10. Tabiat Jee

1591 Words
     Kacamata hitam yang Jee kenakan sudah terlepas saat memastikan pintu lobi sudah memperlihatkan Yoanna dan Thalita berjalan masuk. Jee tidak punya pikiran cerdas jika menyangkut masalah wanita yang satu itu. Dari pembatas jalan langkah Jee pun sudah terbilang sangat cepat begitu mendapati Yoanna akan memasuki lift. Sedikit berlari saat berada di pintu masuk, Jee bergerak lebih dan menyusupkan tangan ke sela-sela lengan Yoanna lalu menarik Yoanna keluar gedung.      Thalita yang tidak mengerti apa maksud dari semua ini, ia hanya mampu mengikuti arah Jee membawa Yoanna sampai ke area parkir.      "Itu mereka kenapa sih? Yoanna ada masalah apa sama Pak Jamie?" dugaan Thalita berlangsung. Ia berusaha menarik ponsel dari saku mantel.      Apa yang Thalita amati sebatas tahu jika Yoanna sudah berada di mobil Jee. Thalita pun menelpon Lucky agar tidak terjadi salah paham karena tahu jika Yoanna tidak hadir untuk pemotretan hari ini.      Sementara itu Yoanna memaksakan tenaga agar membuka pintu mobil dari dalam namun gagal. Jee sudah lebih dulu mengunci handle kemudian mobil berwarna merah segera melaju meninggalkan kantor cabang JE'O. Di sana Yoanna terus memukuli lengan Jee.      "Gila! Kamu ini gila atau apa sih? Aku bisa dipecat!" amarah Yoanna meledak.      "Heh! Kamu lupa siapa bosnya?"      "Nggak peduli! Aku nggak kerja sama kamu Jee! Lepasin." teriak Yoanna sengaja di telinga Jee.      "JE'O itu milikku! Jadi nggak perlu bertingkah, kecuali di atas tubuhku!"      s**t! Yoanna mengerjap karena ucapan Jee. Tangannya seketika enggan menyentuh lengan berbalut mantel cokelat. Manik mata Yoanna langsung mencari arah lain agar tatapannya tidak saling bertemu.      "Apa? Kenapa berhenti heh?! Aku suka kok kalau kamu agresif, masih sama kayak dulu itu menantang adrenalin. Jadi terus aja ngelawan biar aku tambah semangat bawa kamu pergi!" tutur Jee bukan sekedar alasan.      Tidak! Yoanna menutup kedua telinganya dengan telapak tangan. Tapi kecepatan mobil berhasil membuat Yoanna tersentak dan tangannya mencoba meraih sesuatu yang bisa dijadikan pertahanan.      Tidak lama, setelah argumen dan hanya deru mesin mobil yang terdengar. Jee berhasil membawa Yoanna ke rumah pribadinya, rasa semangat Jee semakin memuncak dan Jee memaksa agar Yoanna turun. Tapi sekali lagi. Wanita yang dinantikan selama 6 tahun itu menggeleng, tatapannya liar seolah tidak akan menuruti kemauan Jee.      "Kamu suka diseret atau digendong?" tawar menawar sebenarnya bukan sesuatu yang asyik untuk diucapkan, tetapi Jee mencoba sabar.      "Biarin aku pergi Jee!" Yoanna tidak akan menyerah untuk yang satu itu.      "Tidak, kamu pikir aku laki-laki yang mau nglepasin burung cantik kayak kamu? Ayo Yoanna, masuk! Nggak ada penawaran dua kali."      Tangan Yoanna melepas seat belt dan merubah posisi duduknya di depan stir mobil. Tapi karena mesin sudah terlanjur mati Yoanna perlu usaha menyalakan kembali meski tangannya gemetar. Sedikit memutar handle kunci yang masih melekat Yoanna berhasil menghidupkan mesin tapi Yoanna kalah cerdik karena Jee lebih gesit meraih pinggangnya. Memukul atau menjerit itu perbuatan percuma dan justru Yoanna sudah berada di pundak Jee.      Kaki dan tangan Yoanna melawan saat bangunan khas Eropa itu telah menampik rasa ketenangan. Yoanna terus berteriak sampai hampir kehilangan suara ia tidak peduli, bahkan Yoanna mengeraskan suara di telinga Jee tapi tetap usaha hanya pelengkap penderitaan Yoanna. Tidak lama Yoanna menghentikan aksi melawan tubuh yang sudah mengunci pergerakan, Yoanna tidak percaya dan kini lebih mengguncangkan tubuh karena Jee mulai membawa Yoanna lebih dalam memasuki area bawah tanah.      "Heh! Kamu mau bawa aku ke mana b******k?" rupanya suasana temaram berhasil mengecoh perhatian Yoanna.      "Udah diem," Jee meremas b****g indah Yoanna. "Kita cuma seneng-seneng aja di sini. Siapin aja gaya yang bisa buat aku gila!"      Apa? Yoanna kembali beraksi memberi perlawanan. "Nggak! Aku nggak mau, kamu itu sinting ya?"      "Ya."      Lalu semakin dalam keadaan lebih mencekam dari apa yang dibayangkan Yoanna mencoba cara lain dengan memohon. "Plis bebasin aku! Kita bisa kan ngomong baik-baik?"      "Nggak! Nggak bisa, aku udah kasih kamu kesempatan buat jawab tapi kamu emang keras kepala dan memilih aku berbuat kasar 'kan?" Jee hampir tertawa melihat wajah Yoanna frustasi dari pantulan cermin sebagai pembatas bangunan.      "J--jawaban apa?" Yoanna memastikan maksud Jee.      "Apa lagi kalau bukan tentang aku ngelamar kamu?"      Sial. "Tap--tapi..."      "Ah udah, nggak usah dibahas aku juga udah nggak berminat. Tapi kalau seneng-seneng itu bukan satu alasan kamu menolak!" jawab Jee seperti tidak ada kesalahan.      "Seneng-seneng apa maksud kamu Jee? Nggak usah macem-macem kamu! Aku bisa..."      Mulut Yoanna tidak berhasil menyelesaikan apa yang dimaksud. Yoanna semakin tidak mengerti dengan situasi ini, terutama bangunan yang sudah menunjukkan seisi ruangan. Sepi. Hanya ada Yoanna dan Jee.      "T--tempat apa ini?"      Jee mengacuhkan apa yang dipertanyakan Yoanna kecuali menjerumuskan Yoanna ke atas sofa empuk. Lalu Jee melepas mantel dan itu membuat Yoanna menerka yang tidak-tidak sampai benar jika Jee tidak melakukan hal berarti lagi, selain mengambil botol wine dari tempat penyimpanan.      "Aku ingin kamu tinggal di sini!" satu tuangan anggur belum cukup di dalam gelas sampai Jee mengulangi dua kali hingga separuh terisi.      Diam. Yoanna tentu tidak ingin mengonsumsi apa yang baru saja didengar, Yoanna hanya melakukan hal berarti seperti meneliti pesan chat dari Thalita dan Lucky. Lalu Yoanna berusaha tenang selagi Jee masih bersikap biasa.      "Kau dengar apa yang aku katakan?" ulang Jee dengan bahasanya.      "Denger."      "Terus?" Jee berharap Yoanna memberi jawaban.      Kedua bahu Yoanna terangkat. "Terus, aku pengen pulang dan kerja!"      Bunyi pecahan gelas seketika menyita kebisuan ruangan bawah tanah yang merupakan tempat pribadi Jee saat mengalami bosan dan ingin bersantai. Serpihan dan cairan merah di atas lantai sudah mengaduk-aduk pikiran Yoanna. ia mulai tidak karuan karena bisa saja Jee bertindak lebih gila dari apa yang diterka.       "Maaf, aku suka jadiin barang sebagai sasaran kalau aku marah." ucap Jee enteng dan mengambil lagi gelas yang masih bersih.      Posisi duduk Yoanna semula terlihat nyaman tetapi Yoanna bangkit ketika Jee mendekat. Namun menjauh saja tidak sanggup saat Jee menarik lengannya dan kini Yoanna berada di atas pangkuan Jee. Antara ingin lenyap dan merasai sentuhan tangan Jee di paha, Yoanna berpaling dari wajah tampan Jee.      "Kamu lebih suka beraksi atau..," Jee meraba sisi wajah tertutupi rambut yang tergerai. "Edukasi?"      Bisa saja Yoanna menjawab atau melawan tetapi rasanya semua usaha dimentahkan oleh Jee. Jadi selain diam dan memperhatikan tangan mencengkeram botol Yoanna meneliti arah sekitar.      "Tenang! Aku bukan kriminal, jadi nggak usah khawatir aku bunuh kamu. Tapi nggak yakin buat aku tahan berlama-lama sama kamu di sini Y."      "Plis biarin aku pergi Jee!" tanpa ingin menyerah atau menyerahkan semuanya Yoanna tetap ingin keluar dari ruang bawah tanah.      "Ya atau tidak?" bisik Jee kini mencakup d**a Yoanna.      Sontak Yoanna menampik tangan Jee dan menoleh. "Buat apa? Aku nggak ngerti."      "Menikah atau kamu tinggal di sini?"      "Um... Itu sama aja Jee. Bukan pilihan." tegas Yoanna berusaha bangkit.      Tangan Jee bukan menahan melalui pinggang. Jee mencengkeram kuat paha Yoanna. "Itu artinya kamu harus menikah dan tinggal di sini sama aku."      "Nggak! Nggak akan pernah!" tolak Yoanna memalingkan wajah.      Smirk itu mengoyak rasa sabar Yoanna. Ia memukul wajah Jee dan berupaya untuk bangkit. Tapi Yoanna kembali jatuh ke pangkuan Jee karena kakinya tersandung, hal yang tidak disengaja itu seketika membuat Jee berteriak. Yoanna terperangah saat dugaan Yoanna menuju ke bagian yang memang terkena tubuh Yoanna.     "s**t!" teriak Jee mendorong Yoanna. "Gila kamu!"      "M--maaf, aku... Nggak sengaja!" tangan Yoanna hampir membantu. Namun kini Yoanna sadar jika arah itu sangat diragukan, Yoanna melihat Jee mengusap bagian yang terlihat menonjol.      Bagi Yoanna ini kejadian paling sial. Sudah kehilangan jam kerja kini Yoanna memperburuk keadaan karena bisa saja Jee mengutuknya.      "Maafin aku! I--ini nggak disengaja, aku... Jatuh tadi."      "b******k, kamu pikir ini apa hah?!" jari telunjuk Jee mengacung ke bawah yang sebenarnya Jee tidak merasakan apapun. Ini semata Jee ingin membuat Yoanna merasa bersalah. "Ya maaf, aku kan nggak sengaja. Kalaupun aku pengen bikin kamu celaka mending aku tarik sekalian!" balas Yoanna terlihat bersemangat melihat Jee menderita. Karena jawaban Yoanna terdengar kejam, Jee mulai meluruhkan resleting. "A--apa yang mau kamu lakuin heh?" Yoanna terlihat cemas namun penasaran dengan tingkah Jee. "Loh apa? Aku cuma mau ngecek apa masa depanku ini masih oke atau enggak." Meski Jee telah membuktikan dengan membuka celana panjangnya, Yoanna sama sekali tidak terpengaruh atau membuktikan ketakutan. Justru Yoanna terdiam sambil berkacak pinggang. "Mana ada insiden tertimpa orang bisa bikin impoten? Nggak usah pura-pura, nggak lucu! Aku banyak kerjaan, nggak ada waktu buat ngeladeni orang sinting macem kamu!" tandas Yoanna sebenarnya ragu jika Jee berpura-pura. Yoanna masih menganggap Jee bersungguh-sungguh merasa kesakitan. Karena rasanya jawaban terakhir sudah cukup, Yoanna berbalik arah. Badannya membelakangi Jee, namun Yoanna tidak langsung bergegas pergi dan sempat menoleh sekilas. Bukan Jee jika keinginan tidak sepenuhnya terbayar. Jee bangkit dan menyeret Yoanna kembali di pelukannya, Jee meraih ujung rambut sebahu Yoanna. Menjerat helai itu dan genggaman dan Jee membuat ujung lembut rambut Yoanna menyapu kelopak matanya. "Memang nggak mungkin, lagian siapa yang bilang b****g kamu ini bikin impoten? Justru," Jee mendekatkan bibirnya ke pipi Yoanna. "Rasa yang nggak mungkin aku lupain gitu aja." Bukan merasa aneh. Justru hal yang biasa Yoanna dengar dari para lelaki yang dulu menyewanya sebagai penghibur di tempat bilyard, sangat berbeda saat mendengarnya dari Jee. Napas dan desiran dalam tubuh lebih hangat dan mencekam, Yoanna pun segera menampik rasa yang sudah membuat tenggorokan kering. Hanya tawa yang terdengar sampai batas pintu kaca ruang bawah tanah. Yoanna tidak mempunyai nyali lagi dan berlari sekuat tenaga untuk pergi dari rumah penuh kesenangan Jee. Sinting. Yoanna tidak pernah bertemu dengan satu pria mana pun yang segila Jee, menggila tentang naluri dan hasrat bagi Yoanna hal biasa. Namun Jee memiliki maksud sadis dan itu menakutkan bagi Yoanna. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD