Makan Malam Dan....

1405 Words
"Kamu disini? Sama siapa?" tanya Sophi yang tadi memanggil Juna. "Sendiri, Kamu sama siapa?" "Aku barusan diantar David, tapi dia sudah pergi. Kamu mau belanja?" "Oh ... hanya mau lihat - lihat, Kamu mau ngapain?" Juna tidak mengaku mau belanja. "Aku mau membeli beberapa keperluan pribadi, mau ikut masuk?" tanya Sophi menunjuk ke arah area masuk supermarket. "Sure, aku juga tidak ada keperluan apa - apa." Mereka masuk menuju tempat masuk sambil mengambil trolley, Sophi memilih yang kecil karena dia hanya belanja sedikit. Juna dan Sophi melangkah masuk ke dalam supermarket yang ramai. Sophi melihat ke arah ponselnya, sepertinya dia mencatat keperluan yang akan dibelinya di sana, sementara Juna dengan santai mendorong trolley di sampingnya. Langkah pertama mereka menuju rak yang penuh dengan berbagai macam barang kebutuhan sehari-hari. Sophi dengan teliti melihat-lihat rak, mencari produk yang dia butuhkan yaitu pasta gigi. berjalan sedikit lagi mereka sudah pindah ke tempat produk yang berbeda, kali ini berhenti di bagian produk perawatan tubuh, Sophi menarik satu pak kapas dari rak, lalu didepannya lagi dia mengambil sabun pencuci wajah lalu dimasukkannya ke dalam trolley yang didorong Juna. Juna memperhatikan Sophi yang serius memilih barang - barangnya. Sambil berjalan, mereka berbincang ringan tentang aktivitas mereka sehari-hari. Juna sesekali mengomentari barang - barang yang dipajang di rak, membuat Sophi tertawa dengan candaan - candaan kecilnya. "Setelah ini kamu mau ke mana Soph?" "Pulang." "Sendiri?" "Ya, tadi David hanya menurunkan ku dan dia lanjut pergi." "Aku kira kalian akan pergi sama - sama." Sophi menggeleng, "Tadi jam empat dia menjemputku di The Bean, kami minum kopi sebentar di cafe sebelum dia mengantarkan ku kesini. Tadinya dia mau mengantarkanku pulang tapi aku ingin membeli ini," jelas Sophi sambil menunjuk barang belanjaannya yang hanya tiga macam ini. "Kalo gitu kamu tidak keberatan kan kalau aku mau ngajak kamu makan malam?" Sophi tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Kenapa ya setiap melihatku kamu selalu ingin mengajakku makan, apakah ketika kamu melihat wajah ku terlihat seperti restoran ya?" Juna tergelak. "Jujur saja," desak Sophi. "Bukan begitu. Aku baru saja gajian kemarin ... serius, jumlahnya lebih dari cukup dan aku sudah berniat mengajak kamu makan di resto yang mahal." "No, aku tidak mau. Simpan uang kamu itu, masih dua minggu lagi kamu gajian." "Ayo lah Soph, mentraktir kamu makan malam tidak akan membuatku bangkrut. Kebetulan malam ini kita sama - sama tidak ada acara. Tadinya aku berpikir akan mengajakmu makan siang, tapi ntah kapan karena aku sadar kalau aku tidak punya nomor teleponmu, mau janjian susah karena aku harus ke The Bean atau ke rumah kamu dulu." "O iya, kita tidak pernah bertukar nomor telepon, tapi kamu bisa meminta nomorku ke Ervin." "Aku tidak enak." "Biasa saja." "Kamu kan bilang sama dia kalau kita berteman, masa teman tidak menyimpan nomor telepon?" "Astaga ... kamu berpikir sejauh itu? Aku sangat yakin Ervin bahkan tidak sempat memikirkan hal itu!" "Ya ... ya..mungkin aku yang terlalu sensitif," aku Juna. "Jadi bagaimana, kamu mau kan?" tanyanya lagi. Sophi tidak langsung menjawab karena mereka sudah tiba di kasir dan Sophi harus segera membayar belanjaannya. Mereka keluar dari supermarket setelah Sophi memasukkan belanjaannya yang cuma tiga barang itu ke dalam tasnya, bukan di tas belanjaan. "Jadi bagaimana?" tanya Juna lagi. "Oke ... tapi kamu harus janji bahwa traktir mentraktir ini tidak akan ada lagi setelah ini." "Iyaaa," jawab Juna sambil tersenyum. Mereka kini menaiki lagi eskalator menuju lantai dasar. "Kamu punya ide mau makan dimana?" "Ya." "Jangan yang murah." Sophi sampai menoleh ke arah Juna,"Sombong sekali." Juna terkekeh. "Kalau aku membeli restonya baru boleh kamu bilang aku sombong, tapi kalau kita cuma memesan makanannya mana cocok dibilang sombong." "Ya terserahlah, kalau kamu mau membeli restonya juga tidak akan aku bilang kamu sombong, tapi aku akan membangunkanmu dari mimpi buruk itu." Kini Juna benar - benar tertawa ngakak, Sophi sedang meremehkannya. Mereka berjalan kaki sekitar tiga ratus meter, Sophi bertanya Juna mau makanan jenis apa, apakah western atau Asia. Juna membebaskan Sophi untuk memilih karena dia tidak punya ide sama sekali. Akhirnya Sophi memilih membawa Juna ke salah satu resto Jepang. Di depan pintu masuknya tersedia buku daftar menu, Sophi menanyakan ke Juna apakah dia mau makan di resto ini, Sophi menunjukkan menu dan juga daftar harganya, bukan apa - apa, dia khawatir Juna keberatan dengan harganya yang cukup mahal itu. "Kamu bisa makanan Jepang?" "Ya bisa." "Suka?" "Ya suka." "Kamu tidak keberatan dengan harganya?" tanya Sophi sambil menatap tajam mata Juna, kalau ada keraguan, dia akan segera mengajak Juna pindah ke tempat lain. "Ya, tidak apa - apa," jawab Juna santai. Mereka akhirnya masuk ke resto yang interiornya sangat 'Jepang ' ini. Sophi memesan beberapa makanan, lalu Juna menambahkannya. Kini mereka duduk berhadapan menunggu pesanan datang. "Maaf kalau tadi aku bertanya soal harga, bukan hendak meremehkan keuangan kamu, tapi aku khawatir saja makan malam ini akan menghabiskan uang yang baru kamu dapatkan kemarin." "Tidak apa - apa Soph, aku pintar berhemat, makan ditempat ini sesekali tidak akan membuat saldo ku di bank akan menjadi nol, tapi kalau itu sampai terjadi, mungkin aku akan kasbon di The Bean." Sophi tertawa. "Oke, sekarang sebaiknya kita tukaran nomor telepon supaya kalau kamu mau kasbon bisa menghubungiku dulu." Mereka berdua malah saling senyum geli dengan lelucon ini. "Coba aku lihat ponselmu," pinta Sophi. "Kenapa, ini ponsel biasa," elak Juna sambil membalikkan ponselnya dan memamerkan casing standar blok M emperan. "Mirip ponsel yang aku inginkan, coba lihat," desak Sophi. Juna pasrah, "Iya benar, ini ponsel yang aku idam - idamkan, aku menabung lama untuk ini, apakah di Indonesia murah?" "Iya murah, aku beli sama temanku, dia punya toko handphone." "Berapa?" "Berapa ya, aku beli ke dia cuma lima juta rupiah." "Berapa dollar Australi?" "Sekitar lima ratus." "Whattt? Kamu serius?' "Ya." "Kamu yakin ini asli?" "Katanya begitu. Tapi aku juga tidak tahu ya Soph, semoga saja temanku tidak menipuku. Tapi setahuku dia bisa dipercaya." "Apakah dia bisa mengirimkannya ke sini? Disini harganya di atas seribu lima ratus dollar ... apakah mungkin aku titip beli di sana?" "Bisa, nanti aku bilang ke temanku itu." "Aku titip uangnya ke kamu." "Ya gampang ... nanti saja, kan aku harus tanya temanku dulu, masih ada atau tidak." "Owh oke, David pasti kaget kalau aku ceritakan ini." "Uhm .. jangan ceritakan ke David, kalau nanti dia mau beli juga takutnya tidak bisa. Kita coba dulu untuk kamu dan tolong jangan bilang ke siapa - siapa." "Oke baiklah." Pembicaraan berakhir tepat disaat makanan pesanan mereka diantarkan. *** Sebagai seorang Pria sejati, tidak mungkin Juna membiarkan Sophi pulang sendiri ke rumahnya walau jelas - jelas Sophi bilang kalau dia sudah biasa dan perjalanan ke rumahnya aman, tapi Juna tidak akan membiarkannya. Juna tetap mengantarkan Sophi pulang. "Apakah bibi Lyn ada di rumah?" "Harusnya tidak ada, dia mau pergi ke pesta ulang tahun temannya." "Jadi kamu sendirian di rumah?" "Sekarang iya, tapi bibi Lyn pasti pulang, jam berapapun itu di pasti pulang." Mereka masih menyusuri jalan di komplek perumahan Sophi setelah turun dari bis tadi, sekarang smbaru jam tujuh malam, Juna saja merinding melihat sepinya komplek perumahan ini, padahal tidak ada suara jangkrik. Seperti biasa, Sophi membuka pintu rumahnya dengan kunci sendiri. "Kamu mau masuk dulu?" "Boleh?" "Ya tentu saja boleh." Sophi membuka lebar pintu rumahnya dan mempersilahkan Juna untuk masuk sementara itu dia menyusul di belakang Juna setelah mengunci pintu dan menyalakan beberapa lampu yang tadi mati. "Mau ngobrol di belakang? Kalau malam begini enak untuk duduk di luar." "Ya boleh." Sophi meletakkan tasnya diatas table island lalu dia menuju pintu belakang untuk membukanya. "Mau minum apa?" "Apa aja." Juna tidak menolak karena dia juga haus. Juna duduk di salah satu sofa dua dudukan di teras belakang. Ternyata yang dimaksud Sophi indah itu adalah lampu kelap - kelip yang dipasang diatas pohon. "Aku sering duduk sendiri disini, khususnya malam," ucap Sophi yang tiba - tiba muncul di pintu belakang sambil menyodorkan kaleng minuman soda. Dia duduk satu sofa dengan Juna karena memang tempat ini lega walau diduduki berdua. "Disini tidak ada nyamuk ya?" "Tidak ada." Juna menghirup nafas ..."Disini bernafas seperti tidak ada halangan, udaranya segar tidak ada polusi." "Hmm." Mereka ngobrol sekitar setengah jam. Kalau saja Sophi tidak mengingatkan kalau jadwal bis terakhir setengah jam lagi, mungkin Juna masih enggan berdiri. Saat mereka berdiri itu lah sesuatu terjadi. Ternyata yang namanya setan itu ada dimana - mana, bahkan sampai ke australia, buktinya sekarang dia berhasil membujuk Juna untuk mencium Sophi dan ... Sophi pun membalasnya. "Oh My God!" Teriakan bibi Lyn membuat keduanya tersentak kaget.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD