4

1550 Words
Pagi harinya Ona berangkat bersama dengan Nathan. Ia diantarkan sampai ke depan gerbang dan sekarang ini Nathan sudah pergi dari sekolahnya. Ona masuk ke dalam, ia pun tak lupa membawa Milo dan Oreo juga. Sekarang Ona sudah berjalan menuju ke kelasnya, ia hanya sendirian. Sebenarnya tadi Ona saat melewati parkiran mencari motor atau mobil Oreo tapi belum ada. Sepertinya Oreo belum berangkat sekolah. Tapi tak apa, lagi pula juga ia masih bisa bersama dengan Acha. Ia harap Acha sudah berangkat. Ona sudah berjalan lagi tapi beberapa kali ia juga tampak berhenti karena ia diajak mengobrol oleh beberapa orang. Ona itu memang friendly. Namun Ona tidak bisa tahu, mana yang benar-benar teman dan mana lawan yang sedang berakting menjadi teman. Ona sudah membedakan hal itu. "Ona, besok mau ke Caffe baru itu ga?" tanya Olive kepada Ona tersebut. "Aduh gimana ya Olive, Ona soalnya belum tanya juga sih sama A Nathan. Nanti dimarah lagi. Nanti tanya dulu deh ya." ujar Ona kepada Olive tersebut. "Okay deh Ona, jangan lupa ajak juga A Nathannya ya." ujar Olive itu. Ya, orang-orang semacam Olive ini mendekati Ona karena sesuatu. Olive sedari dulu memang menyukai Nathan, jadinya ia terus menerus mendekati Ona agar ia bisa dekat dengan Nathan. Beberapa saat itu berhasil untuk dirinya karena ia bisa bertemu dengan Nathan, tapi beberapa yang lain ia pun gagal total. "Oke siap. Kalo gitu Ona ke kelas dulu ya Olive." ujar Ona sembari berdada, Olive membalas hal itu. Ona pun sudah pergi dari depan kelas Olive. "Siapa sih itu tadi? Suaranya kenapa kayak gitu." ujar Orion dengan heran. "Hah? Oh tadi? Namanya Ona, itu loh yang dekat sama Oreo. Dia suaranya emang kayak gitu kali. Kayak anak kecil." ujar Olive yang sedikit terkejut karena datang-datang Orion langsung menanyakan hal tersebut. Sebenarnya Orion sudah duduk di balik tembok sana cukup lama. Tapi ya ia mengobrol dengan teman-temannya. Ia baru beranjak karena mendengar suara yang baginya sangat lucu. Makanya ia pun datang ke tapi ia sudah pergi. Ah lagi pula juga dirinya hanya penasaran saja dengan siap orang tersebut. Sekarang ini Ona sudah sampai di kelasnya, benar saja bahwa Acha sudah ada di kelas. Acha pun tampak tersenyum kepada Ona. Kini Ona masuk ke dalam kelas dan ia pun bercerita pada Acha bahwa dia akan pergi ke Caffe yang baru dibuka bersama dengan Olive dan teman-temannya tapi jika diijinkan. Karena memang beberapa kali Nathan tidak mengijinkan Ona pergi. "Ona yakin mau pergi?" tanya Acha karena ia tahu bahwa Olive sebenarnya hanya memanfaatkan Ona untuk bertemu dengan Nathan saja. "Yakin dong Ona. Tapi ya itu kalo dibolehkan sama A Nathan hehehe. Acha nanti juga ikut ya, kita berangkat bersama." ujar Ona dan Acha hanya mengangguk saja. Lagi pula juga belum tentu Nathan mengijikan Ona pergi. Saat ini hampir bel istirahat tapi Ona terus menerus melihat tempat Oreo yang ternyata belum terisi. Ona pun mulai khawatir karena sampai jam segini Oreo belum juga berangkat. Namun kekhawatirannya itu akhirnya selesai ketika Oreo datang bersama dengan teman-temannya. Ona langsung mendekati Oreo dan ia pun lagi-lagi memberikan s**u Milo dan biskuit Oreo. "Oreo kok baru aja sampai?" tanya Ona kepada Oreo yang saat ini sepertinya sedang emosi karena hal itu terlihat dari wajah Oreo yang merah. "Oreo kok ga jawab sih? Ona kan tanya?" tanya Ona lagi membuat Oreo merasa semakin kesal. Ia tadi sudah kesal karena seseorang yang menabrak ban belakang motornya tanpa tanggung jawab sama sekali dan sekarang di tambah kicauan Ona yang jujur saja selalu menganggu dirinya saat pagi hari. "Ore..." ujar Ona belum selesai berbicara tapi sudah di potong Oreo. "Ona, ga semua tanya Lo harus dijawab! Lo tanya terus tiap hari. Please Na, hari ini aja jangan ganggu gua." ujar Oreo membentak Ona membuat Ona terkejut. Acha pun juga kini terkejut pasalnya tadi malam mereka baru saja membahas tentang tidak membuat Ona merasa sedih, tapi sekarang Oreo malah melakukannya. Namun sepertinya memang Oreo sedang emosi. "Re, too much." ujar Putra kepada Oreo. Sementara Ona masih diam saja karena jujur saja ia sangat kaget dengan bentakan dari Oreo kepada dirinya. "Ona, sekarang mending Ona duduk dulu aja ya. Udah bel." ujar Zaki. Tapi Ona masih disana dengan mata yang berkaca-kaca. Tak lama saat Acha ingin menjemput Ona itu guru sudah datang memasuki kelas mereka. "Ada apa ini? Ona silakan kamu kembali ke tempat duduk kamu." ujar Guru tersebut dan Ona pun baru kembali ke tempatnya sekarang ini. Guru memulai pembelajaran pagi itu, tapi d**a Ona semakin terasa sesak saja karena ia tidak bisa melupakan bentakan dari Oreo tadi. Ona pun mengangkat tangannya sekarang. Acha melihat ke arah Ona yang masih angkat tangan. "Ona kenapa?" tanya Acha karena guru belum berbalik badan juga. "Kepala Ona pusing Acha, kayaknya Ona mau ke UKS aja deh." ujar Ona sembari tersenyum tapi tak bisa menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca. Acha tahu bahwa itu hanyalah alasan Ona, karena Ona ingin menangis. "Iya ada apa Ona?" tanya guru yang ada di depan sekarang ini. "Kepala saya pusing Bu, saya mau ijin ke UKS." ujar Ona kepada guru. "Baik Ona, Acha kamu antarkan Ona ke UKS ya." ujar guru tersebut. "Tidak usah Bu, saya bisa sendiri." ujar Ona sebelum Acah mengangguk dan menjawab guru. Kini, Ona pun keluar dari kelasnya. Ia sama sekali tak melihat wajah Oreo karena ia takut jika Oreo masih marah kepada dirinya. Ona sekarang sudah berada di depan UKS, tapi sepertinya ia tak mau disana. Ia pun berjalan lagi dan akhirnya ia masuk ke studio musik atau ruang musik yang ada di sekolahnya. Ruangan ini kedap suara jadi tidak ada yang bisa mendengar jika nanti ia menangis. Tapi semoga saja ia tidak secengeng itu. Jujur saja dadanya semakin sesak apalagi ia menahan tangisan juga. Ona itu rapuh, ia tak pernah mendapatkan bentakan dari siapa pun karena ia selalu dimanja oleh keluarganya. Meskipun bukan Mama dan Papanya sendiri karena mereka sudah ada di surga sana. Namun terkadang memang Ona tidak pernah merasakan ramai saat ia bersama dengan keluarga besarnya. Ia pun mendapat kasih sayang juga tidak setiap hari. Jadinya Ona selalu mencari perhatian dari seseorang yang ia pikir bisa membuat hatinya berwarna. Ia pikir, salah satu orang itu adalah Oreo. Sejak bertemu dengan Oreo, Ona memang sudah langsung jatuh cinta kepadanya. Apalagi saat ia tahu bahwa Nathan juga mengenal Oreo dengan baik. Oreo juga sangat baik kepadanya, ia selalu menurutinya meskipun ia tidak tahu apa alasan Oreo sampai sekarang. Yang pasti, Ona berharap bahwa alasannya adalah Oreo yang juga mencintai dirinya. Tapi apa itu mungkin? Pasalnya Ona sudah beberapa kali meminta Oreo jadi pacarnya tapi Oreo tidak pernah menjawabnya. Lalu kenapa Oreo selama ini selalu baik kepadanya? Ona benar-benar bingung pada cara berpikir dari Oreo tersebut. Tiba-tiba saja Ona teringat lagi bagaimana Oreo tadi membentaknya. Ini pertama kalinya Oreo melakukan itu kepada Ona. Ona tidak tahu sebenarnya Oreo kenapa sampai membentaknya seperti itu. Bahkan Ona sempat berpikir apakah ia ada salah pada Oreo. Namun ia terus menerus mengingat dan sama sekali tidak ada kesalahan apa pun. Atau mungkin ia saja yang tak tahu? Sementara itu, Oreo yang sekarang ini mengikuti pembelajaran menjadi tidak bisa fokus karena Ona tidak ada di kelas. Pasalnya Ona tidak ada di kelas karena dirinya, ia juga sebenarnya merasa sangat menyesal karena tadi ia baru sadar setelah Putra menyadarkannya. Ia tadi membentak Ona. "Makanya kalo Lo mau ngomong itu di filter dulu. Emosinya juga di jaga Re." ujar Putra kepada Oreo tapi Oreo masih diam saja karena ia bingung. Ona sekarang ini pergi ke grand piano yang ada di ruangan tersebut. Ia pun sekarang sudah memainkan piano tersebut. Sebenarnya ia tidak begitu handal memainkan piano tapi ia tahu beberapa instrumen. Ia pun memainkannya. Ia berpikir jika memainkan ini nanti akan membuatnya tidak sedih lagi, ia juga tidak mau menangis karena itu akan terlihat sangat jelek. "Mah, Pah Oma kangen. Mama sama Papa kenapa ga pernah muncul di mimpi Ona ya? Apa Mama sama Papa ga pernah sayang sama Ona?" tanya Ona yang sekarang ini sudah memikirkan kemana-mana. Ia memang rindu. Ona selesai memainkan sebuah lagu dan sekarang ini ia benar-benar lelah. Karena kelelahan, akhirnya Ona tidur dengan muka diatas grand piano itu. Ona masih tidur disana sekarang, lagi pula ia tak perlu memikirkan jika nanti ia akan diabsen alpa karena dirinya tadi sudah ijin pergi ke UKS juga. Sementara itu Orion sekarang sedang membolos dengan teman-temannya di gudang sebelah ruang musik. Ia tadi sekilas mendengar bahwa ada suara instrumen piano yang terdengar sangat indah. Orion penasaran, tapi ia juga terlalu mager untuk pergi mendekat ke arah instrumen tersebut. "Lo pada tadi denger ada suara piano ga sih?" tanya Orion tersebut. "Ga denger sih kita, atau karena kita dari tadi ngegame kali Yon. Jadi kita pada ga denger deh. Kalo Lo kan cuma nyenat sambil duduk." ujar Andra. "Iya sih." jawab Orion dan setelahnya Orion tidak memikirkan apa pun lagi. Ia tidak mau tahu juga, ia mencoba menghilangkan rasa penasarannya. Acha merasa sangat khawatir pada Ona, ia pun sekilas menatap ke arah Oreo. Jujur saja Acha merasa sangat kaget ketika tadi Oreo membentak Ona. Apalagi juga Ona langsung terlihat bergetar dengan mata berkaca-kaca. Acha hanya takut Ona sesak nafas karena menangis. Acha tidak bisa fokus juga. Gua ga bisa fokus karena Ona, pokoknya nanti pas istirahat gua harus banget langsung ke UKS. Gua ga bisa biarin aja sendirian juga disana. Batin Acha yang kini mencoba untuk fokus ke mata pelajaran yang dipelajari.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD