"Tuan Ye, sepertinya mereka akan memanggil polisi. Bagaimana?" Fei di ruang jiwa terdengar agak cemas jika menilik dari nada suaranya.
Ye Xuan mengerutkan dahi. "Polisi? Apa itu? Apakah sesuatu yang buruk?" Ia belum mempelajari mengenai hal-hal di luar kehidupan Feira.
"Polisi... itu tergantung apakah kau berbuat baik atau jahat." Fei memberikan jawaban yang mengakibatkan kedua alis Ye Xuan terangkat tinggi.
"Ahh! Apakah dia orang yang membantu warga?" Ye Xuan seperti memahami langsung. Kian lama dia berinteraksi dengan Fei, dia semakin mudah menyelam di memori Fei, semuanya.
"Benar. Itulah yang disebut polisi. Meski ada yang baik dan ada yang tidak." Fei melanjutkan.
Ye Xuan mengangguk-angguk paham. "Itu disebut Baohu-zhe. Pelindung warga. Dan, yah... memang mereka tidak selamanya putih, terkadang ada yang hitam, ada pula yang kelabu." Dia memberikan analog mengenai karakter para penjaga warga di jamannya, yang terkadang baik dan ada pula yang jahat, dan tidak sedikit yang oportunis.
"Tuan Ye, lalu... bagaimana andaikan Bibi Ru memanggil polisi atau apa tadi istilah milikmu, kemari?" Fei masih terdengar cemas di dalam sana. Ia tidak menyukai segala jenis huru-hara tak perlu. Ia suka suasana damai, meski jika itu artinya dia berkorban.
"Bukankah itu bagus?" Ye Xuan malah bersemangat.
"Apanya yang bagus dari kedatangan polisi, Tuan Ye?" Fei justru heran.
"Tentu saja bagus! Kita bisa melaporkan kejahatan keluarga pamanmu selama ini pada polisi. Biar saja mereka semua ditangkap dan dimasukkan ke sel bawah tanah agar tau rasa." Ye Xuan menyeringai sengit, masih jijik jika mengingat apa saja perbuatan jahat paman, bibi, dan anak mereka pada Fei.
Tidak termaafkan!
Bahkan Ye Xuan sudah merasa gatal ingin melenyapkan mereka bertiga, jika Fei tidak memohon dengan keras berulang-ulang.
Sering Ye Xuan merasa heran pada Feira. Kenapa gadis itu masih saja terdengar ketakutan pada keluarga sang bibi yang sudah begitu jahat padanya? Bukankah ini kesempatan bagi Fei untuk membalas dendam melalui Ye Xuan?
Namun, gadis itu justru menolak tawaran Ye Xuan untuk membunuh ketiga manusia laknat tersebut. Fei masih memiliki rasa kasih keluarga, tanpa perduli apakah keluarga bibinya merasakan hal yang sama pada Fei atau tidak.
Hati Fei terlalu halus dan juga... lemah. Ia lebih baik mengalah demi adanya perdamaian. Ia mengalah menderita semua sakit asalkan tidak ada konflik di rumah tersebut. Dan itulah yang menyebabkan Fei nekat mengiris pergelangan tangannya ketika dia sudah di ambang limit mengalahnya.
Ia rela bunuh diri ketimbang memberontak dan marah pada keluarga bibinya. Itulah Fei, gadis berperasaan sangat halus dan lemah.
Ye Xuan ingin mengubah itu. Ia ingin sedikit demi sedikit mengubah imej Fei menjadi sosok yang kuat dan tidak mudah digertak seenaknya seperti sebelumnya.
Fei hanya bisa menggeleng pelan saja mendengar ucapan Ye Xuan, karena dia tau, Ye Xuan pasti akan tetap melaksanakan apapun yang dia mau selama itu bukan sebuah pembunuhan. Fei sangat menolak keras hal itu.
Maka, tak heran ketika polisi sudah datang, mereka dengan mudah membuka pintu kamar Fei. Itu karena Ye Xuan sudah me-nonaktif-kan array penghalang yang dia buat sebelumnya, sehingga pihak luar bisa dengan mudah membukanya.
"Loh?! Ternyata ini bisa dibuka, kok!" Salah satu polisi yang datang jadi bingung. "Lalu, apa yang ingin kalian laporkan jika begini keadaannya?"
Ye Xuan yang memakai tubuh Fei segera maju mendekat ke orang-orang itu. "Tuan polisi, biarlah aku menggunakan kesempatan ini untuk melaporkan mereka semua."
Bibi Ru dan Paman San mendelik dengan mulut ternganga ketika keponakan mereka justru berkata ingin melaporkan mereka ke polisi.
"Fei! Apa maksudmu?!" pekik Bibi Ru, terkejut akan sikap berani keponakannya.
"Iya, Fei, kau ini kenapa? Kami mendatangkan bapak-bapak polisi kemari ini karena kami mengkhawatirkan kamu." Paman San terlihat cemas.
"Kalian sering menyiksaku." Ye Xuan dalam tubuh Fei menyahut disertai pandangan tajam ke Bibi Ru dan Paman San.
Dua orang polisi di sana tertegun. "Ada apa ini? Kenapa justru sekarang ada pelaporan siksaan?"
"Apakah Nona mengalami kekerasan dalam rumah tangga?" Polisi lainnya bertanya ke Fei.
Fei sudah hampir menjawab ketika Bibi Ru lekas memotong, "Fei, kau ini bicara apa, sih? Bagaimana mungkin kami menyiksamu? Kau adalah keponakan kami! Kami semua menyayangimu di sini! Iya, kan Pa?" Bibi Ru menyikut pinggang suaminya.
"I-iya! Tentu saja kami menyayangimu. Kau adalah permata kami, sudah kami anggap seperti putri kami sendiri." Paman San mengimbuhi.
Kedua polisi jadi bingung. Kemudian, salah satu bertanya ke Fei. "Nona, apa kau memiliki bukti kalau mereka melakukan tindakan kekerasan padamu?"
Ye Xuan mengangguk. “Buktinya ada di punggungku,” ujarnya.
Dua orang polisi itu jadi bingung, karena mereka tidak mungkin akan menggeledah tubuh Fei untuk melihat bukti tersebut. Oleh dari sebab itu, salah satu polisi memanggil seorang polwan untuk dating.
Sementara itu, Bibi Ru dan Paman San cemas sekaligus bingung. Mereka gelisah dan terus berjalan mondar-mandir tak jelas di ruangan tengah sembari menanti kedatangan polwan.
Ye Xuan menolak di bawa ke kantor polisi. Itulah kenapa dia bersikeras agar ada polisi wanita yang dating untuk memeriksa dia.
Paman San mendekati istrinya sambil berbisik, “Ru, apakah kau pernah memukul Fei di punggung?”
Bibi Ru mendekatkan mulut ke suaminya untuk berbisik pula. “Seingatku… aku tidak pernah memukul di sana. Atau pernah? Jikalau pernah, pasti itu sudah lama sekali, dan tentu saja sudah hilang lebamnya, kan?”
“Kau sungguh tidak pernah memukul di punggung Fei?” Paman San ingin kejelasan.
“Sudah kukatakan tidak pernah, laki-laki bodoh!” Bibi Ru berteriak tertahan hingga kedua polisi yang sedang duduk di dekat mereka sama-sama menoleh ke Bibi Ru.
Perempuan empat puluhan tahun itu lekas memberikan senyuman canggung pada kedua polisi.
Akhirnya polwan dating beserta sekotak peralatan periksa. “Aku akan memeriksa Nona di kamar, bias?” tanya polwan pada Ye Xuan.
Ye Xuan mengangguk. Berdua, mereka berjalan masuk ke kamar Fei lalu ditutup tanpa memperbolehkan siapapun masuk kecuali keduanya.
Di dalam kamar, Ye Xuan tidak ragu-ragu melepas bajunya di depan polwan dan memperlihatkan punggungnya.
Polwan itu tersentak kaget. Mulutnya dia tutup sebagai tanda keterkejutan. “Sebanyak ini?!” pekik polwan sambil menatap punggung Fei. Ia sampai tak tega untuk menyentuh semua lebam dan berbagai bekas luka di sana.
“Sudah kukatakan, mereka kerap menyiksaku. Dan beginilah.” Ye Xuan berlagak sedih. “Nona polisi, bahkan ini hanya sebagian kecil kejahatan yang mereka perbuat padaku.”
“Maksudmu, Nona?” Polwan itu makin penasaran. Itu karena dia tidak menyangka rumah tangga yang terlihat tentram dan nyaman ternyata menyembunyikan borok dengan adanya kekerasan pada seorang gadis muda.
“Aku juga mendapat perlakuan tidak menyenangkan.” Ye Xuan membiarkan polwan tadi memotret semua bekas luka di punggung Fei.
“Perlakuan tidak menyenangkan yang bagaimana yang Nona terima?” tanya polwan sembari terus memotret punggung sebagai bahan bukti.
“Aku… Aku diperkosa oleh Paman dan sepupuku. Hingga hamil.” Suara sengaja Ye Xuan buat lirih.
Polwan itu hamper menjatuhkan kamera di tangannya. “A-apa kau bilang barusan, Nona?”
-0-0-0-0-
Tak sampai satu jam, Ye Xuan dan polwan itu pun keluar dari kamar Fei. Wajah Ye Xuan sengaja tertunduk seolah dia sedang mengalami kesusahan yang teramat sangat.
Polwan itu memandang sengit ke Bibi Ru dan Paman San. Kemudian, dia berbisik sebentar ke polisi lain di situ. Lalu, berkata pada Bibi dan Paman, “Kalian harus kami bawa ke kantor polisi untuk pemeriksaan atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga.”
Bibi Ru dan Paman San berseru kaget. “Haaa?!”
“Tolong bawa mereka ke kantor untuk diproses,” kata polwan pada rekan-rekannya.
“Tunggu! Ini sebenarnya bagaimana kok aku dan suamiku justru didakwa melakukan kekerasan dalam rumah tangga?!” Bibi Ru tidak bersedia dibawa.
“Ini bukti yang saya lihat di punggung keponakan Anda berdua.” Polwan itu pun memperlihatkan foto-foto bekas luka di punggung Fei pada semua yang di sana.
“Astaga!” Salah satu polisi sampai termangu kaget.
“Apakah ini bekas luka sundutan rokok?” Rekannya menunjuk ke sebuah area di dalam foto.
“Dan ini… seperti bekas luka benda tajam.” Polwan itu menambahkan.
Bibi Ru dan Paman San sama-sama menggelengkan kepala, menyangkal. “Tidak! Aku tidak melakukan itu! Bohong! Aku tidak pernah memukul di punggung! Bahkan bagaimana bisa ada banyak luka di sana? Aku hanya memukul di lengan atau p****t!”
Semua polisi pun menoleh ke Bibi Ru. Wanita segera membekap mulutnya yang kacau barusan.
“Ada apa ini? Kenapa ada polisi?” Tiba-tiba, Yong datang dari luar dan heran dengan munculnya tiga polisi di rumah dia.
“Bawa juga dia!” seru polwan sambil menunjuk Yong. Dari sekali lihat, dia sudah paham Yong pasti putra Bibi Ru dan Paman San. Itu karena Ye Xuan mengatakan bahwa mereka hanya berempat saja di rumah itu dan tidak pernah ada tetangga yang datang berkunjung.
Ye Xuan tersenyum diam-diam tanpa ada yang mengetahui. Semua bekas luka itu dia sendiri yang menciptakan menggunakan sebuah array ilusi. Ia beruntung bisa mengulur waktu sebelum polwan datang untuk menempelkan array ilusi ke punggungnya, menciptakan sebuah gambaran banyak bekas luka di sana.
Ia sama sekali tidak ragu melakukan trik curang itu. Siapa suruh keluarga Bibi Ru sejahat itu pada Fei?