Juna sudah menerima gaji dua mingguan pertamanya hasil bekerja di Burger's kitchen. Rekeningnya pun terisi dengan transferan gaji yang jumlahnya tidak genap lagi dari yang seharusnya yaitu seribu dua ratus dollar karena dipotong pajak, tapi nyatanya uang segitu tetap bisa membuat seorang Arjuna Pradana tersenyum. Akhirnya dia berhasil memiliki pendapatan pertamanya di negri orang tanpa memakai fasilitas orang tuanya, melainkan memakai fasilitas Sophia, Eh, apa kabar Sophi? Sudah satu minggu Juna tidak bertemu Sophi bahkan kabarnya, mereka memang tidak saling berkabar lagi sejak Juna mampir ke rumah Sophi minggu lalu, lagi pula Juna tidak memiliki nomor telepon gadis itu, malah Deina yang terus mengirimkannya pesan pendek ataupun telepon langsung, tapi jarang di responnya karena sudah cukup mengganggu.
Juna masih menyimpan keinginan untuk mentraktir Sophi, dia akan memakai gaji pertamanya ini untuk mengajak Sophi makan siang di resto yang lebih baik atau mungkin bisa dikatakan lebih mahal dari pada makan siang mereka sebelumnya yang cuma menghabiskan beberapa puluh dollar itu. Juna rasa cukup wajar kalau dia mengeluarkan uang lebih sebagai balasan kebaikan Sophi kepadanya, toh karena Sophi dia mendapatkan pekerjaan ini dengan mudahnya.
Sabtu sore ini rencananya Juna akan ke supermarket untuk membeli beberapa barang untuk kebutuhan pribadinya, termasuk sayur, buah, telur, roti untuk di simpan di kulkas bersama.
Juna memang tidak jago masak, tapi kalau membuat telur orak arik yang dimakan dengan sayur yang di cemplung - cemplung seperti memasak capcay dia bisa. Dulu saat dia kuliah, dia pernah diajarkan bi Mimi, istri mang Adang, memasak sayur ini, itupun sudah sangat lama sekali. Soal rasa, ya memang beda sih dengan buatan bi Mimi, tapi setidaknya masih bisa dimakan, apalagi sekarang dia ada disini, saat dia bosan dengan segala roti dan daging serta makanan minim bumbu lainnya, masakan seperti itu akan sangat membantu.
O ya, ternyata resto Indonesia bukan cuma Nelayan, dan jaraknya juga tidak jauh dari tempat Juna bekerja. Di resto itu ada ayam geprek, ada ketupat sayur, ada bakso dan lain - lain, tapi Juna tidak akan terus - terusan makan di resto, selain harus berhemat, dia juga malas harus berbelok lagi dari arah jalan pulangnya.
Di Melbourne ini dia hanya makan untuk hidup, tidak banyak yang memuaskan lidahnya tapi yang paling penting bisa mengenyangkan, bergizi dan tidak membuatnya sakit. Tidak seperti di Indonesia, dia makan terkadang bukan karena lapar, tapi memanjakan lidah atau mencoba resto - resto baru yang mungkin sedang happening tanpa peduli harga, pokoknya apapun resto yang didatanginya itu, sudah pasti yang membuat dia mengeluarkan uang tanpa perhitungan, blasss pokoknya.
"Morning bro... kamu bersiap mau pergi?" sapa Edie, teman satu lantai dengannya, tapi sekarang tampak Edie sedang duduk di ruang bawah, dia seperti baru bangun tidur.
"Aku mau belanja sedikit barang di supermarket, kamu sedang bosan di kamar, Ed?"
"Ya ... hari Sabtu yang membosankan, sekarang aku mau makan sesuatu tapi malas untuk memasak dan keluar, jadi aku memesan makanan melalui Uber eats."
"Uhm ... itu bagus, aku jalan dulu ya."
"Ya, hati - hati di jalan, jangan salah pulang."
"Tenang saja, aku sudah tahu jalan pulang ke sini."
"No, maksudku pulang ke rumah cewek, bercanda bro," ucap Edie sambil tertawa.
Juna ikut tertawa seperti Edie, ternyata bule gabut lucu juga.
"O kalau sampai itu terjadi, aku pasrah," jawab Juna sambil membuka pintu untuk keluar, " Bye, Ed."
"Bye."
Juna keluar dari tempat tinggalnya, dia memutuskan untuk jalan kaki saja karena matahari sudah tidak terlalu terik dan jalanan juga ramai pejalan kaki, ini masih setengah lima sore. Dia perlu waktu setengah jam menuju Mal terdekat yang ada supermarketnya, lumayan untuk sedikit olah raga, mungkin nanti pulangnya dia baru naik kendaraan umum.
Bicara soal olah raga, sudah cukup lama Juna tidak berolah raga, tepatnya sejak dua bulan yang lalu ketika dia sibuk mempersiapkan keberangkatannya ke Melbourne. Dia juga belum pernah mengunjungi Gym disini karena belum ada dalam list-nya. Di jakarta pun dia mendaftar jadi member gym hanya untuk pergaulan saja, teman - temannya rata - rata kan member Gym, ya Juna ikut - ikutan, padahal di rumah orangtuanya semua peralatan nge-gym lengkap, malah sudah macam mini gym di lantai tiga rumah mereka. Selain tempat gym, ada mini theater juga dengan layar super lebar untuk menonton film atau nobar pertandingan olahraga, ini biasanya dipakai oleh Juna dan teman - temannya.
Jalanan menuju pusat perbelanjaan cukup ramai, banyak muda mudi bahkan orangtua dengan anak - anak kecil mereka berlalu lalang. Kalau sudah begini Juna baru merasa sepi ditengah keramaian. Kalau yang ada dalam pikiran lebay Juna, cuma dia yang jalan kaki sendirian sedangkan yang lain ada temannya. Tapi ya salahnya sendiri, dari tadi siang dia sudah menonaktifkan ponselnya gara - gara takut di telpon oleh Deina, coba dia mengiyakan ajakan Deina, pasti sekarang dia ada temannya.
Setibanya di mal, Juna terkesan dengan kemegahan dan kebersihannya. Lampu - lampu terang menghiasi lorong-lorong, dan musik lembut terdengar dari speaker di langit - langit, menciptakan suasana yang menyenangkan. Baru kali ini dia mampir ke mal ini, biasanya dia cuma lewat di depannya karena tidak tahu juga mau beli apa disini. Ini dia niatkan mampir karena mau ke supermarket dan cuci mata, sekali - sekali malam mingguan di mal boleh kan? Namanya juga baru gajian.
Juna tidak langsung ke arah supermarket, dia malas nanti saat sedang berkeliling harus membawa barang - barang belanjaan walau jumlahnya tidak akan banyak.
Di Mal ini juga Juna bisa melihat banyak orang Indonesia, bisa saja mereka turis, pelajar atau pekerja sepertinya. Kalau weekend begini banyak orang main ke mal tentu saja karena mau healing sekaligus shopping.
Juna berkeliling tanpa tujuan. Dia hanya berjalan - jalan melihat - lihat toko - toko yang berjejer di sepanjang lorong mal. Ada toko pakaian, elektronik, buku, dan banyak lagi. Juna sempat mampir ke salah satu toko pakaian karena baju kaos yang dipajang di depan tokonya itu adalah baju kaos dengan warna favorit Juna, tapi akhirnya dia tidak jadi membelinya, cuma cuci mata saja karena ketika melihat tag harganya membuat dia langsung mengundurkan diri, masa seperempat gajinya dipakai untuk membeli selembar baju kaos? Terus dia harus berhemat sampai dua minggu yang akan datang? No way! Juna melipir, menjauh.
Mungkin begini ya orang - orang dengan keuangan pas - pas an, walaupun judulnya habis gajian tetap saja harus menahan diri ketika menginginkan sesuatu, batin Juna.
Ada satu lagi, Juna melewati toko sepatu, kali ini tidak sampai masuk karena sepatu yang dipajang sudah terlihat tag harga sepatunya, tidak seperti baju kaos tadi, jadi Juna hanya melewatinya saja tanpa mampir untuk melihat koleksi sepatu buatan lokal itu. Memang mengenaskan, sementara keluarga besarnya adalah pelanggan tetap beberapa butik merk - merk Paris diatas level sepatu tadi, dan di Melbourne dia hanya penikmat etalase toko.
Bosan berkeliling tanpa membeli apa - apa, Juna mampir ke booth tempat penjual Jus buah, dia mengantri di belakang dua orang sebelum memesan..
"One Apple juice, please."
"With sugar?"
"Tidak."
Juna langsung membayar tagihan lalu mencari tempat duduk untuk menunggu. Dia melihat di layar yang tersedia kalau dia harus menunggu sepuluh nomor lagi dan itu ternyata tidak terlalu lama, hanya lima menit jua apple pesanan Juna sudah ada di tangannya.
Sambil minum Jus, Juna memperhatikan orang-orang yang berlalu - lalang, ada yang bersama keluarga, ada yang bersama teman-teman, dan ada juga yang seperti dirinya yang terpaksa menikmati waktu sendiri.
Cuci mata sudah, minum jus sudah ... tidak ada lagi yang mau Juna kerjakan sekarang, dia akan ke supermarket untuk belanja lalu dia segera pulang ke kos - kosannya.
Juna tidak punya catatan belanjaan, dia hanya mengandalkan ingatan saja kebutuhan apa yang akan dia beli, lagi pula jumlahnya tidak sampai sepuluh item sepertinya, jadi sudah dipastikan dia tidak akan lupa.
Juna turun ke lantai bawah menggunakan eskalator dimana supermarket itu berada.
"Juna!"
Baru saja kakinya melangkah turun dari eskalator, seseorang memanggilnya dan membuat Juna menoleh. Bisa - bisanya ada orang yang mengenalnya disini.