PART. 5

1573 Words
"Hallo, assalamuallaikum, ada apa?" Tanya Tari to the point saja. "Kamu nikah kenapa tidak memberitahu aku? Kamu malu ya karena suamimu cuma petani, hihihi ... Tari si jagoan sekalinya ketemu jodoh dapat petani, hiiiy...pasti jelek, hitam, dekil, bau lumpur, plus miskin, em-emi-s-k-iki-n, miskin!" Suara Vio penuh hinaan dan ejekan. Tari menarik napasnya untuk mengusir rasa yang menggumpal di dalam hatinya. "Iya, dia memang jelek, hitam, dekil, bau lumpur, dan miskin, tapi setidaknya dia bukan pacar orang lain yang aku rebut dengan cara paling culas!" Sahut Tari, Tari langsung mematikan ponselnya. Ia merasa sudah cukup sabar menghadapi semua tingkah Vio selama ini. Tari tidak ingin lagi mendengar hinaan dan ejekan Vio kepadanya. Tari melemparkan ponselnya ke atas tempat tidur. Lalu ia kembali meneruskan melihat acara tv. Begitu adzan zuhur terdengar dari musholla, Tari bergegas untuk sholat dzuhur. Setelah dzuhur ia membuka lemari makan, mencari lauk makan siang yang disebutkan Raka di dalam pesannya. Di dalam lemari makan hanya ada sambel goreng tempe yang dicampur dengan ikan teri dan kacang tanah goreng. Tari menghela napas berat setelah melihat menu makanan yang di siapkan Raka untuk makan siangnya. Tapi mau bagaimana lagi, hanya ada itu yang sudah tersedia, untuk memasak sendiri Tari tidak berani selain memang tidak bisa juga. Selesai makan, Tari kembali menonton acara tv, tanpa disadarinya tv lah yang akhirnya menonton ia yang tertidur. --- "Tari bangunlah, sudah hampir ashar" Raka berusaha membangunkan Tari dengan tanpa menatapnya apalagi menyentuhnya. Tari membuka matanya dengan perlahan. Dilihatnya Raka berdiri membelakanginya. "Ehmm kamu sudah pulang?" "Iya, aku mau ke musholla" sahut Raka yang terlihat masih basah rambutnya. "Boleh aku ikut?" "Ya boleh, tapi aku tidak pulang sampai isya selesai" "Ooh begitu ya, tidak apa deh, lebih baik aku ikut dari pada sendirian di rumah" "Terserah kamu, tapi tolong ganti pakaianmu" jawab Raka yang masih memunggungi Tari. Tari melihat dirinya sendiri, sepertinya kaos oblong longgar dan celana pendek yang dikenakannya mengganggu perasaan Raka. "Tunggu aku mandi dulu, sebentar saja" Tari ke kamar mandi, ia mandi dengan cepat, lalu masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti pakaiannya. Saat ia ke luar ternyata Raka menunggunya di teras rumah. Pandangan Raka tertuju pada pekarangannya yang sudah lebih bersih dari saat ia tinggalkan pagi tadi. Ia menduga kalau Jannah adalah orang yang sudah menyapukan pekarangan rumahnya seperti sebelumnya. Tari mengikuti arah pandangan Raka. "Aku yang menyapu halaman" katanya bangga, berharap Raka mengucapkan terimakasih padanya. "Ooowhh" hanya itu yang ke luar dari sela bibir Raka. Membuat Tari mengerucutkan bibirnya karena kecewa. "Cuma ooh, bilang terimakasih kek, apa kek!" Seru Tari dengan perasaan kesal. "Terimakasih" jawab Raka yang tengah mengunci pintu. Tari menggerutukan giginya kesal. Dikepalkan tinjunya lalu seperti ingin ia pukulkan ke belakang kepala Raka yang berjalan di depannya. "Aduuuh...sore-sore pada mandi basah ini pengantin baru" goda seorang ibu yang sepertinya ingin ke musholla juga. "Mandi ya harus basah ibu, kan pakai air" sahut Tari dengan senyum tersungging di bibirnya. "Hahaha Nak Tari ternyata bisa bercanda juga ya, rumah Nak Raka tidak sepi lagi ya Nak Raka, apa lagi nanti kalau sudah punya anak, pasti tambah rame" kata seorang ibu lainnya. "Aamiin, doakan saja bu agar secepatnya kami diberi momongan, begitukan Raka" Tari melingkarkan satu tangannya di lengan Raka, sedang tangan yang lainnya memegang mukenanya. Raka terlihat terjengkit kaget, spontan ia ingin menarik lengannya dari pelukan Tari, tapi Tari sangat kuat memeluk lengannya. "Kok manggilnya Raka sih Nak Tari, panggil Aa Raka begitu" "Aa!?" "Iya, itu artinya kak, orang Banjar biasanya manggil suaminya begitu" "Oooh...iya benar aku baru ingat, Oma Siti orang Banjar, beliau manggil Opa Satria Aa, ehmm Aa Raka tidak keberatankan dipanggil Aa kan?" Tari menatap wajah Raka yang masih memerah karena jengah tangannya dipeluk Tari di sepanjang perjalanan mereka menuju musholla, dan hal itu membuat Tari jadi merasa menemukan cara untuk membuat Raka lebih ekspresif raut wajahnya. "Terserah kamu saja" jawab Raka pelan. "Ading Tari dong Nak Raka, masa sama istri berkamu sih" "Ehmm" Raka hanya menjawab dengan gumamam godaan ibu-ibu yang seperti tidak ada habisnya. -- Setelah sholat Ashar mereka tidak langsung pulang, karena Raka mengajar mengaji anak-anak kampungnya di musholla. Ia mengajar mengaji bersama dua orang lainnya. Seorang remaja pria tanggung ikut membantunya, juga seorang gadis manis berhijab juga membantunya mengajar mengaji. Tari duduk tidak jauh dari Raka yang mengajar mengaji. Ia bisa melihat gadis manis yang diperkenalkan Raka bernama Halimah itu seperti salah tingkah dengan kehadirannya di sana. Tari yakin usia Halimah tidak lebih dari 20 tahun, wajahnya manis dan nyaman untuk dipandang. 'Apa benar yang diucapkan ibu-ibu itu ya, kalau dia banyak disukai wanita di kampung ini? Ehmm wajar sih sebenarnya, dia ganteng, soleh, aku rasa bukan cuma gadis-gadis yang berharap bisa jadi istrinya, tapi ibu-ibu juga berharap bisa jadi mertuanya' Halimah sesekali terlihat melirik Raka. Hal itu membuat Tari menatap Raka dengan intens, ia ingin tahu apa Raka juga suka melirik Halimah, Raka seperti merasa kalau ia tengah diperhatikan, Raka mengangkat wajahnya dari Al-Quran yang ada di hadapannya. Tatapan mereka bertemu, Tari mengangkat tangannya, telapak tangannya bergerak memberikan kiss dari kejauhan, Raka langsung kembali menundukan kepalanya. Tari terkikik dan segera menutup mulutnya dengan telapak tangannya, karena anak-anak yang mengaji menoleh begitu mendengar kikikannya. -- Habis Isya mereka baru pulang ke rumah. "Aku mau masak dulu untuk makan malam kita" kata Raka sebelum ia masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaiannya. "Aku bantu ya" Tari juga masuk ke dalam kamarnya. Tari ke luar lebih dulu dari kamarnya. Ia menunggu Raka di depan kamar Raka. Saat Raka ke luar kamar, ia tampak kaget karena melihat Tari menunggu di depan kamarnya. "Mau masak apa?" Tanya Tari. Ia mengikuti langkah Raka menuju dapur. "Yang cepat saja" sahut Raka dengan singkat. Raka membuka kulkas, mengeluarkan seikat kecil kacang panjang dan sepotong tempe berbungkus daun. Ia juga mengeluarkan ikan gabus yang sudah dipotong-potong dan sudah dibersihkan. Tari harus mengakui kalau Raka sangat cekatan dalam bekerja meramu bahan menjadi masakan, hanya sebentar saja, empat potong ikan gabus goreng, dan sepiring tumis kacang dan tempe sudah siap untuk di santap. Tari memuji masakan Raka, Raka hanya menjawab dengan terimakasih saja. Setelah selesai makan, Tari yang mencuci semua perabot kotornya. "Aku ke kamar duluan Tari, selamat malam" "Selamat malam" Setelah selesai mencuci piring, Tari kembali ke kamarnya. Drrt..drrtt.. Suara ponselnya berbunyi. Pesan masuk dari Maminya. S : Assalamuallaikum Sayang. T : Walaikumsalam Mami. S : Sebenarnya banyak sekali yang ingin Mami katakan sebelum kami kembali