“Kapan ke Singapur, Mas?” tanya Hanania memecah jeda setelah pelukan mereka. “Mungkin satu atau dua minggu lagi.” Arafan sudah menyandarkan kepalanya di pundak Hanania. “Aku perlu ikut?” Hanania perempuan dengan banyak luka menganga itu menanyakan hal yang nyaris tidak perlu. Seolah menawarkan dirinya untuk kembali terluka. “Bagaimana kamu memandang tentang semua ini, Nin? Apa pendapatmu?” “Jika memang hanya untuk menyelamatkan perusahaan aku ingin berterusterang pada Daisha. Aku mau dia tahu kalau tidak boleh ada rasa di antara kalian berdua. Aku perlu mengonfirmasinya sendiri.” “Kenapa kamu berpikiran begitu? Kamu menduga Daisha suka sama aku?” Hanania mengangguk. “Bisa saja memang dia menyukaimu sejak awal. Jauh sebelum kita ketemu. Kalian sahabat lama, s