusan domba terlihat sedang merumput, sementara beberapa kuda terlihat berusaha mengusir anak domba nakal yang keluar dari kumpulannya serta menganggu jam makan si kuda.   Lataasha masih termenung di dalam kereta kuda. Dia tidak habis pikir, untuk apa mereka repot-repot meninggalkan London diawal season. Dan kepergian mereka dari London yang jelas-jelas adalah ladang subur untuk berburu suami seperti yang sudah diharuskan ibunya menjadi tanda tanya besar. Mereka meninggalkan segala hinggar binggar kota besar itu untuk menghadiri pesta dansa yang diadakan seorang Earl di desa kecil dan sepi ini, bahkan dia yakin Ibunya pun tidak mengenal siapa Earl yang mengundang.   “Lataasha jangan bertopang dagu terus,” Samantha membetulkan letak topinya sambil terus menatap hamparan padang rumput. “Untuk apa kita pergi ke desa terpencil ini?’ tanya Lataasha kesekian kalinya. “Kita harus menghormati udangan dari Earl yang telah membantu ayahmu dulu,” sahut Samantha lagi.   “Sejak kapan Ayah mengenal seorang Earl dari desa Star?” tanya Lataasha curiga. “Ketika kamu belum lahir, bahkan saat itu ayahmu belum mengenal ibu.” Samantha tidak memperdulikan tatapan penuh selidik dari Lataasha. “Berjanjilah kamu akan bersikap sopan dan menjaga tutur katamu selama pesta dansa tersebut,” kembali Samantha menepuk telapak tangan anak gadisnya dengan lembut. “Baiklah ibuku tersayang. Aku akan mematuhi aturan yang kamu berikan. Tapi, tidak bila seseorang yang mulai berlaku tidak sopan padaku. Aku berjanji menjaga mulutku tapi tidak dengan tangan dan mataku ini.” Lataasha segera memberikan isyarat tidak mau berkompromi lagi dan segera menutup matanya berpura-pura tertidur. Samantha hanya dapat mengeleng pelan.   Samantha dan Lataasha tiba di Kastil Tujuh Bintang yang sangat megah dan luas. Desa Star tidak bisa dikatakan sebagai desa yang menyedihkan sebenarnya. Desa itu memiliki padang rumput yang luas, serta sudah cukup maju, walau letaknya cukup jauh dari London. Bentuk kastil itu tidak terlalu memikat Lataasha, tamannyalah yang menjadi daya tarik utama.   Taman indah dengan hamparan bunga dan rumput aneka warna yang dibentuk menjadi lingkaran tujuh bintang. Dan Lataasha tahu nama kastil itu diambil dari tujuh bintang di taman tersebut.   Lataasha menempati ruang di bagian barat kastil. Sebuah ruangan indah bernuansa biru lembut menyambutnya. “Ibu, aku ingin beristirahat dahulu sebelum turun untuk makan malam.” Samantha mengangguk pelan dan meninggalkan anaknya di kamar bersama para pelayan.   Lataasha menatap dari jendela kamarnya. Dia melihat seorang pria yang bertubuh tinggi kekar sedang memandikan kuda. Entah mengapa pemadangan tersebut sangat menyedot perhatian Lataasha. Dia memang sangat menyukai kuda. Dan pria tersebut memperlakukan kuda hitam itu dengan penuh kasih sayang.   Lataasha terus mengikuti setiap gerak gerik pria yang hanya dapat dia lihat dari punggungnya saja itu. Kemeja katun dan celana hitam selutut serta rambut panjang diikat asal, memberi kesan yang sangat kuat.  Tiba-tiba saja pria itu membalikkan badan dan menengadahkan, menatap ke arah jendela kamar Lataasha. Mata mereka bertemu untuk sesaat, sebelum Lataasha bersembunyi dan mengatur nafasnya.   Dia tidak pernah melihat wajah dan mata seperti itu, tidak pernah.   ==
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD