Pengganggu

1016 Words
"Tu-an …." "Apa yang kamu lakukan?" Kaizar terbangun karena sentuhan Nara mengusiknya. "Maaf, saya hanya mencoba mengobati ruam itu. Maafkan saya, ya, ini semua salah saya," racau Nara. Kaizar lekas membenarkan posisi, dia yang tadinya tiduran menjadi duduk bersandar di kepala ranjang. "Sudah, biar aku saja!" Kaizar meminta salep yang sedang dioleskan Nara padanya. Nara pun tak memiliki pilihan lain, dia memberikan salep itu, kemudian beranjak dari duduk. "Maafkan saya, ini karena saya menyentuh Tuan dengan sembarangan," sebelum Nara keluar dia mengulang permintaan maafnya. "Bukan salahmu," jawab Kaizar singkat. Setelah pintu kamar tertutup, dan Nara menghilang dari hadapannya. Kaizar tersenyum tipis. Lalu, dia meletakkan salep itu di nakas. Perlahan pria itu kembali merebahkan tubuhnya ke kasur, lalu tertidur kembali. Namun, dia tak bisa tertidur lagi. Kemudian, dia mencoba untuk mencari udara segar di balkon. Tepat saat keluar dari kamar, dia melihat Nara masih menonton TV di ruang tengah. Kaizar mendengkus saat melihat istrinya begitu berantakan. "Bisa-bisanya aku menikahi perempuan seperti dia," gumamnya. Nara pun menyadari jika Kaizar memperhatikannya. "Kenapa?" tanya Nara dengan mulut yang penuh dengan camilan. Kaizar semakin syok saat melihat Nara seperti itu. Tanpa menjawab Kaizar pun mencelos, dia melanjutkan niatnya untuk pergi ke balkon. Nara yang melihat suaminya gelisah dan agak berantakan oun menyusulnya dengan membawakan secangkir teh hangat. Sial dia salah memberi teh, yang harusnya teh camomile yang menangkan. Nara justru memberinya teh daun kelor yang entah sejak kapan ada di sana. Setelah meminum teh itu, semangat Kaizar tiba-tiba menggebu, apalagi saat melihat Nara yang mengenakan dres tidur yang tipis dan mengekspos kaki bagian atasnya yang mulus. Meski awalnya perempuan itu terlihat berantakan, tetapi sekarang justru terlihat sangat menggoda untuk Kaizar. "Kamu kasih aku minuman apa?" tanya Kaizar, dia semakin merasa tidak nyaman karena juniornya tiba-tiba terusik dan berdiri. "Saya enggak tahu, saya cuma seduhin yang ada di rak, kayaknya teh hadiah dari teman Anda, Tuan," jawab Nara dengan begitu polosnya. "Dari temanku? Dari Sean?" tebak Kaizar. Nara mengangguk, "Di sana ada tulisan, baik untuk diminum malam hari, jadi saya menyeduhnya untuk Anda." "Sialan! Malah udah abis lagi," pekim Kaizar. "Kenapa?" tanya Nara polos. Dia melihat Kaizar tidak baik-baik saja yang membuatnya khawatir. Nara pun mendekati Kaizar dan meraba-raba wajah pria itu, bermaksud untuk mengecek suhu tubuhnya. Namun, hal tersebut membuat Kaizar semakin tak karuan. Bersentuhan dengan Nara membuatnya semakin terpicu dan tak bisa menahan diri. Kaizar menarik tubuh Nara dalam pelukannya. Tanpa kendali lagi, dia mulai mencium Nara dengan napas yang memburu. "Tuan, apa yang terjadi?" tanya Nara dengan lembut. "Aku-a-ku menginginkanmu malam ini," ucap Kaizar. Nara tertegun sesaat, lalu dia mendorong tubuh Kaizar untuk menjauh dari pelukannya. "Ini enggak bener, kita hanya menikah dalam kontrak. Dan ini tidak bisa kita lakukan!" tolak Nara. Kaizar pun tersadar seketika itu pula, dia menyesali perlakuannya. "Maaf, Nara," ucap Kaizar. Nara mendengkus, lalu pergi begitu saja meninggalkan Kaizar yang masih berusaha mengendalikan hasratnya. "Argh! Apa yang aku lakukan? Sadar, Kai, sadar. Kamu nyaris mempertkosa Nara untuk kedua kalinya," rutuk Kaizar pada diri sendiri. Malam pun berlalu dengan cukup berat untuk Kaizar. * "Gara-gara kamu, aku jadi kesiangan!" omel Kaizar sembari mengenakan jas dan meraih tas kantor yang sudah disiapkan sejak semalam. "Kenapa jadi gara-gara saya?" protes Nara yang sedang menyiapkan sarapan untuk suaminya itu. "Ya, karena kamu enggak bangunin aku!" sembur Kaizar, dia memasang dasi dengan asal, bahkan rambutnya yang setengah basah itu masih berantakan. Nara menghampirinya dan membantu merapikan dasi pria itu. Dia juga merapikan rambut Kaizar. "Jangan sampai orang berkata, jika saya itu istri yang enggak bertanggung jawab," ujar Nara seraya memberikan sedikit sentuhan di rambut Kaizar. "Kamu juga enggak bertanggung jawab atas sesuatu yang terjadi padaku gara-gara teh itu," sambungnya, tetapi setengah berbisik. "Hah? Gimana?" tanya Nara. Kaizar tak mengulang perkataannya, dia berangkat begitu saja tanpa sarapan terlebih dulu. "Tuan, sarapannya!" Nara mencoba mengingatkan suaminya. "Tidak ada waktu!" sahut Kaizar. Bergegas, Nara membungkus sarapan yang sudah disiapkannya. Dia mengejar Kaizar ke parkiran. Beruntung, tak terlambat. "Jangan berlarian!" ketus Kaizar. "Makanya jangan buat aku mengejar Anda, pelankan langkah Anda," jawab Nara sembari tersenyum menggoda Kaizar. "Aku tidak memintamu untuk mengejarku," sahut Kaizar. Kemudian, dia menyalakan mesin mobil dan pergi dengan buru-buru. Nara pun melambaikan tangan. Dan Kaizar melihat itu dari spionnya. Dia tersenyum tipis lagi. * Saat meeting akan segera dilakukan, Kaizar merasakan sesuatu yang janggal. Benar saja, berkas yang seharusnya dibawa tertinggal di apartemen karena pagi tadi dia berangkat dengan terburu. "Sialan!" umpat Kaizar. Kaizar mencoba menelepon Nara, tetapi tidak mendapat jawaban. "Ke mana dia?" Kaizar bertanya-tanya sendiri. Kaizar pun mencoba menelepon Nara lagi, kali ini panggilannya terjawab. "Kenapa? Apa kamu begitu merindukan istrimu?" sahut Nara. "Kamu ini? Bisa enggak sih, bersikap serius dikit!" sembur Kaizar. "Ya, ya, ada apa Tuan Bos?" tanya Nara. "Aku ketinggalan berkas penting, antarkan untukku, cepat!" tukas Kaizar masih dengan nada ketus. "Enggak mau!" goda Nara. "Sial, ini sangat penting!" pekik Kaizar. "Kalau gitu ubah kalimat perintah itu dengan permintaan tolong, bisa, kan? Kalau enggak bisa, saya kasih contoh, Nara, saya minta tolong antarkan berkas yang tertinggal ke kantor, gitu," oceh Nara seraya menahan tawa. "Ekhm!" Kaizar pura-pura terbatuk, bahkan wajahnya tersipu. "Bisa tolong aku, antarkan berkas untukku," ucap Kaizar dengan nada sedikit terpaksa. "Ya, Tuan," jawab Nara, lalu dia bersiap mengetuk pintu ruangan Kaizar. Ternyata dia sudah berada di kantor. "Terima kasih, Sayang." Seketika ucapan itu membuat Nara tertegun dan menahan ketukan pintu itu. "Hah apa?" tanya Nara, berpura-pura tak mendengar hal tersebut. "Sudah lupakan!" ketus Kaizar. Tak lama kemudian, Nara langsung membuka pintu. Ucapan itu membuktikan jika Kaizar sedang tidak begitu sibuk di dalam sana. "Sama-sama, Sayang!" sahut Nara yang kini berdiri di ambang pintu dan tersenyum lebar ke arahnya. "Ka-mu, sejak kapan kamu di sana?" Kaizar tampak kaget melihat Nara sudah ada di sana. "Sejak tadi, jangan lupakan kalau aku ini bekas sekertarismu, Tuan," goda Nara, lekas dia menghampiri Kaizar dan meletakkan berkas dan bekal makan siang untuknya. Keduanya pun tertawa ringan, sampai akhirnya seseorang datang mengetuk pintu dan mengusik keduanya. Tak lama kemudian, seseorang yang tak asing datang. Dia diantar oleh staf administrasi. "Selamat siang, Tuan Kaizar, aku datang untuk interview untuk lowongan sekretaris pribadi yang Anda buka," ucap Kirana. "Kirana!" bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD