Chandra mendengkus. "Jadi, dia sendirian? di mana dia tinggal?"
"Sejak kecil dia tinggal di panti asuhan, tapi setelah lulus sekolah menengah kejuruan, dia bekerja di perusahaan ini dan dia keluar dari panti asuhan, tinggal di sebuah kos."
"Panti asuhan?"
"Namanya Panti Asuhan Rindang Kasih, perusahaan kita menjadi salah satu donatur tetapnya sejak dua puluh tahun yang lalu. Sepertinya, Lily bisa masuk perusahaan ini karena rekomendasi dari pengurus panti."
Pikiran Chandra terseret kembali pada masa beberapa tahun silam saat dia masih kecil.
Panti Asuhan Rindang Kasih bukan tempat yang sama sekali asing baginya. Dahulu, dia kerap datang ke tempat itu, paling tidak setahun sekali saat bulan November, saat ulang tahunnya. Keluarga Gouw yang kaya raya merayakan ulang tahun cucunya di panti asuhan, bukankah itu sesuatu hal yang menunjukkan betapa murah hatinya keluarga Gouw dan membuat keluarga mereka semakin dikagumi oleh semua orang.
Chandra menghela napas. Setidaknya, itu adalah semua hal yang orang tahu, kenyataannya, keluarga mereka yang kaya raya dan kebanyakan orang mengira keluarga Gouw punya segalanya, tapi sebenarnya, tidak punya apa-apa selain sandiwara yang begitu apik hingga hampir semua rakyat Indonesia tertipu kesempurnaan keluarga Gouw.
"Halo Bos?" Suara Ben membuat Chandra kembali ke realita.
"Ya udah deh, gue cuma nanya itu doang." Lalu dia memutus sambungan telpon secara sepihak. Benaya menatap gagang telpon yang di tangannya. Bertanya-tanya mengapa Archandra Gouw yang biasa gonta ganti pacar sesering ganti pakaian dalam sekarang sangat ribut mencari tahu soal Lily. Dari alasan yang dikatakan Chandra, karena Chandra salah orang dan dia tidak mau dianggap sebagai penjahat kelamin, tapi tetap saja, Ben merasa keresahan Chandra yang bolak balik bertanya tentang segala sesuatu yang menyangkut Lily adalah hal yang baru.
Ben menghela napas, merutuki dirinya sendiri, untuk apa membingungkan Chandra? Itu sama sekali bukan urusannya. Yang penting, pekerjaannya selesai tanpa cela. Ben meraih laci, mengeluarkan key—alat pengaman perbankan dalam transaksi internet banking, lantas mentransfer tiga ratus juta ke rekening Lily seperti yang Archandra perintahkan.
***
Jam makan siang ditandai dengan penuhnya kantin dan juga warung makan di sekitar kantor. Lily menjadi salah satu dari beberapa orang yang duduk berdesakan di kantin perusahaan. Biasanya, dia selalu membawa bekal, demi penghematan, tapi kali ini, Lily makan di kantin, bakso berkuah panas menjadi menu yang dipilihnya siang ini, hitung-hitung sebagai bentuk rasa syukur Lily karena datangnya menstruasi hari ini.
Biasanya, Lily tidak terlalu risau jika menstruasinya tidak kunjung datang atau terlambat, tapi sejak kejadian malam itu bersama Chandra, Lily menjadi was-was. Dia sama sekali tidak siap jika harus menjalani kehamilan, dan untungnya, Tuhan masih menyayanginya, karena Lily tidak hamil dan dia bisa lega. Setidaknya, dia tidak akan terjebak masalah yang semakin rumit.
Lily sedang menyantap baksonya bulat-bulat saat ponsel yang dia letakkan di meja, di dekat segelas es jeruk bergetar dan sebuah notifikasi pemberitahuan perbankan masuk. Lily membaca pop up yang tampil di layar dan serta merta tersedak, saat melihat pemberitahuan bahwa ada uang masuk senilai tiga ratus juta di rekeningnya. Wajah Lily memerah dan terbatuk-batuk, dia meraih gelas minumannya dan menandaskan isinya, lalu mengambil ponselnya, membuka screen lock dan memastikan pemberitahuan yang tadi dibacanya sekilas dan membuatnya tersedak.
Mata Lily membulat kaget manakala melihat nominal tiga ratus juta masuk ke dalam rekeningnya. Dia tidak salah melihat.
Sontak Lily bertanya-tanya, bagaimana bisa uang sebanyak itu masuk ke rekening gajinya yang biasanya hanya tersisa saldo minimal? Apakah terjadi kekeliruan di sistem perbankan di mana rekeningnya dibuka? Jika begitu, mungkin nanti selang beberapa waktu uang ratusan juta dalam rekeningnya akan direversal.
Namun, saat Lily iseng mengecek rekeningnya lagi malam sebelum dia tidur, uang tiga ratus juta itu masih ada di sana, membuat Lily bertanya-tanya uang itu berasal dari mana. Dia akhirnya memutuskan untuk pergi ke bank dan mencari tahu keesokan harinya.
***
Lily tidak percaya dengan keterangan yang didapatnya dari bank. Uang tiga ratus juta itu bukan kesalahan. Bukan transaksi salah kirim, salah sistem atau apapun namanya itu. Uang itu dikirim ke rekeningnya dari rekening Benaya Adhiguna. Pertanyaannya, mengapa Ben mengirim uang untuknya?
Lily tahu Ben adalah sekretaris Chandra dan meski tidak mengenal Ben secara personal, tapi Ben adalah orang yang cukup ramah dan tidak sombong. Meski dia adalah orang kepercayaan Connie Gouw dan juga sekretaris Chandra, tapi Ben tidak pernah bersikap jumawa. Dia selalu menyapa setiap karyawan saat berpapasan tidak peduli apakah itu karyawan level rendah atau memiliki jabatan. Lalu, untuk apa Ben mengirim uang padanya? Lily rasa, dia memerlukan penjelasan dari Ben, tapi, apakah sopan jika dia datang begitu saja meminta penjelasan? Atau bagaimana caranya agar dia mendapatkan jawaban atas semua ini.
Dia meraih gagang telpon dan menelpon ruangan Ben.
"Halo?" Suara Ben terdengar di seberang sana dan Lily merasa takut.
"Halo?" Ben kembali mengulangi saat dia tidak mendengar apapun.
"Se-selamat pagi, Pak Ben."
"Oh, pagi, siapa ini?"
"Lily."
"Lily? Caily? Resepsionis?"
"Iya."
"Kenapa Ly?"
"Apa saya boleh ke ruangan Bapak dan menanyakan sesuatu?"
"Sesuatu? Soal apa?" tanya Ben, tapi dia sudah menduga tentang apa yang akan ditanyakan Lily.
"Ngh...." Lily hanya menggumam, berpikir jawaban apa yang bisa dia katakan pada Ben, tanpa menyinggung. Ben mungkin saja bukan orang yang sulit, tapi tetap saja, rasanya cukup sungkan.
"Oke, kamu bisa ke ruanganku sekarang, soalnya bentar lagi aku ada meeting sama Bos." Ben berkata saat Lily terdengar ragu.
"Baik, Pak."
Lima menit kemudian, Lily sudah berada di depan ruangan Ben dan berdiri ragu-ragu. Dia mengetuk pelan dan suara Ben yang menyuruhnya masuk langsung terdengar.
"Hai, Ly... apa yang bisa aku bantu?" Ben menyambut ramah dan membuat Lily semakin canggung.
"Ng...aku mau tanya sesuatu, kalau Bapak nggak keberatan...."
"Keberatan? Why?" Ben menatap Lily dan membuat Lily merasa tidak nyaman.
"Katakan ada apa Lily. Jangan takut oke?"
Lily mengangguk, menghirup napas dalam-dalam lalu menghembuskannya, guna menyingkirkan rasa gugup.
"I-ini...." Lily mengeluarkan buku tabungannya dan menunjukkan mutasi tiga ratus juta yang masuk dalam rekeningnya.
Alis Ben terangkat. "Apa itu Lily?"
"Ada uang yang masuk ke rekening, dan menurut petugas Bank, dikirim oleh Bapak."
"Oh...."
"Apa benar Pak Ben yang kirim uang ini?"
Benaya menghela napas. "Iya. Itu uang kamu, jadi kamu bisa menggunakannya. Pak Chandra yang minta aku transfer uang itu. Sorry Ly, bukannya aku mau kepo, atau mencampuri urusan kamu dan Pak Chandra, tapi apapun yang terjadi antara kamu dan Pak Chandra, tolong anggap semua sudah berlalu dan kamu bisa gunakan uang itu. Anggap saja ini ganti rugi atau semacamnya...."
"...."
"Lily, aku tahu, mungkin kamu merasa tersinggung, tapi demi Tuhan, aku nggak bermaksud begitu...."
"Aku tahu, Pak."
"Good then. Ya...kamu tahu lah, seperti apa Bos Chandra itu. Mungkin penyelesaian ini kurang memuaskan kamu, tapi, ini lebih baik ketimbang permasalahannya semakin rumit kan?"
Lily terdiam. Dia tahu bahwa dia tidak pantas bersama Chandra, tapi dia tidak mengharapkan uang Chandra. Dia tidak mempermasalahkan apa yang terjadi malam itu, karena dia merasa bahwa apa yang terjadi adalah sebagian dari kebodohannya sendiri. Dia hanya akan kembali ke tempatnya, berada di sana dan mencintai Chandra dalam diam. Tapi sepertinya, Chandra mencurigainya dan berusaha menutup mulutnya dengan uang ratusan juta itu. Lily tahu, dia miskin tapi bukan berarti dia bisa dibayar begitu saja.
"Well, Lily, aku tahu ini nggak mudah sama sekali. Tapi, kalau aku boleh memberi saran, hal yang harus kamu lakukan adalah menerima uang itu. Dengan uang itu, kamu bisa hidup dengan lebih baik, misalnya membuka usaha, atau berinvestasi, atau apapun yang kamu mau. Aku nggak tahu, apa yang sebenarnya terjadi antara kamu dan Bos Chandra, tapi, lebih baik, kamu berhenti di sini. Aku dan kamu, adalah orang biasa, Lily. Kita bukan lawan keluarga Gouw." Suara Ben terdengar rendah.
"Aku tidak membenci keluarga Gouw, aku juga tidak merencanakan sesuatu yang bisa mencelakai keluarga Gouw, seperti yang Anda pikirkan, Pak Ben. Aku hanya tidak bisa menerima uang ini."
"Tidak bisa? Kenapa? Seharusnya ada alasan kan?"