PART. 14

991 Words
PART. 14 Raka dan Tari menghabiskan malam dengan tidur di kamar Raka. Kasur dari ranjang di kamar Tari di gelar di kamar Raka. Sedang kasur tipis di kamar Raka diletakan di ruang tengah, di depan tv. Tari tidak bisa tidur, ia merasa apa yang terjadi beberapa hari ini seperti sebuah mimpi. Semuanya begitu cepat terjadi. Putus cinta, dan merasa patah hati, merasa dikhianati, merasa tersakiti. Lalu datang ke kampung ini, menerima perjodohan yang direncanakan kakeknya. Lantas dinikahkan dengan pria yang asing baginya. Kemudian mencoba hidup dalam dunia yang begitu jauh berbeda dengan dunia sebelumnya. Tidak ada lagi kemegahan rumah orang tuanya. Yang ada hanya rumah yang sedikit lebih besar dari kamarnya. Tidak ada lagi kemewahan yang mengelilinginya. Yang ada hanya kesederhanaan. Tidak ada lagi cafe, dan restoran tempat ia mengisi perutnya. Yang ada hanya warung di pasar, dan bakso pinggir jalan. Tidak ada lagi butik atau distro tempat ia membeli pakaian. Yang ada hanya toko kecil di pasar yang becek, dan berlumpur. Tidak ada lagi mobil dengan harga ratusan juta sampai milyaran rupiah yang akan menemaninya kemana ia suka. Yang ada hanya sepeda motor milik suaminya. 'Ya Allah Aku mohon pada MU, berikan aku rasa ikhlas melepas apa yang dulu kurasa adalah milikku, lapangkan dadaku menerima apa yang KAU titipkan kini kepadaku, aamiin' Tari mendongakan wajah, menatap wajah Raka yang tampak tenang dalam lelapnya. 'Si lemotku ini ternyata ganteng juga ya, ehmm ... pantas saja kalau banyak cewek yang naksir sama dia, benar kata kakek, dia ganteng, gagah juga kekar' Tari menelusuri d**a Raka dengan jemarinya. Dari d**a turun ke perut Raka, yang Tari yakin kotak-kotaknya bukan karena Raka sering ke gym, tapi karena Raka sering mencangkul di sawah. Tari baru menyadari kalau kulitnya yang putih sangat kontras dengan kulit Raka yang coklat. Jemari Tari turun lebih ke bawah, diturunkann pinggang celana Raka. Sehingga ujung tombak Raka keluar dari 'sarung' nya. Mata Tari terpejam, tangannya meremas pelan. Raka bergerak merubah posisinya, ia merasa ada yang aneh di bagian bawah tubuhnya. Mata Raka terbuka lebar saat melihat pinggang celananya melorot, dan miliknya ada dalam genggaman tangan Tari. Ditatapnya wajah Tari, mata Tari terpejam. 'Ya Allah. Tidur saja dia napsuan, apa lagi kalau bangun, hhhh kalau begini caranya bisa-bisa waktuku tidak banyak lagi untuk mengurus sawah, bisa-bisa waktuku habis untuk mengikuti maunya Tari' batin Raka. Pelan Raka memindahkan tangan Tari dari miliknya, lalu dirapikan celananya. Diselimuti Tari dengan hati-hati. Tari mengintip dari sela bulu matanya, senyum mengembang di bibirnya. Raka ke luar dari kamar, menuju kamar mandi. Ia mandi lalu berwudhu, ia ingin sholat malam. Ia sholat malam di ruang tengah. Raka sudah selesai sholat malam, ia tengah duduk bersila dengan kedua tangah ditadahkan ke atas. "Ya Allah Aku mohon padamu, kuatkan hatiku juga hati Tari dalam menjalani pernikahan ini. Aku tidak ingin rumah tanggaku kandas seperti rumah tangga orang tuaku. Hapuskan keraguan di hatiku, berikan kesabaran pada Tari untuk menjalani perubahan yang sangat drastis dalam hidupnya. Ya Allah. Berkahi kami dengan cinta Mu. Engkau yang paling berkuasa atas rasa di hati kami, hadirkan cinta itu segera di dalam hati kami, agar ikatan pernikahan ini semakin kuat dengan adanya rasa cinta di antara kami. Ya Allah Jadikan keluarga kami keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, yang selalu ada pada jalan MU. Ya Allah Hanya pada MU aku berserah, hanya kepada MU aku berpasrah, aku mohon kabulkan permintaanku ya Allah, aamiin, aamiin, aamiin ya rabbal alaamiin" Raka mengusapkan kedua telapak tangan ke wajahnya. Ditundukkan kepalanya dalam,  istighfar terdengar ia lantunkan. "Astaghfirullah hal adzim ...." Tasbih di tangannya berputar karena jentikan jemarinya. -- "Tari bangun, subuh!" Raka menepuk pipi Tari lembut. Tari menggeliat. "Emhhhh ...." "Kamu ikut ke mushollah tidak?" Tari meringis, tiba-tiba perutnya terasa sakit. Ia mengusap perutnya pelan. "Ada apa?" "Perutku sakit." "Beneran atau cuma alasan karena malas ke musholla?" "Beneran Aa, aduh ke kamar mandi sebentar ya." Tari bangun lalu berdiri, baru satu langkah keningnya berkerut dalam. "Aa!" "Ada apa?" "Periiihh!" "Katanya siap, yang minta cepet kan kamu sendiri, ya harus terima konsekuensinya Tari." "Iiih dasar lemot! Nggak ada romantis-romantisnya! Harusnya itu bilang begini, sakit ya sayang, sini aku gendong ke kamar mandi, begitu!" Seru Tari kesal. "Ooh begitu ya," Raka menggaruk kepalanya. "Jadi ini bagaimana?" Raka kembali bertanya. "Ya ampun, gendong aku ke kamar mandi Aa!" Raka menyodorkan punggungnya. "Tidak mau gendong di punggung!" "Haah! Terus maunya bagaimana?" "Iiih pernah nonton film nggak sih?" "Pernahlah di tv." "Film apa?" "Film action." "Haahh pantesan! Gendong aku seperti ngangkat orang pingsan, paham tidak!" "Ooh ya paham" "Cepetan!" "Ya kamu berbaring dulu." "Haah!" "Bagaimana caranya aku gendong kamu kalau kamu berdiri begini?" "Ya ampun, Aa ini lemot beneran apa pura-pura sih!?" Seru Tari gusar. Raka tersenyum, kedua tangannya meraih Tari dalam gendongannya. "Menurutmu!?" "Iiih Aa ngerjain aku ya!?" Raka menunggu Tari di luar kamar mandi. Pintu terbuka,  Tari muncul di ambang pintu. "Aa!" "Ada apa? Cepatlah Tari sebentar lagi waktunya subuh." "Jam segini ada warung buka tidak?" "Warung!?" "Heum ...." "Mau beli apa?" "Jawab dulu, ada warung yang sudah buka tidak?" "Ya belum ada, kecuali pintunya diketok." "Mau tidak ketokan pintunya?" "Buat apa?" "Aku ingin dibelikan sesuatu." "Beli apa subuh begini?" "Iiih janji dulu mau belikan!" "Hhh ... perasaan baru tadi malam, malam pertamanya, masa langsung ngidam sih Tari" Raka menggaruk kepalanya. Tawa Tari pecah seketika. "Aa ngaco iih!" "Ya mana ada orang memaksa minta dibelikan sesuatu, kalau tidak sedang ngidam." "Tahu darimana begitu?" "Akukan punya adik perempuan yang pernah ngidam." "Ooh, aku bukan minta dibelikan makanan." "Terus apa?" "Belikan aku pembalut!" "Pembalut? Pembalut?" Raka mengulangi ucapannya seakan pembalut adalah kata aneh baginya. "Aku haid!" "Haid?" "Mens!" "Mens?" "Iiiihhh datang bulan Aa lemooot!" "Iya aku tahu." "Tahu kok tanya terus dari tadi!?" Tari menggerutukan giginya kesal. "Maksudmu, kamu minta aku belikan pembalut untukmu?" "Iya." "Malu Tari." "Kenapa malu?" "Masa ketuk pintu warung orang cuma buat beli pembalut." "Ya terus bagaimana?" "Bagaimana ya?" "Iiih kok malah tanya juga?" Suara adzan subuh terdengar dari musholla. "Kamu tunggu di sini ya, aku ke musholla dulu, nanti pulang dari musholla aku belikan." Raka bergegas menuju pintu depan. Meninggalkan Tari yang melongo bingung di depan pintu kamar mandi sendirian. ***BERSAMBUNG***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD