03 - Setan Jail

1213 Words
Makan siang pesananku dan Ridho sudah datang. Dengan penuh semangat, Ridho menata makanan kami di atas meja. Aku melirik ke arah Lucy yang berlari kecil menghampiri Ridho. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku membayangkan apa yang akan Lucy lakukan setelah ini. "Bapak Arthur yang terhormat belum mau makan?" tanya Ridho setengah menggodaku. "Ayo makan sekarang! Aku udah nggak sabar mau kerjain dia," sambung Lucy sambil melambai-lambaikan tangannya ke arahku. Dasar setan kecil. Namun akhirnya aku menuruti perintahnya karena tak sabar melihat apa yang akan Lucy lakukan pada Ridho. Lucu juga setan itu. Aku pun segera menghampiri Ridho dan Lucy. Aku dan Ridho mulai membuka bungkus makanan kami bersama. Sementara Lucy menunggu dengan sangat antusias. "Dari aromanya menggoda banget kan, Bos Bro? Nggak salah nih aku pilih resto," oceh Ridho. Aku tersenyum miring. Coba kita lihat nanti, apa yang akan Ridho katakan setelah Lucy melancarkan aksinya. Dan benar saja, sebelum Ridho mulai menyeruput minumannya, Lucy sudah lebih dulu menyedotnya. Tapi ada yang aneh. Lucy tampak menikmati minuman itu. Tapi, kenapa isinya tidak berkurang sama sekali? Setelah itu, giliran Ridho yang minum. Aku memperhatikannya lamat-lamat sembari meminum minumanku sendiri. "Kok rasanya aneh? Kayak kurang gula. Tapi tehnya juga kurang kerasa. Kayak cuma es jeruk biasa dan nggak ada seger-segernya," komentar Ridho setelah mencicipi minumannya sendiri. Sementara aku memilih tak menanggapi. Fokus pada kegiatanku sendiri. Aku baru akan memakan suapan pertamaku. Namun, perutku sudah dibuat mual duluan melihat cara makan Lucy yang barbar. Dia memakan makanan Ridho tanpa sendok. Hanya dengan tangan kosong, dan tampak sangat lahap. Tunggu dulu! Ia bahkan belum cuci tangan tadi. Dasar jorok. "Kamu nggak cuci tangan dulu?" ceplosku. Ridho menatapku bingung. Ah benar juga. Ridho pasti mengira jika aku sedang bicara padanya, mengingat ia tidak bisa melihat dan merasakan keberadaan Lucy. "Aku kan pakai sendok. Jadi-" "Ya sudah sudah lupakan!" potongku. Lagian, aku tidak bicara padamu, bodoh! Tapi pada setan usil di sampingmu. Lucy menatapku dengan tatapan jailnya. Ia mengedikkan bahu kemudian kembali melahap makanan Ridho.. Aku memasukkan nasi ke dalam mulutku sambil memperhatikan ekspresi Ridho saat mengunyah makanannya. "Ternyata rasanya tidak seenak aromanya. Wah tipu-tipu ini resto!" geram Ridho. Lucy tampak tertawa melihat kekesalan Ridho. Bahkan, ia sampai tersedak. Dan hal itu berhasil membuatku tertawa. "Karma is real," ejekku. "Lah apa hubungannya sama karma?" bingung Ridho. Aku menghela napas panjang. Susah sekali bicara dengan Lucy saat ada orang lain. "Aku jadi ingat kata kakekku. Katanya, kalau aroma makanannya enak tapi rasanya biasa aja, kemungkinan itu penjualnya pakai pesugihan. Ngerti kan? Semacam minta bantuan sama makhluk halus itu buat-" "Ngaco kamu. Masih percaya aja sama yang begituan. Udah makan!" potongku. "Ish dibilangin nggak percaya," gumam Ridho. Tapi ngomong-ngomong, apa benar hanya aku yang bisa melihat Lucy? Melihat dari sikap Ridho sih, sepertinya ia benar-benar tidak menyadari keberadaan Lucy. Tapi, kenapa harus aku yang bisa melihatnya? Sejak kecil aku belum pernah mengalami hal seaneh ini. Melihat, bahkan berkomunikasi dengan hantu? Yang benar saja?! "Beneran nggak enak, kan? Kamu juga nggak habis, kan?" tanya Ridho. Mungkin ia mengira demikian karena melihat aku yang tiba-tiba melamun. "Punyaku enak aja sih," jawabku. Aku kembali menyantap makananku dengan khidmat. Membuat Ridho melongo memandangiku. "Seingatku, kamu sangat pilih-pilih dalam hal makanan. Standarmu sangat tinggi sampai-sampai kamu punya ahli masak sendiri di rumahmu. Kok-" Ridho menghentikan ucapannya saat aku memberikan sepotong daging ayamku ke atas piringnya. Ridho menyerit bingung. Astaga, begitu saja ia tidak paham? Sementara Lucy tertawa cekikikan. Aku memberinya kode agar tidak memakan makanan yang kuberikan pada Ridho barusan. Dan tampaknya ia langsung paham maksudku. Tampak dari tawanya yang terdengar semakin keras. Aku menunggu Ridho memakan daging yang kusodorkan padanya. Dan ekspresi berbinar langsung tampak pada wajahnya. "Gimana?" tanyaku. "Kok beda banget, ya? Punyaku hambar. Aneh banget deh rasanya. Ini enak. Serius ini enak. Nih cobain aja nih!" seru Ridho. Mencoba makanannya? Setelah aku melihat bagaimana bengisnya Lucy memakan makanan itu tadi? Membayangkannya saja rasanya perutku kembali mual. "Sudah. Aku cukup makan ini saja," tolakku. "Tapi serius rasanya sangat beda. Padahal kita memesan menu yang sama. Kok bisa, ya?" bingung Ridho. Ridho kembali bergerak. Ia membawa sendoknya ke atas sopku. Dan dengan kasar, aku menepisnya saat menyadari apa yang akan ia katakan. "Mau nyoba kuahnya dikit aja buat memastikan," pinta Ridho. "Tidak!" tegasku. Ridho menatap makanannya dengan pasrah. Mau tidak mau, ia harus memakan itu. Ia tidak mungkin memesan makanan lain karena waktu istirahat makan siang sudah tidak lama lagi. "Lemon tea-mu pasti juga enak, kan? Bisa-bisanya beda rasa, padahal menunya sama, dan aku yakin buatnya pun barengan," oceh Ridho yang masih tampak kebingungan. Kasihan sekali temanku yang satu itu. Tapi aku bisa apa? Mengatakan jika sari pati makanannya sudah dimakan hantu? Yang ada dia malah akan mengataiku gila. Salah Ridho sendiri membuat hantu kecil di sampingnya kesal. Tapi, sekarang aku jadi tahu. Aku tidak boleh berbuat seenaknya pada Lucy, atau ia bisa saja mengerjaiku. Tidak masalah jika ia mau memakan sari pati makananku. Tapi, aku justru lebih memikirkan soal bagaimana jika ia keluar-masuk kamar dan kamar mandiku seenaknya, terlebih saat aku tidak berpakaian seperti tadi pagi? Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Horor sekali pikiranku itu. Tanpa kuduga, hal yang baru saja kulakukan berhasil menarik perhatian Lucy dan Ridho. "Ada apa?" tanya mereka bersamaan. Lucy bahkan sampai melirik sinis ke arah Ridho saat menyadari jika lelaki itu mengatakan hal yang sama dengannya. "Aku cuma sedikit pusing," jawabku pada keduanya. Setelah itu, aku kembali melanjutkan kegiatan makan siangku. Aku tidak punya banyak waktu untuk bersantai-santai. Pekerjaanku masih sangat banyak. Dan itu semua karena Lucy yang selalu membuatku tidak fokus selama bekerja. Selesai makan, aku membantu Ridho mengumpulkan sampahnya dan membereskan meja. Sementara Lucy berlagak seperti mandor yang hanya duduk diam sambil mengawasi kinerja anak buahnya. "Ah... aku jadi merasa seperti nyonya muda yang memiliki beberapa pelayan. Perutku kenyang dan aku tidak perlu bersih-bersih. Sepertinya aku memang berbakat menjadi nyonya muda. Atau jangan-jangan memang benar aku dulunya punya suami kaya raya yang memperlakukanku seperti ratu?" oceh Lucy. Aku memutar bola matanya malas. Aku memang tidak tahu bagaimana rasanya kehilangan segala ingatan. Tapi, apa iya orang yang amnesia bisa berhalusinasi setinggi itu? Suami? Bahkan di mataku Lucy masih tampak seperti anak kelas dua SMA. Aku perkirakan usianya masih di bawah dua puluh tahun. Dia memang cantik dan memiliki proporsi tubùh yang baik. Tapi dari sikapnya yang barbar bak sama sekali tidak mengenal table manner, aku yakin dia bukan dari kalangan bangsawan seperti apa yang ada dalam khayalannya. "Sudah selesai. Kalau begitu-" "Ingat, kan, kamu masih harus membantuku memeriksa file itu?" Aku memotong ucapan Ridho yang berniat berpamitan padaku. "Lah, bentar lagi jam makan siang habis. Aku juga masih punya pekerjaan," bantah Ridho. Aku tak lagi menanggapi dengan suara. Cukup mataku saja yang berbicara. "Baiklah. Tapi hanya ini. Jangan ditambah lagi!" putus Ridho pada akhirnya. Aku menghela napas lega. Aku cukup senang mendapat bantuan dari salah satu orang andalanku itu. Memang, dibandingkan harus berinteraksi secara kaku layaknya atasan dan bawahan, aku lebih nyaman seperti ini. Toh Ridho adalah teman sekolahku. Dan aku ingat betul betapa pintarnya dulu ia saat di bangku sekolah hingga kuliah. Selesai membereskan meja, aku kembali ke kursiku. Lucy mengikutiku. Ia duduk di tepi mejaku. Jujur, tatapan gadis itu kembali membuatku risih. Tapi pada akhirnya aku hanya bisa menghela napas panjang dan berusaha untuk tidak memperdulikannya. Dasar setan sialan! Kapan dia akan pergi dari kehidupanku? Mengembalikan segala kedamaian yang tersisa di hidupku?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD