Bab 1. Sentuh Aku, Mas

1114 Words
Suara lenguhan panjang terdengar bersamaan dengan tubuh yang gemetaran karena gelombang kenikmatan yang begitu luar biasa. Keringat membasahi tubuh dengan rambut yang acak-acakan. Bibir tipis itu digigit sesekali untuk meredam suara desah. Sesaat kemudian tubuh itu terkulai tak berdaya di ranjang yang terasa dingin. * "Uang bulanan sudah aku transfer, ya. Kamu bilang ingin pulang rumah Ayah, kapan? Aku bakalan cek jadwal dulu." Grey membasahi bibir, masih menyisir rambut panjangnya dengan tenang di depan meja rias. Alih-alih menjawab pertanyaan dari sang suami, Grey lebih memilih diam dengan pikirkan yang berkecamuk tak karuan. "Grey? Kamu melamun lagi?" Grey tersentak, keluar dari lamunan panjang yang melelahkan. Bangkit dari duduk, menghampiri Bastian yang tengah sibuk memasang dasi. Tanpa mengucap kata, Grey meraihnya dan membantu memasangkan dasi tersebut. "Mas Bastian harus ikut, udah 3 bulan aku nggak pulang ke rumah Ayah. Nanti pasti dicariin." Memasang dasi itu dengan luwes, mengusap d**a suaminya yang sangat bidang. Bastian ini sangat tampan, sorot matanya sangat teduh dengan proporsi tubuh yang sangat ideal. Wajahnya kalem dengan senyuman yang hangat. Seseorang yang sudah menjadi suami Grey selama 1 tahun ini benar-benar makhluk ciptaan Tuhan yang sangat indah. "Mas Bastian ganteng," puji Grey, mengelus d**a bidang itu lagi seraya merapatkan tubuh. Menyandarkan kepalanya di sana, dengan mata terpejam. "Udah wangi banget," ucapnya sekali lagi, mendongak menatap sang suami dengan tatapan penuh pemujaan. Grey mengecup d**a bidang itu kembali, sesekali mengelus lembut lalu turun mengusap perut rata suaminya. Ia mendongak, mencium dagu Bastian lalu ke bibir. Namun, hal yang sering terjadi terulang kembali. Bastian menahan bahunya dan menjauhkan tubuh mereka. "Ini sudah jam 7, Grey. Mas bisa terlambat nanti, ayo sarapan," ujar Bastian lembut sekali. Meskipun sangat lembut, perkataan itu berhasil mematik amarah terpendam yang selama ini ada pada diri Grey. Menahan tangan Bastian sebelum pria itu sempat beranjak seraya melayangkan tatapan begitu murka. "Masih pakai alasan basic lagi, Mas?" Grey tertawa hambar. "Bulan depan pernikahan kita genap satu tahun, tapi Mas Bastian masih belum ingin nyentuh aku?" Tak kuasa untuk menahan tangis yang hadir di pelupuk mata. Grey meluapkan kekesalannya selama ini kepada Bastian. Mereka sudah menikah selama 1 tahun, namun Bastian belum pernah menyentuhnya sekali pun. Grey bukan wanita yang haus akan belaian, tapi sebagai seorang istri Grey selalu bertanya-tanya, apa yang salah darinya sampai Bastian tidak mau melakukan hubungan suami istri dengan Grey. Apakah Grey kurang menarik? Atau kenapa? Semua pertanyaan itu berkumpul di kepala membuat Grey mendesak meminta jawaban. "Ini bukan perkara sepele, Grey. Pernikahan juga bukan tentang hubungan suami istri saja 'kan? Selama ini kita baik-baik saja meski kita tidak melakukannya." "Baik-baik saja katamu, Mas? Apa Mas Bastian pernah bertanya hal itu padaku? Aku tidak baik-baik saja, Mas!" jerit Grey tak tahan lagi menahan sesak di hati. "Ibu dan semua anggota keluarga sering mendesakku, kenapa kita tidak kunjung memiliki momongan. Mengatakan hal yang sangat-sangat menyakitkan untukku sebagai perempuan. Apa Mas tau itu semua? Mas Bastian tidak pernah tahu, karena Mas itu egois!" Hati yang begitu marah membuat Grey mendorong bahu suaminya dengan kasar. "Grey, maafkan Mas." Bastian meraih Grey ke pelukan, merasa prihatin melihat istrinya seperti ini. Grey menangis tersedu-sedu, sekali lagi ia mendongak menatap suaminya. "Sentuh aku, Mas." Meminta dengan sangat layaknya w************n yang haus akan belaian. Grey sudah tak sanggup lagi bertahan jika terus diperlakukan seperti ini. Memulai kembali, mengecup bibir Bastian untuk memancing pria itu, mengusap lembut lehernya. Bastian mulai tak kuasa menahan godaan itu, membalas ciuman Grey lebih intens. Grey pun kian berani, membantu melepaskan kemeja suaminya yang sudah rapi dan menarik tangan Bastian untuk menyentuh dirinya. Suasana semakin memanas, Bastian sedikit kawalahan akan perlakuan Grey padanya. Wanita itu mendorong dirinya ke ranjang dan memberikan kecupan yang membuat bibir tak mampu menahan desahan. Grey cukup senang karena Bastian tak menolak lagi, ini sangat jauh dari biasanya. Membuat ia berani untuk melakukan hal lebih, melepaskan semua pakaiannya sendiri hingga meninggalkan secarik kain yang membungkus area intim yang masih belum terjamah siapa pun. "Grey, hentikan." Sebelum Grey melanjutkan semuanya, Bastian tiba-tiba bangkit. Menyingkirkan tubuh Grey yang ada di atasnya. "Kita lakukan kapan-kapan saja, hari ini ada tamu penting di kantor. Maaf, ya," ucap Bastian, mengecup kening Grey sebelum berlalu dari hadapan wanita itu. Grey menggigit bibirnya, memandang tubuh yang tergolek lemah tanpa disentuh sedikit pun oleh sang suami. Grey tak mampu menahan tangisnya kali ini, menangis tersedu-sedu karena rasa sakit yang luar biasa. Sikap Bastian kali ini benar-benar keterlaluan, meski pernikahan mereka tanpa cinta, tapi haruskah memperlakukan Grey seperti ini? "Mau sampai kapan kamu menyiksaku seperti ini, Mas? Aku sangat lelah sekarang," batin Grey dengan senyum getir. *** Puluhan box cokelat berisi paket nasi dan lauk sudah tertata rapi di meja makan. Grey mengecek kembali sebelum mencatat ke dalam nota yang di pegang. Ia terlihat sudah mengganti baju dengan rapi karena akan mengantarkan pesanan itu ke rumah pelanggan pertamanya. Ya, Grey membuka usaha kecil-kecilan dengan keahlian yang ia punya. Grey ini bukan wanita kelas atas yang punya pengalaman kerja luas, ia hanya wanita dari keluarga menengah yang hidupnya sangat keras sejak kecil. Belum tamat kuliah, Grey sudah dijodohkan dengan Bastian sebagai bentuk balas budi keluarganya kepada keluarga Bastian yang sering membantu Ayahnya. Semua yang dilakukan Grey ini tanpa sepengatahuan sang suami karena Bastian melarang keras Grey untuk bekerja. Pria itu hanya mau Grey tetap di rumah dan mengurus pekerjaan rumah. Dulu, Grey masih menurut karena merasa sudah kodrat perempuan harus di rumah dan suami yang bekerja. Namun, seiring kehampaan di rumah tangga yang dijalani membuat Grey nekat ingkar kepada sang suami. Toh, Bastian hanya sibuk bekerja tanpa peduli apa yang Grey lakukan. Pria itu hanya tau semua pekerjaan rumah beres dan dirinya terurus dengan baik. Dengan terburu-buru Grey mengantar box makanan tadi ke lokasi yang letaknya cukup jauh dari rumah. Grey mengerjakan semuanya sendiri, hanya meminta bantuan supir taksi untuk menurunkan box-box itu di depan pagar rumah. Setelah memberikan ongkos, Grey segera berlalu membawa box-box yang sudah ditaruh di kantong plastik merah ke dalam rumah. "Haduh, udah jam 8. Semoga aja nggak telat," gumam Grey sangat panik, ia berjanji mangantar pesanan jam setengah 8 tapi mundur sampai jam 8. Grey berdiri di depan gerbang, berniat untuk memencet bel. Ternyata bersamaan dengan gerbang rumah yang terbuka. Grey sedikit menggeser tubuh, menunggu sang pemilik rumah itu keluar. Seorang pria dengan perawakan tinggi berdiri di sana, tatapan pria itu sangat tajam pada sosok Grey yang berdiri mematung. "Ngapain disini aja? Buruan masuk!" Suara bass berbalut nada membentak itu membuat Grey terkejut dan buru-buru mengalihkan pandangan. Grey mengulum senyum, ia melirik beberapa kantong plastik lain yang ada di belakang. "Bisa minta tolong? Saya nggak bisa bawa semua masuk, kalau berkenan—" "Merepotkan!" Pria itu berdecak sangat kesal, dengan gerakan kasar menyambar kantong plastik itu lalu membawanya masuk ke dalam. Bersambung~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD