Arafan memilin kertas berisi rancangan strategi perusahaan yang baru saja di-print oleh Dimas. Ia kira sahabatnya itu sudah menyiapkan jauh-jauh waktu. Rupanya malah berbeda. “Sorry, sorry. Gue pikir tadi sempet sambil nunggu loe datang, ternyata enggak.” Arafan hanya bisa mendengkus kesal terlebih saat Abbas menggeleng beberapa kali ke arah mereka. “Gimana mau maju kalau kaya gini?” Abbas mengambil satu dari tangan Dimas lalu membukanya. “Heh, loe gak usah ikut campur, Bas,” protes Dimas. Abbas terkekeh. Ia melanjutkan menggunakan ponselnya untuk mencatat beberapa data dari lembaran yang diberikan oleh Dimas. “Loe yakin kita perlu bantuannya?” tanya Arafan saat Dimas mulai duduk di sofa dalam ruangan itu. Ia ma