Banyu menyewa angkot untuk membawa Meera pulang. Di sepanjang perjalanan Meera memperhatikan tempat yang mereka lewati.
"Mami seperti tidak pernah melewati tempat ini saja?"
"Aku amnesia, kamu lupa itu!?"
"Panggil Papi atuh, Mi. Masa berkamu, aku."
"Aku sedang amnesia. Ingat itu!"
"Karena itu, Papi mengingatkan Mami. Untuk memanggil Papi, dan menyebut diri Mami sendiri, Mami."
"Dokter bilang, jangan memaksa aku untuk mengingat."
"Papi tidak memaksa, Papi hanya memberitahu apa yang menjadi kebiasaan kita, Sayang." Banyu mengusap lembut paha Meera. Meera menepiskan tangan Banyu, ia menggeser duduknya menjauhi Banyu.
Banyu hanya tersenyum melihat tingkah Meera.
"Anak-anak masih di sekolah. Tapi, mereka tahu kalau Mami pulang hari ini. Tadi malam, rumah sudah mereka bersihkan, dan rapikan. Jadi, Mami bisa langsung istirahat nanti. Biar Papi yang masak untuk kita makan siang."
Meera diam saja, karena berbagai pikiran tengah memenuhi benaknya.
Angkot yang disewa Banyu berhenti di depan sebuah rumah. Rumah kecil bercat biru muda. Dengan tumbuhan sayur di dalam pollybag berjajar rapi di pekarangan.
Banyu, membimbing lengan Meera saat turun dari angkot. Tampak beberapa orang mendekati mereka.
"Alhamdulillah, Teh Mira sudah sehat. Sepi tidak ada Teh Mira," ujar seorang ibu.
"Maaf Ibu-Ibu. Maminya anak-anak amnesia. Dia tidak ingat apa-apa."
"Ooh ... amnesia sementara atau selamanya, Kang Banyu?"
"Sementara, Bu. Doakan cepat pulih ya. Kami permisi masuk dulu. Maminya anak-anak masih harus banyak istirahat. Terima kasih atas perhatiannya."
"Oh iya, Kang Banyu."
Meera menatap rumah di hadapannya. Rumah sangat sederhana dengan cat berwarna biru muda.
"Ayo masuk, Mi." Banyu membuka pintu lebar, lalu melangkah masuk diikuti Meera.
Dua bingkai pigura dengan tulisan kaligrafi yang terpasang di dinding menyambut mereka.
Di ruangan itu tidak ada sofa, hanya ada karpet tipis yang terhampar di atas lantai. Dan rak kecil dengan televisi tabung 32' di atas rak tersebut.
Banyu meletakkan bawaannya di lantai. Ia tutup, dan kunci pintu.
"Ini kamar Rara." Banyu menunjuk pintu kamar, di depan pintu ada tulisan 'RARA'.
"Yang ini kamar Lala." Banyu menunjuk kamar di sebelah kamar Rara. Sama dengan kamar satunya, di pintu kamar ini juga ada tulisan nama si pemilik kamar.
"Ayo ke dalam, Mi. Kamar kita di belakang." Banyu meraih jemari Meera. Meera menarik tangannya.
"Jangan pegang-pegang ya."
"Ya Allah, Mami. Cuma dipegang begitu saja marah. Biasanya lebih dari itu juga tak apa-apa."
"Ingat ya, aku sedang amnesia!"
Banyu menghembuskan napasnya.
"Iya ...."
Banyu melangkah di depan Meera. Mereka menuju lebih ke dalam. Ternyata di dalam lebih luas dari ruang tamu.
"Ini kamar kecil," Banyu mendorong pintu kamar kecil. Terlihat closet jongkok berwarna biru, dan lantai serta sebagian dinding kamar mandi yang dikeramik warna biru juga.
'Cukup bersih,' batin Meera.
"Ini kamar mandi." Banyu membuka pintu di sebelah pintu kamar kecil.
Seperti di kamar kecil, semua serba berwarna biru. Tempat sabun, sampo, odol, dan sikat gigi tergantung rapi di dinding kamar mandi. Meera menatap lantai, dan sudut kamar mandi. Ia tidak menemukan kecoa atau tikus di sana. Meera menarik napas lega.
Di depan kamar mandi, ada meja yang di atasnya ada kompor gas dua tungku. Terlihat kompor tersambung dengan tabung gas berwarna pink.
Tempat pencucian piring tampak sangat bersih. Perabot makan tersusun rapi di rak piring yang ada di dekat pencucian piring.
Bumbu dapur juga tersusun rapi di samping kompor. Penilaian Meera, dapurnya bersih.
Di dalam dapur ada meja makan dengan empat kursi mengelilingi meja.
Meja makan diberi taplak kotak-kotak berwarna biru, dan dilapisi dengan plastik tebal terang. Ada dua toples plastik di atas meja, karena toplesnya terang, Meera bisa melihat isinya, satu berisi kerupuk, satu lagi berisi rempeyek.
"Kita kalau makan kadang di sini, kadang di depan televisi."
Banyu berjalan ke sudut ruangan, di mana ada rak berisi buku yang cukup besar, dan ada juga sekat ruangan dari rotan. Sehingga di sudut membentuk sebuah ruangan.
"Ini musholla, seadanya yang penting bisa buat sholat kita berempat."
Semua tertata rapi. Ada rak di sudut ruangan, di bagian bawah tampak perlengkapan sholat, di atasnya ada empat buah kitab suci.
Banyu ke luar dari sana, Meera terus mengikutinya. Banyu membuka pintu, di hadapan mereka terhampar kebun sayur yang berada di dalam pollybag. Semua tertata dengan rapi. Ada terong, tomat, dan berbagai macam cabe.
"Di sini tempat wudhu, di situ mencuci pakaian." Banyu menunjuk keran air yang dibawahnya ada bebatuan kecil. Juga menunjuk mesin cuci, dan rak jemuran.
Meera menatap ke atas. Ruang belakang ini tidak terlalu luas, hanya beratap setengahnya, itupun atapnya terbuat dari plastik terang, untuk menutupi bagian mesin cuci, dan tempat wudhu saja. Sisanya hanya memakai kawat saja. Dan di kawat itu menjalar tanaman gambas dan pare.
BERSAMBUNG