Desire.

1023 Words
  Kami tenggelam dalam lautan gairah yang bergulung-gulung. Albert pria yang dominan, seberapa banyak pengalamannya dengan wanita akan menjadi misteri tersendiri selain identitasnya. Dia bersikap bossy dengan memberi perintah apa yang harus aku lakukan dan tanpa sadar aku menurut tanpa menimbulkan hal sepele seperti marah atau tertawa. Pria ini pantas mampu membuat wanita memuja Albert. Jantungku berdenyut sakit menantikan apa yang ia lakukan berikutnya padaku.   "Kau siap, Sayang? "   "Aku lebih dari siap. " Kami bertatapan. Mataku tidak ingin berpaling darinya sedikitpun. Waktu seakan menjadi musuh saat penantian terus berlangsung untuk mendapatkan kepuasan darinya.   "Kau jenius! "   Pria ini berhasil membuatku terus kehilangan diriku hanya karena tangannya. Aku tau dia tidak akan mengecewakanku.   "Tatap aku dengan mata hijaumu, Sayang. "   "Aku... Aku akan membencimu jika kau berhenti Albert. "   "Tidak, denganmu aku tidak bisa berhenti. "   Aku mengutuk waktuku yang menyia-nyiakan pria seksi ini demi pria bodoh seperti Jack. Aku bahkan membenci diriku sendiri yang lebih bodoh karena mengabaikan pria yang memiliki pahatan sempurna dan bisa membuat seniman menangis bahagia. . . .   Istilah cinta memang buta dan membuat orang menjadi bodoh memang tidak salah. Semua terbukti padaku. Sebagai obat penenang, efek Albert bertahan selama sesi percintaan. Aku memang melayang dan bahagia. Dia berhasil membawaku ke dalam gairahnya, berbahagia di atas ranjang dan menjadi liar. Aku akui itu. Tetapi setelah aku berada di bawah pria hebat yang luar biasa semua kembali ke awal ketika semua gairah selesai. Hatiku masih berdenyut sakit dan air mata kembali menetes menemani malamku menunggu pagi tiba. Hatiku masih tidak bisa menerima semua yang kulakukan sia-sia. Ini terlalu menyakitkan.   Aku menangis sendirian, tanpa diketahui Albert yang tengah tidur sambil memeluk tubuhku.   Tidak semudah itu melupakan Jack. Kami bersama sejak kecil dan aku melakukan banyak hal yang manis dengannya. Dari dulu ia menjadi pusat duniaku. Tujuan hidup yang aku yakini. Bagaimana mungkin aku bisa bertahan ketika segalanya tiba-tiba menghilang dariku.   Aku tidak baik-baik saja. Perasaan menyakitkan ini bisa membunuhku. Apa yang harus aku lakukan untuk menenangkan sakit di dadaku ini. Ke mana aku harus mencari orang untuk menyembuhkan hatiku yang teriris.   Aku seperti seonggok sampah yang tidak berguna setelah semua pengorbananku. Aku membenci hatiku yang lemah. . . .   Gerakan di ranjang membuatku terbangun. Wajahku pasti mengerikan setelah menangis semalaman. Itu cara yang bodoh untuk meratapi diri.   "Oh, sudah pagi. Selamat pagi pria seksi. Kulihat kau tidur nyenyak tadi malam. " Aku berkata namun belum membuka mataku. Mereka terasa berat. Inilah akibatnya dari menangis dan membuat mataku seperti kran air.   Ketika aku membuka mataku, tatapan iba Albert yang pertama kali menyambutku. Entah kenapa jika dihadapan pria ini aku menjadi malu. Seolah aku anak kecil yang ketahuan melakukan hal nakal.   "Kau menangis? " tanya Albert.   "Aku membutuhkannya Albert. Kau boleh menghinaku karena bodoh. " Aku menjawab dengan tidak sabar. Untuk kali ini aku tidak ingin seseorang mengaturku atau memberiku ceramah ketika mereka tidak bisa merasakan apa yang aku rasakan. Aku mungkin akan menjaga jarak dari Albert jika dia terlalu masuk dalam urusan pribadiku. Itu tidak sesuai dengan kesepakatan.   Semua pemikiran negatifku menghilang. Dia justru memelukku, menarikku ke dalam dadanya yang bidang dan kuat. Tempat dimana aku bisa kembali menangis untuk menumpahkan kesedihanku.   "Kau boleh menangis meski pria itu tidak pantas untuk kau tangisi. " Aku terisak. Pria ini selalu hangat seperti kemarin. Kali ini dia menunjukkan rasa pengertian yang manis. Itu membuatku merasa tidak sendiri.   "Kau benar, pria itu tidak pantas untuk aku tangisi. Tetapi mengapa air mataku mengalir ketika mengingatnya. Hik aku sama sekali tidak ingin memikirkan dia, namun bayangannya tidak mau lepas dari otakku. "   "Kau butuh waktu, berikan waktu pada dirimu untuk menerima semuanya. " Belum pernah aku bersyukur karena pria lain memelukku. Saat ini terjadi pengecualian karena Albert. Aku bersyukur Jack memilihnya untuk menjadi suami bayaran diantara pengangguran yang lain.   "Ini sulit, tapi aku akan berusaha. " Astaga, pasti mata sangat bengkak pagi ini. Suaraku juga tidak terdengar enak untuk didengar.   "Kau sudah selesai. Ayolah aku butuh dirimu di pagi hari. "   "Dasar m***m. "   "Setiap pria normal yang melihat wanita seksi tanpa busana pasti akan bereaksi sepertiku. Aku bukan pengecualian! "   Aku mendadak sangat kesal. Bayangan pria pengertian, bijaksana seolah melayang dalam sekejap. Lidahku seperti dicuri kucing.   Krauk.   A-apa yang kulakukan? Aku menggigit bahunya. Apa sebenarnya yang terjadi pada otakku. Mulutku bergerak begitu saja dan berhasil membawa korban.   "Oh."   "Hm, aku akan membalasmu. "   "Kyaa Albert pria sejati tidak bermain tangan!"   "Aku tidak bermain tangan, aku hanys bermain lidah dan gigiku. "   "Berhenti...! "   "Kyaa. "   Pagi yang awalnya aku merasa suram telah berubah menjadi sedikit menyenangkan namun konyol berkat Albert. Aku berusaha menghindar dari gigitannya namun justru berakhir dimakan habis olehnya.   Aku bisa melihat harapan untuk melupakan Jack saat bersamanya. Ku harap hal itu terjadi secepatnya hingga aku tidak sadar telah melupakan Jack.   Ranjang hotel ini kembali berderit dan memukul tembok hotel saat prosesi bercanda kami berubah menjadi percintaa. Aku bisa terbiasa dengan Albert ku harap dia tidak meninggalkan aku dan menemani hari-hariku kedepannya.   Soal Jack dan patah hatiku sudah menguap beberapa saat yang lalu ketika kami bermain saling menggigit. Yah meski bukan dalam arti yang sebenarnya.   Merrien Pov End.   Normal Pov.   Jack menatap langit dari balkon rumahnya. Dia menatap kosong hamparan bintang itu seolah sedang mencari sesuatu, lebih tepatnya jawaban atas pertanyaan yang mengganjal di hatinya.   'Apa yang terjadi padamu, Merrien? mengapa di pesta itu aku tidak melihat matamu yang menatapku penuh cinta seperti biasanya. '   Ada perasaan perih ketika ia melihat Merrien yang bermanja pada Albert. Meskipun Jack melakukan hal yang kejam pada Merrien namun wanita yang ia cintai adalah Merrien. Wanita yang ingin ia bahagiakan adalah Merrien.   Untuk itu dia harus berkorban, lagi pula semua demi Merrien.   "Jack, kau belum tidur? "   Jack tersenyum palsu pada Debora. Wanita ini terlalu mengatur hidupnya. Andai saja dia tidak membutuhkan uangnya sudah pasti ia akan meninggalkan Debora dari dulu.   "Aku belum mengantuk, tidurlah... kau besok bekerjakan? "   "Baiklah, tapi aku menginginkanmu. "   Inilah yang Jack benci dari semuanya. Dia sama sekali tidak b*******h meski Debora dalam kondisi telanjang. Jack harus mati-matian membuat dirinya mengeras. Cara yang cukup efektif adalah membayangkan Merrien tanpa busana.   "Baiklah ratuku, " jawabnya dengan nada menggoda. Inilah yang membuat Debora yakin jika Jack sangat mencintai nya.      Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD