Ye Xuan menoleh ke Lan yang sepertinya masih mengalami syok di kursinya. "Lan, kau tidak memesan makanan?" Ia bertanya ke sahabatnya.
Lan di tempat duduknya masih mengatur napas.
Han terkikik geli. "Lan, kau ini bernapas ala yoga atau senam ibu hamil, sih?"
Lan melotot ke Han. "Ssshh! Diam, atau aku bawa Fei pergi dari sini..." Lalu matanya berganti pose memicing bagai para antagonis licik di sinetron.
Seketika, Han terdiam dan tidak berani memprovokasi Lan lagi. Lan tersenyum puas. Dia sangat mengetahui kelemahan dari Han, yaitu Fei.
Setelah menunggu beberapa saat, pesanan mereka bertiga pun datang. Lan sudah menentukan pesanan sebelumnya.
Mereka baru memulai makan ketika Tian mendekat ke meja mereka dan Lan membeku secara total ketika Tian benar-benar bergabung dengan meja mereka, duduk bersama ketiganya. Tidak tanggung-tanggung, dia membawa nasi dengan lauk rendang jengkol plus kerupuk udang dan berkata santai, "Ikut makan di sini, yah!"
Han hanya bisa memutar bola matanya pada kelakuan sang kakak. Dia sudah sangat terbiasa dengan tingkah nyentrik kakaknya, entah di rumah atau di belahan planet manapun. Tapi, dia tak yakin dua gadis yang bersamanya bisa tahan dengan kelakuan aneh Tian.
Ohh, mungkin pengecualian bagi Lan yang sangat mengidolakan Tian. Para fans sejati takkan pernah meributkan apa yang dilakukan para idolanya. Karena slogan: Idolaku, berhalaku... itu tampaknya bukan suatu hal yang aneh di jaman ini.
Namun, ternyata sikap Ye Xuan sama sekali tidak terganggu dengan menu eksentrik dari sang pemilik kafe unik ini. Mungkin jiwa dari kafe ini ditularkan dari jiwa pemiliknya.
"Kalian ada yang suka jengkol?" tanya Tian dengan mulut masih penuh. Mungkin bagi orang lain itu bukan merupakan tindakan kesopanan dalam adab makan, namun Lan justru berkedip-kedip terpesona seraya masih saja membatu.
Ye Xuan sampai harus menepuk-nepuk ringan lengan Lan agar tersadar kembali ke alam bumi. "Jengkol? Apa itu?" tanya Ye Xuan tampak penasaran. Bau dari menu yang dibawa Tian tampak menggelitik hidungnya. Itu dari bumbu rendang yang tajam dan menggoda.
"Kak, ayolah..." Han nyaris putus asa jika sang kakak mulai bertingkah ala alien planet lain.
"Seperti ini." Tian tidak menggubris permohonan adiknya dan malah menyodorkan sepotong jengkol berbalut bumbu rendang ke depan mulut Ye Xuan. Kebetulan mereka duduk berdekatan di meja berbentuk segi empat. "Ini namanya jengkol."
Ye Xuan secara refleks memundurkan kepalanya ke belakang.
"Kak!" Han mulai di ambang batasnya, berpikir setelah ini membawa dua temannya pergi dari sini. Ohh, mungkin cukup Fei saja, karena sepertinya Lan takkan sudi beranjak dari tempat ini.
Ye Xuan memiringkan kepalanya meneliti bentuk jengkol berbalut bumbu rendang di atas sendok yang disodorkan Tian. Lalu dia mengambil sumpit yang tersedia di antara sendok dan garpu di depannya dan menjepit jengkol itu karena rasa penasarannya.
Itu karena bau bumbu rendangnya sangat menggelitik saraf-saraf peka hidung Ye Xuan.
Tian terlihat tersenyum senang melihat Ye Xuan mengambil inisiatif untuk menjajal apa yang dia sodorkan. Ia menunggu hingga Ye Xuan memasukkan potongan sedang jengkol tersebut ke mulut dan mengunyah sebentar agar tercerna oleh indera perasa Ye Xuan.
Mata Ye Xuan membola ketika dia mengunyah beberapa kali. Jelas dia menampilkan ekspresi terkejut.
Han tidak kuat lagi dan berdiri. "Ayo, Fei. Kita pindah ke kafe lain saja. Lan biar di sini."
"Enak!" seru Ye Xuan meski tidak kencang berlebihan. Tapi itu jelas didengar ketiga orang di meja tersebut.
Senyum Tian makin lebar mendengar ucapan Ye Xuan. "Benar kah? Cocok? Suka?" Ia terlihat antusias memandang ke Ye Xuan yang meneruskan kunyahannya.
Ye Xuan mengangguk kecil beberapa kali. Kemudian usai menelan potongan jengkol itu, dia berkata, "Aku suka rasanya. Ada pahit-pahit hambar, tapi tidak terlalu pahit juga. Dan... pedas. Aku suka pedas, makanan pedas itu... lebih aku jadikan pilihan."
Tian langsung saja berteriak ke salah satu pegawainya yang terdekat, "Von, burger jengkol hot satu!"
"Owkeiii!" jawab gadis yang dipanggil Von.
Han terpaksa duduk kembali ke kursinya. Ia merasa sudah kalah. Ia tidak menyangka Fei akan menuruti kegilaan sang kakak. Ayolah... mana ada jengkol menjadi menu sajian di kafe? Hanya di Kafe Mantaph milik kakaknya saja yang ada. Meski dibuat penuh inovasi baru dari segi tampilan dan mixing dengan bahan lain yang lebih ngetrend.
Lan kembali dari kebekuannya dan berbisik ke sang sahabat. "Fei! Sejak kapan kau doyan makanan pahit dan pedas?" Ia sengaja menunduk diikuti Ye Xuan menunduk pula agar bisa mendengar apa yang dibisikkan gadis berkacamata itu.
Ya Xuan terdiam sejenak mencari jawaban yang masuk di akal. "Ahh... itu... aku... aku sedang mengganti seleraku saja. Kau tau, kan... aku... berusaha lebih sehat dengan mengurangi banyak makana manis, seperti biasanya." Ia pun menemukan jawaban yang terdengar jitu dan alami. Dari ucapan Lan, Ye Xuan bisa menebak Fei menyukai makanan manis.
Han pun sama herannya dengan Lan. Meski Han tidak sering bisa berdekatan dengan Fei, tapi dia jelas mengetahui apa-apa saja yang menjadi kegemaran Fei dari Lan. Dan ini sungguh seperti bukan Fei. Tapi dia segera berpikiran positif dengan mengiyakan tutur Ye Xuan tadi, bahwa gadis seksi itu ingin hidup lebih sehat dengan mengurangi makanan manis. Oke.
Burger Jengkol Hot pun sudah datang. Rotinya masih terasa hangat dan patty yang biasanya terbuat dari daging cincang yang dipadatkan menjadi bundar, kini terbuat dari jengkol cincang yang dipadatkan mirip patty pada umumnya. Itu masih ditambah dengan lelehan saus cabai beserta bumbu rendang pedas di sekujur samping burger.
"Nah..." Tian menyodorkan piring dengan burger unik di atasnya ke hadapan Ye Xuan. "Cobalah ini. Menu temuanku sendiri. Kalau kau suka pedas dan suka rasa jengkol yang aduhai, maka kau pasti akan menyukai ini."
Lan meneguk ludahnya. Ia iri ingin menjerit sambil berkata: TIIIDAAAAKKKK!!!
Tapi Lan tak berdaya. Pertama, dia terlalu beku jika harus berbicara banyak pada Tian, apalagi untuk meminta sesuatu pada idolanya itu. Kedua, dia tidak menyukai jengkol demi apapun meski itu favorit Tian, tapi untuk urusan satu itu, Lan tidak bisa mentolerirnya.
Maka, Lan hanya bisa menampilkan wajah merana menyaksikan Fei berhasil membuat Tian tersenyum lebar. Ia terus bertanya-tanya dalam hati, apakah mulai sekarang dia harus mulai belajar menyukai makanan unik itu? Hanya agar dia mendapatkan pengakuan dari sang idola?
Lan meneguk ludah bagai menelan pasir ketika membayangkan potongan burger jengkol itu sedang berada di mulutnya. Entah apa yang terjadi jika dia yang memakan itu, bukannya Fei.