ke Jakarta. Tapi Mami rasa Tari sudah cukup dewasa untuk memahami apa yang harus Tari lakukan. T : Katakan saja yang ingin Mami sampaikan Mi, jangan simpan di dalam hati. S : Tari, pernikahan tanpa cinta pada awalnya memang terasa menyesakan, tapi Tari bisa mencoba mengenal Raka lebih dekat lagi, agar Tari tahu kalau banyak hal dari dirinya yang akan bisa membuat Tari jatuh cinta padanya, karena jujur saja Papi dan Mami sudah jatuh cinta sejak mendengar cerita tentang dia dari kakekmu, dan semakin cinta lagi saat bertemu dengannya. T : Begitu ya Mi. S : Hidup Raka memang sederhana, tapi itu adalah pilihannya. Bukan karena dia tidak mampu Tari. Kamu pasti mengerti arti perkataan Mami. T : Maksud Mami dia bisa hidup lebih baik dari ini, tapi dia memilih untuk hidup begini? S : Iya, dan Raka itu memang pendiam, tapi dia bukan orang yang tidak perduli pada sekitarnya. Mami rasa akan mudah bagimu untuk jatuh cinta padanya, tinggal usahamu untuk membuat dia bisa jatuh cinta dan percaya bahwa tidak semua gadis dari kota besar itu manja dan tidak punya etika. T : Memang itu yang dipikirkan Raka tentang gadis dari kota Mi? S : Iya, itu menyangkut masa lalunya. T : Masa lalu seperti apa Mi? S : Dulu saat dia masih kecil, Ayahnya selingkuh dengan seorang gadis yang datang dari Jakarta, gadis itu teman kerja Ayah Raka. Sejak itu Ayahnya berubah dan akhirnya kedua orang tuanya berpisah, dan hal itu sepertinya membuat image gadis Jakarta menjadi buruk dalam benak Raka. T : Ohhh jadi Ayahnya yang sekarang bukan Ayah kandungnya ya Mi? S : Bukan. T : Tari mengerti sekarang Mi. S: Tari ada satu lagi pesan Mami. Pernikahan ini harus kamu jalani dengan sepenuh hati ya, suka tidak suka kalian sudah terikat dalam pernikahan, terikat dengan hak dan kewajiban sebagai pasangan suami istri. Tanggung jawab kalian bukan hanya di hadapan kakek, orang tua, keluarga, dan masyarakat saja, tapi kalian harus mempertanggung jawabkan pernikahan kalian di hadapan Allah. Kamu mengertikan maksud Mami? T : Iya Mi, Tari mengerti. S : Itu saja yang ingin Mami sampaikan, besok kalau bisa kamu dan Raka ikut mengantar kami ke bandara ya. T : Iya Mi, nanti aku akan sampaikan sama Raka. S : Selamat malam sayang, selamat tidur, eeeh tidurnya pasti pisah kamarkan? Raka kan pemalu, harusnya Tari bisa lebih agresif sayang, kalau begini saja kapan Mami Papi bisa punya cucu. T : Iih Mami, kita kan perlu waktu untuk saling kenal dulu. S : Ya sudahlah, asal minta waktunya jangan kelamaan saja, Assalamuallaikum sayang. T : Walaikumsalam Mami, titip kecupan selamat tidur buat Papi dan duo jahil ya Mi. S : Ok. Tari mengganti pakaiannya dengan satu stel baju tidur berupa atasan tanpa lengan dan celana super pendek berwarna merah marun. Baru saja ia membaringkan tubuhnya setelah mengganti pakaiannya, ketika tiba-tiba listrik padam, karena kaget Tari kembali berteriak seperti semalam. Suara petir yang menggelegar menambah perasaan takutnya. Apa lagi terdengar suara seperti ada yang menggaruk-garuk dinding kamarnya di luar sana. "Tari!" Suara Raka memanggilnya dari luar. "Rakaaaa, aku takut!" Tari berlari dan begitu pintu kamar ia buka, ia langsung memeluk Raka yang membawa senter di tangannya. "Aku akan menyalakan lilin untukmu" Raka berusaha melepaskan pelukan Tari di tubuhnya. "Aku tidak mau tidur di kamar ini, aku takut!" "Tidak usah takut, aku akan menyalakan li..." "Aku ikut ke kamarmu! Aku takut tidur sendirian" Tari menarik lengan Raka menuju kamar Raka. Tapi Raka menahan tangannya. "Apa!!?" *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD