Happy Reading
***
“Felix Calling”
Jeff menggeser tombol hijau pada layar, ia memasukan kunci mobil ke saku celananya, ia juga sudah mematikan leptop. Ia letakan ponsel itu ke telinganya.
“Iya, Fel,” ucap Jeff, ia beranjak dari duduknya memandang gedung pencakar langit, bias cahaya matahari masuk ke dalam ruangannya. Ia menarik horden agar tidak terlalu silau.
“Gue sama Ray mau ke Excelso seperti biasa. Lo di mana?” Tanya Felix.
“Gue masih di office. Kayaknya hari ini nggak bisa, deh.”
“Kenapa? Tumben, biasa lo sering ngajakin.”
“Gue mau ketemu sama seseorang yang gue kenal di dating apps.”
Alis Felix terangkat, “Lo percaya dating apps?”
“Emangnya kenapa?”
“Ya, enggak kenapa-napa sih. Yudah deh gue pergi dulu ya. Kalau sukses dating nya cerita ke gue. Jangan lupa pakek kondom kalau mau having sex.”
Jeff mendengar itu lalu tertawa lo, “Parah lo.”
Jeff mematikan sambungan telfonnya, ia kembali menatap ke arah jam yang melingkar di tangannya menunjukan pukul 16.20 menit. Jeff menekan tombol hijau pada layar ponsel, ia menunggu beberapa detik hingga sang pemilik ponsel mengangkat panggilannya.
“Iya, halo,” ucap Vio, ia menatap penampilannya di cermin, ia dibantu oleh Emi mengoles makeup pada wajahnya.
“Hai, Sarah.”
“Iya, Jeff.”
“Jam lima kita bertemu di Sofia.”
“Iya, ini saya sudah mau siap-siap.”
“Terima kasih,” ucap Jeff.
Jeff mematikan sambungan telfonnya. Ia lalu keluar dari ruangannya, ia menatap Renata, ruangan sekretarisnya itu masih terang. Jeff melangkahkan kakinya menuju pintu utama, ia melewati koridor. Memandang beberapa karyawan yang masih stay di kubikel.
Jeff masuk ke dalam lift, ia menekan tombol lantai basement. Beberapa detik kemudian lift membawanya turun ke bawah. Ia penasaran seperti apa wanita bernama Sarah. Dirinya merupakan makhluk visual yang memiliki insting yang kuat mana wanita yang cantik atau tidak.
Pintu lift terbuka, Jeff menekan tombol central lock, ia melangkah menuju mobilnya. Jeff membuka hendel pintu, ia mendaratkan pantatnya di kursi, tidak lupa memasang sabuk pengaman. Setelah itu mobil meninggalkan area parkir, menuju Sofia. Ia tahu bahwa jam pulang kerja seperti ini, suasana jalan sedang macet-macetnya. Ia hanya perlu waktu setengah jam untuk lolos dari kemacetan ini.
****
“Tadi yang nelfon si Jeff?” Tanya Emi, ia menatap penampilan Viola yang sudah rapi, jarak officenya ke Sofia memang tidak terlalu jauh, hanya bisa ditempuh beberapa menit saja.
“Kantornya di mana?”
“Katanya di Mega Kuningan.”
“Enggak begitu jauh sih, kalau ketemuan di Sofia,” ucap Emi, merapikan alat makeup nya.
Jujur sebenarnya ia bukan tipe wanita seperti Vio yang senang bermain dating apps. Ia lebih suka bertemu dengan pria secara real life, dibanding dunia maya. Ia hanya lebih aware dengan dirinya sendiri. Namun ia tetap mendukung selalu sahabatnya ini. Ia tetap support penuh, karena mereka berdua di sini mengadu nasib di Jakarta.
“Sip. Udah beres, cantik parah sih lo,” ucap Emi, mengakui kecantikan Vio.
Walau dia selalu mengenakan soft makeup atau flawless. Makeup bold membuatnya terlihat semakin cantik dan sexy.
Menurutnya makeup natural memang menjadi favorite semua orang saat ini. Namun tidak ada salahnya tampil dengan makeup bold yang ia belajar dari beauty vlogger di youtube. Makeup seperti ini terkesan lebih berani, dramatis dan sangat sexy.
“Udah?”
“Iya, udah.”
Vio mengambil tasnya, ia menatap Emi yang juga mau pulang.
“Lo langsung pulang ke kost?” Tanya Vio kepada Emi, mereka melangkah keluar dari lobby.
“Iya, gue balik pakek gojek aja. Macet.”
“Yaudah lo hati-hati, have fun ya sama Jeff. Nakal boleh, asal jangan lupa pakek pengaman,” ucap Emi.
“Uh dasar.”
Emi melihat tukang gojek sudah menunggunya di depan dan sedangkan Viola menatap mobil taxi bluebird juga berada di sana yang sudah menantinya.
“Dah, Emi,” ucap Viola melambaikan tangan kepada sahabatnya, Ia menatap Emi berlari juga membalas lambaian tangannya.
Viola masuk ke dalam mobil, ia mendaratkan pantatnya di kursi.
“Ibu Viola, ya.”
“Iya, pak.”
“Ke Sofia ya, bu?”
“Iya, pak benar.”
Driverpun membawanya menuju Sofia, karena jarak kantornya dan Sofia tidak terlalu jauh dari tempat kerjanya. Viola menyandarkan punggungnya di kursi, ia menatap gedung-gedung pencakar langit. Ia ingat dulu pertama kali bekerja di sini. Ia suka sekali melewati trotoar sambil menatap gedung pencakar langit, sambil menuju halte Transjakarta.
Jujur sebenarnya ia lebih suka jalan kaki ketimbang naik kendaraan dulu, macet parahpun akan ia lalui, berjalan dengan para pekerja lainnya sambil menikmati angin sore menjelang malam. Lalu membeli makan malam untuk dibawa ke kost.
***
Beberapa menit kemudian, Jeff memarkir mobilnya di area parkiran Sofia at The Gunawarman. Yang letaknya di jalan Gunawarman Senopaty. Jeff mematikan mesin mobilnya, ia keluar dan menuju lobby. Ia pernah ke sini beberapa kali. Di undangan kedutaan Amerika untuk hubungan diplomatic memperkenalkan Indonesia Culinary Celebration.
Jeff di sambut hangat oleh security yang berjaga, ia menuju ke arah restoran. Di dalamnya layaknya kastil-kastil di Eropa. Suasananya sangat nyaman, ia masuk ke dalam dan server membawanya ke salah satu table di dekat jendela kaca yang terbentang.
Jeff melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 16.45 menit. ia datang lebih awal dari yang mereka janjikan. Ia memesan soup of the day, sweet corn ravioll, chicken confit, dan apple crumble. Ia juga memesan beer dingin. Setelah server mencatat pesanannya, serverpun meninggalkan table nya.
Ia melirik jam melirik jam melingkar di tangannya, sudah menunjukan pukul 16.55 menit, ia melihat server mengantarnya beer dingin untuknya. Ia tidak lupa mengucapkan terima kasih. Beberapa detik kemudian pandangannya lalu tertuju pada seorang wanita yang mengenakan dress berwarna putih tanpa lengan baru masuk.
Seketika reaksi otaknya menunjukan pergerakan yang mendorong perilaku implusif yang hanya dalam waktu mili detik, secara otomatis menyatakan bahwa dia lah Sarah. Ternyata aslinya dia jauh lebih cantik dari yang ia bayangkan sebelumnya.
Jeff berdiri secara reflek, menyambut kehadiran wanita itu. Pandangan mereka bertemu, ia memperhatikan wanita yang tersenyum kepadanya dan lalu mendekatinya. Ia membalas senyum itu dan mendekati Sarah.
Sementara di sisi lain, Viola tidak percaya ternyata pria yang mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung hingga siku itu adalah Jeff Sebastian yang asli. Jantungnya maraton luar biasa, pria itu jauh lebih tampan dari yang ia lihat di foto. Dia terlihat sangat sexy, tubuhnya tinggi, bahunya lebar, hidungnya mancung dan rahangnya tegas. Rambutnya tertata rapi, ia yakin dibalik kemeja putih itu terdapat otot bisep dan d**a yang bidang.
Oh Tuhan, apa yang harus ia lakukan terhadap pria yang benar-benar seorang CEO Tokopedio ini. Ia pikiri pria itu tukang tipu yang menyamar, namun ternyata ia salah. Dia benar-benar Jeff Sebastian yang ia lihat di google. Mereka orang yang sama dan ini nyata.
“Hai, saya Jeff Sebastian,” ucap Jeff mengulurkan tangannya kepada Sarah.
Viola berusaha setenang mungkin, ia membalas uluran tangan itu, “Saya Sarah,” ucap Viola, ia merasakan tangan hangat itu menyentuh kulitnya.
Mereka kembali menatap beberapa detik, ada getaran di hati keduanya,
“Senang berkenalan dengan anda,” ucap Jeff.
Jeff masih memperhatikan wanita itu, dia memuliki mata yang bening, hidung mancung, kulit putih dan tubuhnya tidak terlalu tinggi namun juga tidak pendek. Secara keseluruhan wanita itu merupakan tipe wanita idamanya. Dia dapat mencium aroma parfum bunga mawar putih yang manis dari tubuh wanita itu.
“Silahkan duduk,” ucap Jeff, lalu melepaskan tangannya.
“Terima kasih,” ucap Viola, ia lalu duduk di kursi berwarna biru. Kini mereka duduk saling berhadapan satu sama lin.
Ia melihat server sudah menyajikan makanan, ia yakin Jeff memesan makanan ini terlebih dahulu sebelum dirinya datang. Ia mengatur jantungnya yang sulit di atur, ia mencium aroma segar perpaduan hangatnya citrus, rempah dan woody. Ia yakin parfum itu dari parfum terbaik di kelasnya.
***