8 MENGESANKAN

1444 Words
Bagi Isara mengurusi orang tua yang sedang dalam keadaan sakit-sakitan bukanlah perkara yang sulit sebab dia sudah terbiasa mengurusi neneknya saat dihutan beberapa bulan sebelum akhirnya meninggal dunia. Kepiawaian Isara mengurusi Elisa benar-benar membuat wanita paruh baya itu takjub, bagaimana Isara mau menggendong dia ke toilet hingga membersihkan punggungnya tanpa sedikitpun merasa jijik. Biasanya Mery suster lamanya hanya akan membersihkan dengan tissu yang begitu banyak dan juga penuh alat perlindungan tapi tidak dengan Isara yang benar-benar memperlakukan dia begitu lembut dan penuh ketulusan memandikan dia layaknya seorang bayi. “Ayo kita lihat ke cermin. Ibu Elisa cantik sekali.” Isara memakaikan Elisa polesan lipstik dan juga sedikit make-up tipis yang mungkin saja bisa memperbaiki semangat hidup Elisa yang lama menghilang. “Jangan suster Amanda, aku benci cermin!” “Benci? Bukankah Cermin adalah sahabat kita yang paling jujur kenapa harus membenci, ibu itu sangat cantik bahkan membuat orang-orang muda sepertiku iri.” “Aku benci wajahku! Aku benci melihat wajah itu.” Elisa merasa menatap cermin hanya akan membuat dia mengingat kemasa lalu dimana suaminya masih ada dan dia selalu tersenyum saat melihat pada cermin disana. Isara mencoba mengerti ia lalu merendahkan tubuhnya menatap kepada Elisa. “Ibu pasti sembuh.” “Aku tidak peduli lagi, lupakan tentangku.” Elisa mengalihkan wajahnya ia benci dengan dirinya sendiri dan benar-benar merasa dirinya yang dulu sudah mati sejak suaminya tidak ada dan semua anaknya berubah. “Bagaimana kau bangkit dari kehilangan, kemarin kau mengatakan kau juga mengalami sakitnya kehilangan orang-orang yang kau sayangi. Aku rasa tidak seperih hidupku anak-anakku bahkan menjadi orang lain di tambah adik suamiku yang begitu kejam selalu berharap aku cepat mati.” “Ibu Elisa.” Isara semakin mendekat lalu menggenggam tangan tua wanita itu. “Aku turut perihatin apa yang ibu rasakan.” “Cepat cerita suster!” Isara terdiam sesaat, entah bagaimana bisa dia mengungkapkan tentang dirinya yang tersiksa karena kehilangan, andai ibu tahu kehilanganku ini lebih tepatnya disebut pengkhianatan. Ya, pengkhianatan oleh menantu sialan dan putrimu yang begitu dicintai kakak berengseknya itu. “Suster Amanda?” “Ah iya Ibu Elisa maaf, kenangan itu benar-benar membuatku hancur tapi aku pasti akan menceritakan bagaimana caranya keluar dari semua itu sampai bisa di posisi yang lebih baik seperti ini.” Tidak! Aku tidak lebih baik, aku bahkan semakin kehilangan diriku yang sebenarnya, aku semakin berambisi untuk membalas mereka yang sudah menghancurkanku. “Hemmm tapi jika membuat hatimu kembali sakit aku tidak masalah untuk tidak mendengarnya.” Isara kembali bangkit lalu berdiri dibelakang Elisa, sebab berbicara tentang kehidupannya didepan orang yang tampak baik seperti Elisa akan membuat dia akan kesulitan dan mungkin terbawa suasana. Dia tidak boleh lemah, perjalanannya masih sangat amat panjang. “Aku sudah pernah menikah kurang dari dua tahun lalu, dia adalah satu-satunya pria terbaik dalam hidupku setelah aku kehilangan kedua orang tuaku. Tapi dia meninggal. Ya, meninggal aku fikir seperti itu tapi ternyata dia berbohong. Dia membodohiku dengan sebuah konspirasi kecelakaan yang telah dia buat begitu rapi. Ternyata dia kembali bersama kekasih pertamanya dan mereka menikah. Aku tidak menyangka dia yang begitu baik dan selalu menomorsatukan aku melakukan hal sedemikian itu. Dia laki-laki hebat, pekerja keras, perhatian, penyayang tidak aku sangka ternyata itu semua hanya kebohongan. Aslinya dia lelah berjuang bersamaku, dia muak hidup sederhana dan semuanya harus penuh usaha.” “Itu beda, kau bukan kehilangan karena kematian. Jika aku di posisimu, aku mungkin akan mudah bangkit dengan ambisi hidupku yang harus lebih baik dari pria itu.” “Sulit ibu Elisa, mungkin aku terlalu lemah.” Sesaat Elisa diam sampai akhirnya dia menggerakkan kursi rodanya susah payah. “Ya, sakitnya memang sangat berbeda. Emil meninggal dalam keadaan tetap mencintaiku, meski setelah itu semuanya berubah. Dan kau hancur karena menaruh hidupmu pada pria itu.” Isara sedikit aneh pada wanita paruh baya ini, jika seperti ini Elisa tampak sehat dan normal, tidak sedikitpun terlihat dia sakit kejiwaan atau sakit yang lain. “Salahku, harusnya tidak pernah menggantungkan apapun pada seorang pria. Mungkin karena aku tidak pernah mendapatkan sosok orang tua, aku menganggap cinta pria itu adalah sebuah kebahagiaan yang tidak pernah aku dapat.” “Masih sakit?” tanya Elisa lirih pada wajah cantik Isara yang menundukkan kepalanya, benar-benar bercerita dengan hatinya. Isara menggelengkan pelan kepalanya. “Entahlah.” Tok tok tok “MOM!” Suara ketukan dan panggilan diluar sana membuat suasana haru mencair, Isara langsung melihat ke pintu. “Tuan Rhysand?” “Ya Rhy akan berangkat, tadi malam aku melarangnya masuk karena dia mengatakan ingin menggantimu dengan perawat lain. Jangan buka pintunya, biarkan saja dia seperti itu.” Ooh ohh kau sudah semakin nakal, Tuan? Beraninya kau berbicara pada ibumu ingin menendangku dan mencari pengganti lain. “I-ibu, kasihan tuan Rhysand mungkin dia ingin bertemu ibunya agar saat bekerja lebih tenang. Bagiku melihat wajah orang tua atau orang yang kita sayangi adalah sebuah kekuatan, tentang sarannya menggantikan aku mungkin itu bukan sebuah masalah yang perlu diperpanjang, semua anak ingin yang terbaik untuk ibunya pasti.” “Tidak, Dia juga mulai jahat seperti yang lain. Hiksss padahal dia putra kesayanganku.” Elisa tiba-tiba saja menangis. Isara pun menjadi bingung, sungguh jika melihat tangisan orang tua seperti ini dia selalu tidak tega. Isara pun kembali merendahkan tubuhnya dan mengusap kedua tangan Elisa. “Aku dengar dari bibi Eva, tuan Rhysand begitu menyayangi ibunya, tujuan hidupnya saat ini hanya untuk ibunya. Mungkin ini hanya salah paham, aslinya dia hanya ingin yang terbaik untuk ibu Elisa.” Hikss. “Buka pintunya, suster!” Isara pun segera bangkit, membawa beberapa barang-barangnya ada sebuah hal yang ia ingin lakukan. Sebuah ide cemerlang tiba-tiba muncul disaat yang sangat amat tepat bathinnya. Pintu segera Isara buka namun ia sengaja ridak tidak menepi agar Rhysand yang terburu-buru akan menabaraknya. Bugh. Tepat sekali satu detik pintu dibuka, Rhysand yang tampak kesal karena sudah menunggu lama diluar, langsung masuk dan menerobos begitu saja daun pintu tanpa melihat ada Isara disana. Akhirnya tubuh mereka bertemu sedekat itu, sebenarnya tidak akan seburuk itu hanya saja Isara sengaja menarik lengan Rhysand membuat laki-laki itu berada dihadapannya dan langsung menangkap tubuhnya memangkas jarak mereka. Sebuah baki yang Isara bawa terjatuh bersama beberapa botol obat, namun tidak dengan Isara, tangan besar Rhysand menarik lengan Isaran dan menahan pinggangnya kuat. Ayo tatap aku! Ayolah tergoda denganku tuan lawyer sialan. Isara memasang wajah polos tidak berdaya, lalu sengaja menggigit bibir merah mudanya saat kedua mata mereka bertemu benar-benar bisa Rhysand lihat wajah cantik perawat ibunya itu begitu dekat. “Ah maaf! Maaf tuan saya tidak sengaja!” Isara berusaha melepaskan diri, lalu dia segera membersihkan celana Rhysand yang mungkin terkena alas kakinya. “Celana anda terkena debu, maaf...maafkan kesalahanku.” Isara berakting panik, kedua tangannya berusaha menyentuh tubuh laki-laki itu memeriksa sampai berhenti dikerang kemejanya. “Pakaian anda jadi berantakan maafkan aku...maaf.” Rapikan Isara dasi Rhysand yang padahal baik-baik saja itu dengan jemari lentiknya yang bergerak sangat nakal di kerahasiaan Rhysand itu. “Apa yang kau lakukan!” kesal Rhysand mendorong tangan Isara. “Maaf tuan, maaf sudah lancang!” “Rhysand jaga sikapmu!” “Mom dia itu..” “Jaga sikapmu, minta maaf kepada suster Amanda jika tidak jangan pernah temui aku.” Bedebah! Wajah Rhysand tampak kesal menahan amarah, benar-benar dia mengutuk peremuan didepannya ini. “Mom, aku ingin mengajakmu berkeliling.” Rhysand merasa enggan sekali dia berusaha mengalihkan keadaan. “Minta maaf Rhysand!” Elisa pun berbalik badan. Perintah Elisa membuat Rhysand mengepal kesal tangannya, sungguh ingin sekali dia menghardik perempuan ini dan membuka semua kebohongannya tapi belum ada bukti. Sementara Isara tertawa dalam hati, wajah sumringahnya pun terpampang jelas dihadapkan Rhysand. “Hmm maaf.” Kata Rhysand dengan berat. “Tidak! Tidak tuan Rhysand tidak bersalah. Aku yang bersalah harusnya aku yang meminta maaf...” Isara berkating kembali sampai akhirnya ia menyeringai lebar mengejek Rhysand dibelakang Elisa. “Jaga sikapmu! Aku bukan lawan yang lemah!” Bisik Isara diakhir kalimatnya. “Kau akan mati ditanganku!” Balas Rhysand penuh penekanan. “Jangan mengancamku, bisa saja semuanya terbalik, ouhh setelah adegan barusan aku merasa kau cukup hemm lumayan....mengesankan tuan. Oh, maaf tapi aku seharusnya tidak berbicara yang bukan-bukan, permisi!” Isara mengerlingkan matanya genit bak w*************a dengan kembali menggigit bibit bawahnya lalu keluar dari sama. “Apa lagi rencanamu sialan!” Rhysand reflek bersuara dan sukses membuat Elisa berbalik badan. “Rhysand apa maksud ucapanmu!” Isara kembali berhenti mengangkat tangannya agar Elisa tidak membentak Rhysand. “Ibu, Ibu Elisa... Maaf... Mungkin kehadiran aku disini sangat membuat tuan Rhysand terusik, biarkan aku pergi dulu.” “Rhy... Jaga sikapmu! Dia cukup baik kepada ibumu lebih dari kalian semua, urusi saja urusanmu jangan urusan ibumu!” “Mom!” “Pergilah, mom lelah denganmu!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD