Kesedihan Mama

1467 Words
Setelah menempuh perjalanan sekitar kurang lebih 40 menit, Mama dan Tuan Arion tiba di salah satu pemukiman warga yang tampak sederhana. Ini tidak seperti perumahan elit yang biasa Alexa dan keluarganya tempati, namun apa yang mereka lihat belum ada apa-apanya dengan kenyataan pahit hidup Alexa yang lainnya. "Nyonya, maaf. Sepertinya kendaraan kita tidak bisa masuk," kata supir pribadi Mama yang tampaknya sudah memahami medan di depan sana. "Jadi kita harus berjalan kaki?" "Iya, Nyonya. Lorong nya terlalu sempit," sambung supir pribadi Mama tersebut sambil terus memperhatikan jalan. "Ya sudah, kalau begitu Pak Ahyar menuggu di mobil saja karena kita tidak tahu bagaimana kondisi dan situasi masyarakat di sekitar sini!" "Baik, Tuan muda." "Mama siap?" "Iya, ayo!" Mama dan Tuan Arion langsung meniti jalanan yang tampak berlubang dan becek karena genangan beberapa kolam air akibat hujan semalaman. Ini pertama kalinya Mama menempuh jalan yang tidak bersahabat, sementara ia mengenakan high heel yang lancip pada bagian ujungnya hingga menyulitkan langkah. "Hati-hati dan berpeganglah pada tangan Arion, Ma!" "Iya, Sayang." Cukup jauh melangkah, Mama memutuskan untuk bertanya kepada salah satu toko yang beliau lihat di kiri jalan agar langkah mereka tidak sia-sia karena salah arah. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Ternyata warung yang menyediakan jasa air minum isi ulang tersebut berniat untuk mengantarkan galon pesanan Mayang. "Kalau saya boleh tahu, Ibu ini siapa ya? Apa tantenya Alexa? Soalnya saya tidak pernah melihat Ibu di sini." "Iya." "Kalau begitu, mari kita sama-sama berangkat ke rumah Alexa karena kebetulan Mayang memesan dua galon air mineral dan sekarung beras." "Apa keluarga Alexa biasa memesan bahan pokok seperti ini di toko Anda?" tanya Mama yang ingin terlihat ramah karena ia juga merasa terbantu saat ini. "Iya, Bu. Kebetulan ini kan hampir akhir bulan dan biasanya Alexa akan membayar semua kebutuhan mereka selama 1 bulan di awal bulan berikutnya," jelas pemilik toko berbentuk ruko yang cukup ramai isinya tersebut. "Maksud anda, berhutang?" tanya Nyonya Milea seakan ingin tahu kebenaran akan pikirannya sendiri. "Iya, benar. Selama ini Alexa juga tidak pernah terlambat untuk membayar, dia selalu bertanggung jawab. Makanya kami selalu memberikan apa yang ia butuhkan menjelang tanggal gajian. Alexa itu adalah perempuan yang hebat dan ia sudah menjadi panutan untuk putri saya yang selama ini selalu bermalas-malasan dan hanya duduk diam di rumah tanpa mau bekerja. Tapi sejak ia akrab dengan Alexa, Kinan putri saya sering membantu di toko kami dan hal itu membuat saya senang hati." "Begitu. Kalau boleh saya tahu, berapa jumlah hutang Alexa?" "Sebentar, Bu," kata pemilik toko seraya membuka buku catatan berukuran besar dan mulai menjumlahkan hutang milik Alexa. "Semuanya Rp. 785.500, -, Bu." Tak lama, Nyonya Milea langsung mengeluarkan sejumlah uang dari dalam dompetnya dan menyerahkan kepada pemilik toko tersebut. "Kalau begitu, saya yang akan membayarnya." "Ini banyak sekali jumlahnya, Bu." "Begini, anggap saja ini sebagai uang muka untuk kebutuhan Alexa dibulan selanjutnya." "Oh, begitu? Baiklah, kalau begitu akan saya catat disini. Saya rasa ini bisa untuk satu tahun ke depan." "Bagaimana kalau kita ke rumah Alexa sekarang?" "Tentu saja, mari." Perjalanan kembali dimulai, Tuan Arion tidak memunculkan sedikitpun kata dari bibirnya. Ia hanya memahami semua yang ia lihat untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada hidup Alexa saat ini. "Rumahnya di ujung blok sana, Bu. Itu rumah kontrakan yang sangat sederhana sekali, tapi setelah Alexa dan keluarganya tinggal disana, penampilan kontrakan tersebut lebih baik. Setidaknya lebih bersih dan rapi." Jadi, Alexa hanya tinggal disebut kontrakan? Tanya Tuan Arion sambil memicingkan matanya. Setibanya di depan rumah Alexa, mata Mama dan Tuan Arion terbelakak. Itu rumah dalam ukuran kecil, hanya satu pintu yang catnya sama sekali tidak rapi. Belum lagi lokasinya sangat buruk karena di bagian depan dan kiri rumah terdapat genangan air buangan kotor dari tetangga sekitar sehingga menimbulkan aroma yang tidak sedap. "Arion," ucap Mama dengan matanya yang mulai berair. "Mungkinkah kita salah rumah atau salah orang?" Namun Tuan Arion tidak mampu mengatakan apapun karena ia sendiri sama sekali tidak tahu. "Bagaimana kalau Ibu dan Mas nya bertemu dulu saja dengan Mayang atau ibunya untuk memastikan semuanya?" "Anda benar, baiklah." Pintu depan yang terbuat dari triplek diketuk perlahan. Itu pun terlihat bergetar karena sudah rapuh. Bahkan bagian sisi dekat kuncinya sudah terkelupas. Hal itu menambah miris hati Nyonya Milea. "Iya, sebentar," sahut seseorang dari dalam. "Galon, May." "Lah, kok Bapak yang ngantar. Biasanya juga Mas Rasyid." "Dia pulang cepat hati ini karena istrinya sedang sakit." "Oh, begitu. Letakkan disini saja, Pak. Nanti biar Mayang yang angkat ke dalam." "Iya. Mayang, ada yang mencari kalian." "Siapa?" "Silahkan, Bu." Kemudian Nyonya Milea dan Tuan Arion masuk ke dalam rumah tanpa kursi tersebut. "Eeemh, siapa ya?" Tampaknya Mayang lupa akan wajah Tuan Arion yang begitu gagah. Lagipula, ini sudah tiga tahun lamanya, jadi wajar saja jika Mayang melupakan wajah yang sering ia lihat bersama kakaknya, Alexa dulu. Saat itu, pemilik toko mulai cemas, ia takut Nyonya Milea berbohong bahwa mereka adalah saudara Alexa. "Kamu lupa dengan saya?" tanya Tuan Arion sambil membuka jas mewah miliknya. "Dulu, saya selalu membawakan kamu coklat ukuran besar, Mayang. Tapi sayang nya, hari ini saya tidak sempat membelikannya untukmu." Mayang terdiam seraya menatap wajah Tuan Arion dalam-dalam. Tak lama, Mayang tersenyum dan menyebut nama Tuan Arion dengan sangat jelas. "Iya, saya Arion." "Mas Arion kemana aja?" tanya Mayang dengan matanya yang berkaca-kaca. Saat itu, tampak sekali kerinduan di lensa kecil ciptakan Tuhan itu. Hanya saja, Mayang pasti takut untuk menyentuh pakaian mahal yang Tuan Arion kenakan. "Kemarilah!" ucap Tuan Arion sambil merentangkan kedua tangannya dan Mayang pun berjalan perlahan. Kemudian ia langsung memeluk sosok laki-laki yang terlihat baik di matanya tiga tahun yang lalu. "Syukurlah, kalau begitu saya pamit dulu," ucap pemilik toko yang tampak lega. "Iya, silahkan. Terimakasih ya, Pak," jawab Nyonya Milea sambil menarik air hidungnya. "Dimana mamamu, Mayang?" tanya Nyonya Milea sambil memegang kepala Mayang, sesaat setelah kepulangan pemilik toko. "Ada di dalam kamar, Nyonya," sahut Mayang karena saat ini ia sudah merasa sangat rendah diri. "Panggil saja, Mama!" "Iya, Ma." Setelah percakapan ringan tersebut, Mayang langsung membawa Nyonya Milea dan Tuan Arion masuk ke dalam kamar ukuran 3x3 yang hanya dilapisi kasur busa tipis di dalamnya. Hati Nyonya Milea semakin terenyuh saat melihat keadaan yang sangat memprihatinkan tersebut. Kemudian ia memegang tangan mamanya Alexa dan berusaha untuk berkomunikasi dengan seseorang yang ia kenali tersebut. "Erika," sapa Nyonya Milea dengan suara yang lembut dan bergetar. "Eeem," jawab Mama Erica yang terlihat tidak bisa bisa membuka mulutnya untuk berbicara dan bibirnya tampak miring tidak sesuai bentuk serta tempatnya. "Mayang, Mama kamu kenapa?" "Mama stroke semenjak kepergian Papa." "Ya Tuhan, Erika," ucap Nyonya Milea yang tiba-tiba terbayang bagaimana anggunnya seorang Erika dahulu. Bulir-bulir air mata Nyonya Milea terus berjatuhan. Ia tidak tahan lagi dengan apa yang beliau dapati. Ini adalah kenyataan yang buruk. Sementara Tuan Arion hanya mampu menelan air liur dan menahan rasa perih dibagian hidungnya. "Dimana Alexa?" "Kakak sedang bekerja di toko Danis cake and bakeri, Ma." "Jauh?" "Nggak, di lorong utama itu tinggal belok kanan sekitar 10 menit. Nanti lihat saja! Ada papan nama tokonya besar sekali." "Kamu sudah kelas berapa, Mayang?" "Tiga, Ma. Sebentar lagi mau lulusan. Kakak bilang, saya harus terus sekolah, tidak boleh seperti Kakak. Mayang harus sukses dan memiliki pekerjaan yang bagus serta bisa membanggakan Mama." "Aaa ... ." ucap Mama Erika yang hanya mampu dipahami oleh Mayang. "Mama bilang, Kak Alexa sangat hebat. Ia bekerja siang dan malam untuk kami." "Begitu ya? Kamu beruntung sekali, Erika. Kamu memiliki anak-anak yang sangat baik dan menyayangi kamu. Sebenarnya, kami kesini, untuk mencari dan bertemu dengan Alexa." Lalu Mama Erika memainkan alisnya ke atas seakan mengerti maksud dan tujuan dari Nyonya Milea. "Kalau begitu, apa perlu Mayang temani?" "Tidak, Mayang. Mama pasti bisa mencarinya. Itu tidak sulit. Kalau begitu, kami pamit dulu ya, Erika. Setelah ini, mungkin saya akan lebih sering berkunjung." Tuan Arion dan Mama serta Mayang berjalan ke arah luar. Saat itu, Nyonya Milea mengeluarkan sebuah amplop dengan sejumlah uang di dalamnya. Awalnya, uang itu untuk membayar gaji supir pribadinya. Namun karena genting, Nyonya Milea mendahulukan untuk memberi bantuan kepada Mayang dan keluarganya. "Apa ini, Ma?" "Hanya sedikit untuk membantu meringankan beban Kak Alexa." "Jangan, Ma," tolak Mayang sambil mendorong amplop ukuran besar dan cukup tebal tersebut. "Mayang takut, nanti Kak Alexa pasti marah." "Tidak akan marah kalau kamu bilang ini dari Mama. Sekarang, tutup pintunya karena kami akan segera menuju ke tempat Alexa bekerja." "Baik, Ma. Terimakasih." "Sama-sama. Ayo, Arion!" "Baik, Ma." Setelah keluar dari rumah Alexa, Mama terus menangis. Beliau tidak perduli dengan rasa malu karena dilihat oleh beberapa masyarakat sekitar. Sementara Tuan Arion berusaha untuk menyabarkan nya. Padahal perasaan Tuan Arion sendiri, sama sekali tidak baik. Bersambung. Bagaimana pertemuan antara Tuan Arion dan Alexa? Apakah semuanya akan berjalan sesuai dengan rencana sang Mama? Atau mungkin semuanya akan berakhir dengan rasa kecewa? Ikuti terus ceritanya ya. Happy Reading.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD