"Enghh Aa"
"Jangan bergerak-gerak Tari, nanti kita jatuh lagi"
"Enghh akukan orangnya ekspresif, tidak lempeng seperti Aa"
"Lempeng...lempeng itu pisang dipotong kecil-kecil, dikasih tepung, telur, gula, garam, di dadar di atas wajan pake mentega, itu namanya lempeng"
"Iiih kok bahas makanan sih Aa, ini isepin lagi"
Baru saja bibir Raka sampai di ujung d**a Tari.
"Assalamuallaikum, Nak Raka" seseorang mengetuk pintu depan.
"Haaah..siapa lagi itu" keluh Tari.
"Itu suara ibunya Halimah" sahut Raka.
"Hhhh sepertinya kita perlu sewa kamar hotel hanya untuk syuting Aa" keluh Tari, ia bangkit dari pangkuan Raka, dan merapikan pakaiannya dibantu Raka.
Raka ke luar dengan diikuti Tari.
"Walaikumsalam, ada apa Bu?"
"Kalau boleh ingin ikut beli mangga muda sama dondongnya Nak Raka, saya mau mengadakan pengajian untuk sukuran tujuh bulanan kandungannya Hamsiah, mau bikin rujak serut"
"Ambil saja bu, tidak usah beli"
"Syukur alhamdulillah, makasih ya Nak Raka, nanti biar Bapaknya Halimah yang petik, oh iya sekalian saya mau mengundang Nak Tari, besok setelah dzuhur acara pengajiannya"
"Oh iya, inshaAllah saya ke sana bu" sahut Tari.
"iya Nak Tari, kumpul sama ibu-ibu kampung ini, biar bisa kenal lebih dekat lagi"
"Iya bu"
"Oh ya sudah, saya pulang dulu, terimakasih ya Nak Raka, Nak Tari, nanti Bapaknya Halimah yang metik setelah pulang dari sawah, assalamuallaikum"
"Walaikumsalam"
Tari lebih dulu kembali ke dalam, sementara Raka menunggu Ibunya Halimah menjauh dulu.
Setelah menutup pintu, Raka kembali ke dalam. Tari duduk di tepi ranjang dengan wajah di tekuk.
"Kenapa cemberut?"
"Aku kesal!"
"Kesal kenapa?"
"Mau begituan saja di rumah sendiri susah banget, ada saja yang mengganggu"
"Inikan siang Tari, waktunya orang bersosialisasi, berinteraksi, kalau malam baru tidak ada yang mengganggu"
"Heeh.. Aa jadi ke sawah?"
"Jadi"
"Hhhh padahal sawah di rumah juga perlu di garap"
"Sawah di rumah?" Raka mengedarkan pandangannya ke sekitar kamar Tari.
"Mana ada sawah di rumah ini Tari, hhhh ada-ada saja"
Raka ke luar dari kamar Tari, Tari mengepalkan kedua tinjunya ke arah Raka, karena rasa kesal di hatinya.
'"Haaah syuting hari ini gatot!" Seru Tari gusar. Raka menghentikan langkahnya, lalu berbalik dengan tatapan menyelidik ke arah Tari.
"Siapa Gatot?" Tanyanya dengan mimik dan nada suara yang terlihat tidak terlalu datar. Tari tersenyum di dalam hatinya.
"Bukan siapa-siapa"
"Kalau bukan siapa-siapa kenapa ingin kamu ajak syuting?"
"Ehmm Aa marah ya, sudah sampai bab cemburu ya, du..du..du..duu..senangnya hatikuuuu" Tari berputar-putar bak penari balet saja.
"Tari, aku serius!" Seru Raka dengan nada kesal. Tapi wajahnya masih datar.
'Hhhh tidak singkron antara nada bicara dan wajahnya, Aa perlu diajarin senam muka nih' batin Tari.
"Tari"
"Mau tahu siapa Gatot?"
"Iya"
"Cium dulu" Tari memonyongkan bibirnya.
"Tari"
"Cium dulu, kalau tidak aku tidak akan jawab.
Cup
Raka mengecup bibir monyong Tari.
"Gatot itu..." Tari sengaja menggantung kalimatnya, diliriknya wajah Raka yang datar saja, tapi sorot matanya menampakan ketegangan.
"Gatot itu, gagal total Aa, dari tadi ingin syuting goyangan tornado gagal terus, ada saja yang mengganggu"
"Huuh..aku kira Gatot itu siapa" Raka bernapas lega dan mengelus dadanya.
"Aku senang Aa cemburu"
"Hmm aku harus mengejar ketinggalan pelajaran cintaku, aku baru sampai bab cemburu, sedang kamu sudah lama sampai di bab cemburu, atau mungkin kamu sudah tamat mempelajari keseluruhan pelajaran cinta ini" kata Raka.
Tari menatap Raka.
'Apa sebenarnya Aa memahami kalau aku sudah jatuh cinta padanya' batin Tari.
--
Beberapa minggu tinggal bersama Raka, Tari mulai bisa mengerjakan pekerjaan rumah. Bahkan ia sudah berani pergi ke pasar sendirian dengan naik motor matic milik Raka.
Pagi ini mereka baru selesai sarapan.
"Aa" Tari menjatuhkan pantatnya di atas kedua paha Raka.
"Ada apa?"
"Sebelum ke sawah syuting sebentar yuk!"
"Hmmm, judul filmnya apa?"
"Dalam putaran tornado" jawab Tari setelah berpikir sejenak. Raka tersenyum mendengarnya.
"Tidak kapok ya syuting pagi-pagi, nanti cemberut lagi kalau ada yang mengganggu"
"Hari hujan begini, tidak akan ada yang mengganggu Aa"
"Yakin"
"Hmm, ayo ke kamar Aa" rengek Tari, dilingkarkan tangannya di leher Raka.
"Gendong, bopong, atau.."
"Gendong di depan!" Rengek Tari lagi.
Raka mengangkat Tari dalam gendongannya.
Diturunkan Tari di atas ranjang.
Tari turun lalu melepasi pakaiannya sendiri hingga tidak bersisa.
Baru ia melepasi pakaian Raka yang asik menatap tubuh polos Tari.
'Paling enak punya istri agresif, tidak perlu repot merayu, tidak perlu repot membujuk, semua sudah disediakan, tinggal persiapkan kekuatan, eeh sejak kapan aku mulai memikirkan hal-hal seperti ini, hhhh kehadiran Tari sudah membuat pikiranku terkontaminasi sepertinya' batin Raka.
"Isep Aa" Tari duduk di atas pangkuan Raka, disodorkan dadanya ke mulut Raka.
Raka menahan punggung Tari dengan kedua belah tangannya, sementara bibirnya bergerak lembut mencumbui d**a Tari.
"Enghh Aa" Tari meremas rambut Raka pelan.
Kecupan berpindah ke bibir mereka, Tari menggeser mundur tubuhnya sedikit, agar ia bisa meraih ujung tombak Raka, dan memasukannya sendiri ke 'sarungnya'.
"Aa" Tari menekankan kedua tangannya di atas bahu Raka, sementara Raka kembali mengecupi dadanya.
Tari mengusap punggung Raka yang mulai berkeringat. Kali ini Tari lah yang pegang kendali. Putaran tornado ala Tari membuat mulut Raka mengeluarkan geraman.
Drrtt...drrtt.
Suara ponsel Tari yang terus berbunyi membuat Raka mengangkat kepalanya dari d**a Tari.
"Jawab dulu Tari, mungkin penting"
"Hhh mengganggu saja" Tanpa melepaskan diri dari Raka, Tari menjangkau ponselnya dari atas meja.
"Mami!"
"Assalamuallaikum sayang, Mami rindu sekali sama kamu" Tari memfokuskan layar hanya ke wajahnya saja.
"Walaikumsalam"
"Kok mukamu keringatan Tari, rambutmu juga acak-acakan, kamu lagi di mana?"
"Enghh..lagi olahraga pagi Mami"
"Olahraga pagi? Olahraga berdua sama Raka?"
"Iya hehehehe"
"Ya ampuuun, maaf ya Mami mengganggu, sudah matikan saja, nanti siang Mami vicall lagi, eeh kamu saja deh yang vicall Mami, takutnya nanti siang kalian olahraga siang, Mami tunggu hasil olah raganya ya, salam buat menantu Mami, assalamuallaikum"
"Walaikumsalam" Tari meletakan kembali ponselnya.
"Itu tadi vicall sama Mami?"
"Iya"
"Ya Allah Tari, malukan kalau..."
"Tidak usah malu, Papiku raja modus, Mamiku keturunan plampil, mereka sangat paham soal beginian"
"Plampil itu apa?"
"Vampire!"
"Apa?" Tanpa sadar Raka mendorong Tari sampai Tari jatuh dari atas pangkuannya.
"Aduuh sakit Aa"
"Kamu vampire Tari? Aku kira itu cuma cerita bohong, kamu..kamu.." Raka bangkit dari duduknya.
Ia meraih selimut untuk menutupi tubuhnya. Tari maju, Raka mundur, Tari maju selangkah, Raka mundur dua langkah. Dengan gerakan cepat Tari mendorong Raka sampai punggungnya menyentuh dinding.
"Tari"
"Aku perlu darahmu Aa" ucap Tari dengan wajah yang dibuat sedingin mungkin.
"Tari jangan Tari" Raka berusaha melepaskan diri dari Tari. Tapi Tari sudah mengisap lehernya dengan kuat. Tubuh Raka menegang, wajahnya luar biasa tegang.
Tari mengisap leher Raka dengan kuat, tapi tangannya meremas milik Raka dengan lembut.
"Tari"
Raka sudah tidak tahan lagi, ia tidak perduli apakah Tari Vampire, dracula atau sejenisnya.
Ujung tombaknya perlu sasaran untuk ditombak sekarang juga.
Raka mengangkat Tari dan menurunkannya di atas ranjang.
"Uuh Aa...arghhh....." Tari mencengkeram kepala Ranjang dengan kuat, begitupun Raka juga meraih kepala ranjang untuk pegangannya. Semakin kuat ia mendorong, semakin kuat mereka berdua mencengkeram kepala Ranjang. Ranjang mulai betderit, kepala ranjang mulai goyah.
Tapi Tari dan Raka tidak menghentikan gerakan mereka yang berlawanan.
Raka mendorong ke bawah, Tari mendorong tubuhnya ke atas.
Suara erangan mereka, menjadi satu dengan suara pertemuan bagian bawah tubuh mereka, di selingi suara derit ranjang yang bergoyang seiring putaran tornado ciptaan mereka berdua.
Tubuh keduanya menegang, Raka melumat bibir Tari kuat, tubuh mereka menyatu dalam dekapan erat.
Tubuh Raka jatuh ke samping tubuh Tari.
Napas mereka sama memburunya.
"untung ranjangnya tidak am..."
Bruukkk..
Belum sampai Raka menyelesaikan kalimatnya, ranjang ambruk untuk kedua kalinya.
Tari tidak bisa menahan tawanya.
"Hahahaha sepertinya ranjang ini sudah terlalu tua untuk menampung gairah kita Aa" kata Tari.
"Ya..kita harus ke pasar untuk membeli ranjang baru Tari" sahut Raka.
Mereka masih bertahan di atas ranjang yang ambruk lebih parah dari sebelumnya.
"Benar-benar olah raga pagi yang luar biasa" gumam Tari.
"Kamu puas?"
"Sangat puas Aa, aku mencintai Aa"
"Heeh!" Raka menoleh ke arah Tari. Mata mereka bertemu.
***BERSAMBUNG***