“Dia terhubung dengan perusahaan Arafan serta pekerjaanku. Hal-hal semacam itu.” Abbas jelas bisa menangkap pertanyaan Hanania yang tidak terlontar. Ia pun mengeluarkan ponselnya. Mengetuk layar itu lantas membuka galeri miliknya. Dengan cepat sebuah foto ia pilih, lalu menunjukkannya pada Hanania.
“Namanya Briyan. Saka Briyan Bramastya. Dia adalah salah satu personal asisten keluarga Pak Rajandra. Rekan bisnis serta investor utama perusahaan Arafan. Dia punya motif tersendiri mendekati kita. Untuk mempermudah urusannya.” Abbas mulai menjelaskan siapa foto laki-laki tersebut. Hanania memerhatikan dengan saksama.
“Pak Rajandra? Daisha bakery?” tanya Hanania. Ia bahkan pernah bertemu keluarga itu termasuk dengan Abbas. Jumpa pertama mereka di sebuah rumah mewah di Jakarta.
Abbas mengangguk. Akhirnya Hanania ingat momen itu. “Ya. Kita pernah bertemu dengan keluarga itu.”
“Lantas apa motif dia menghancurkan keluarga saya? Apa hubungannya Briyan dengan calon istri anda? Kenapa begitu?” Hanania sulit menerima penjelasan dari Abbas. Arafan jarang membahas masalah perusahaan dengannya.
“Boleh aku duduk?” tanya Abbas pada Hanania. Ingin lebih nyaman saat membahas hal itu. Dengan cepat perempuan itu mengangguk.
“Ini akan sulit dipahami serta akan sangat berat untuk dimaklumi. Namun, saat kita percaya akan ada jalan terbaik untuk terbebas dari jerat Briyan, kita pasti bisa.” Abbas bersiap membuka memori hidupnya yang ia coba tutup beberapa waktu.
Tak ada yang tahu jika motif Briyan datang ke keluarga Pak Rajandra adalah untuk meraup semua harta kekayaan keluarga itu. Pak Rajandra yang tuna wicara, juga Daisha yang terganggu kesehatan mentalnya membuat laki-laki itu mencoba memanfaatkan kondisi yang ada. Briyan tak lain tak bukan adalah adik dari mantan suami Daisha yang mendekam di penjara karena kasus penipuan yang ia lakukan. Balas dendam menjadi motif utamanya. Ia akan membalas siapa saja yang telah menjerumuskan kakaknya termasuk keluarga mantan kakak iparnya itu. Dengan menggunakan identitas baru, Briyan terus merangsek masuk hingga akhirnya menjadi personal asisten Daisha.
Abbas yang memang sudah seperti anak angkat bagi Pak Rajandra mencium niat buruk Briyan. Ia juga mengetahui siapa Briyan karena sebuah kepingan cerita yang ia temukan. Setelah mengetahui semua, Abbas berniat membongkar niat buruk Briyan pada Pak Rajandra. Namun, Briyan menggunakan Syara sebagai senjata. Setiap hari ancaman tentang keberlangsungan hidup Syara terus ia kirimkan pada Abbas. Hingga puncaknya Syara nyaris terlibat sebuah insiden kecelakaan. Tak hanya di situ, Briyan juga mencoba menjatuhkan reputasi Syara yang memang saat itu dekat dengan Arafan. Foto tentang kedekatan Syara dan Arafan sudah ada sejak lama. Hanya Briyan belum menunjukkan pada Abbas.
Semakin hari rencana Briyan untuk mengambil alih harta Pak Rajandra semakin sulit dilakukan. Karena semua perusahaan Pak Rajandra hampir terkoneksi dengan El Malik Company. Perusahaan yang dipimpin oleh Arafan. Hal itu membuat ia harus menyingkirkan dulu pria itu. Di tengah-tengah niatnya yang sudah bulat, ia menyadari Daisha semakin menunjukkan kesembuhan. Membuatnya harus lebih hati-hati dalam bertindak. Ia juga menyadari bibit perasaan yang ia punya untuk Daisha kian hari kian bertumbuh. Membuatnya sulit menyingkirkan perempuan yang usianya lebih tua darinya. Mantan istri kakak kandungnya. sendiri Cara terbaik mengambil harta Pak Rajandra tidak bisa ia lakukan. Ia hanya bisa menhancurkan satu per satu pemeran di lingkaran cerita yang ia buat. Tanpa bisa menghapusnya.
"Kurang lebih seperti itu. Briyan sedang menjadikanmu sebagai umpan untuk menjatuhkan Arafan."
Hanania sempat menahan napas. Mengetahui cerita yang dibawakan oleh Abbas. Terkadang seseorang bisa menjadi pemeran jahat di cerita orang lain. Arafan adalah suami yang sempurna untuk Hanania. Ia adalah pria baik di mata orang terdekatnya. Namun, tidak bagi Briyan. Hanania mencoba memahami penjelasan Abbas, meski terasa berat.
"Lantas apa yang harus saya lakukan?" tanya Hanania. Ia harus tahu apa yang bisa membantu suaminya agar tidak terjebak dalam permainan yang dimulai oleh Briyan.
"Cukup yakin dan percaya semua hanya rekayasa. Apapun yang akan tampak nanti, jika itu hal buruk mengenai suamimu, yakinlah itu hanya ulah Briyan. Laki-laki itu mencoba membuat cerita." Tentu hanya itu yang bisa Abbas lakukan. Ia sendiri belum menyusun strategi. Ia bahkan belum menceritakannya dengan Syara. Yang ia tahu melindungi keluarga Arafan jauh lebih bisa ia lakukan.
Hanania semakin ragu. Benarkah serumit itu jalan hidup pernikahannya? Memang dulu Arafan sempat berbuat salah. Ia bahkan masih menyimpan rasa sakit itu. Saat ini dengan cerita yang disajikan Abbas ia jelas tak bisa menyalahkan Arafan begitu saja.
"Apa laki-laki itu tidak akan melukai putriku? Apa dia benar-benar tidak akan berbuat hal aneh semacam menyelakai suamiku? Terlebih saat ini dia ada di sana." Hanania teringat akan ucapan Arafan. Makan malam dengan keluarga Pak Rajandra. Pikirannya tertuju pada keselamatan Arafan.
Abbas terdiam. Ia sendiri belum bisa memastikan. Namun, demi menjaga perasaan Hanania ia berkata, "Dengan penjagaan dan banyaknya tamu undangan, sepertinya sulit bagi Briyan melakukannya. Ia pasti tidak akan berani membuat kekacauan yang sampai merenggut keselamatan diri seseorang."
"Syukurlah kalau begitu. Aku sangat bersyukur, mengingat suamiku bilang akan pulang malam hari. Namun, ini sudah hari kedua dan ia tak kunjung memberi kabar." Hanania menangkupkan kedua tangan. Ia merasa sangat lega.
"Apa tidak ada orang yang bisa menjagamu di sini?” tanya Abbas menyadari keselamatan Hanania dan putri Arafan bisa saja terancam. Hanania menggeleng. Belum ada yang bisa ia mintai bantuan langsung.
“Jika tidak ada aku akan meminta Syara untuk berada di sini. Syara bisa menemanimu sementara waktu." Abbas harus melakukan banyak hal. Ia tak bisa menunggui Hanania dua puluh empat jam.
"Syara? Perempuan itu?" Hanania tak percaya. Abbas menawarkan hal gila. Mengingat siapa identitas Syara. Abbas mengangguk. Tak ada orang lain lagi selain Syara.
"Tidak perlu. Sebentar lagi Ibu dan adikku akan datang. Mereka sudah dalam perjalanan." Hanania menolak ide Abbas. Ia jelas tak bisa berada dekat dengan wanita itu. Arafan bahkan membeberkan semua masalah rumah tangganya pada Syara.
"Kamu yakin? Kita tidak tahu pasti apa rencana Briyan." Abbas mencoba menyakinkan Hanania. Namun, perempuan itu mengangguk. Ia sangat yakin dengan keputusannya dan tak akan pernah mau berhadapan langsung dengan Syara.
Ponsel Hanania bergetar. Menginterupsi obrolan Abbas dan Hanania. Isi pesan terlihat sedikit melalui notifikasi. Lagi-lagi foto yang dikirimkan lelaki tak dikenal. Abbas meliriknya. Ia bisa menerka apa foto yang belum terunduh itu. Dengan cepat Hanania membuka dan mengetuk gambar yang dikirimkan. Mata Hanania membelalak sempurna. Ia membekam mulutnya tak percaya. Lagi, air mata luruh membasahi pipinya.
Abbas menghela napas. Ia tahu kejadian semacam itu akan terjadi.
"Right? Seperti yang aku duga. Ingat itu semua hanya rekayasa." Abbas mengambil paksa ponsel Hanania. Sontak Hanania tak terima.
"Apa-apaan kamu!" ucapnya dengan mata yang tak lagi membulat. Ia tak bisa lagi menahan air mata yang sudah pasti akan jatuh sebentar lagi.
"Sesuai prediksi, Han. Briyan menyerang dengan cara yang sama. Dia menggunakan kamu sebagai kelemahan Arafan. Sama seperti saat dia memanfaatkan Syara." Abbas mencoba meyakinkan. Dengan cepat Hanania mengalihkan pandang. Ia tak mau menangis di hadapan Abbas.
"Aku tahu seperti apa perasaanmu. Terlebih kamu perempuan. Siapa yang hatinya tidak terluka saat mendapati orang terkasihnya tidur dengan orang lain. Mau itu asli atau rekayasa pasti akan mengguncang jiwa. Kamu tidak keliru, Han. Kamu memang harus menangis. Agar sesak itu tidak menyiksamu." Abbas meletakkan ponsel Hanania. Ia sedikit menjauhkannya. Mendengar ucapan Abbas membuat pertahanan diri Hanania runtuh. Tak bisa ia menghalau genangan air itu. Semakin hari raca cemburu itu kian menyiksa.
***