Guest Star Part 1

1378 Words
Setelah kejadian kemarin, aku mencoba menghindari Adiemas. Setiap melihatnya aku seperti membuka luka lama. Kalau dia mengajar aku hanya diam pura-pura fokus pada pelajarannya, terlebih sekarang aku sudah tidak perlu membonceng dia untuk berangkat maupun pulang sekolah, karena ada sahabatku yang bersedia mengantarku. Kalian jangan tanyakan dimana sepedaku, karena sepedaku masih ditahan oleh Adiemas. Aku sudah berulang kali meminta kepada ibu untuk mengambilnya, dan ibu malah menyuruhku untuk mengambil sendiri, dan jawabanku adalah tidak karena aku tidak mau melihatnya lagi. Sementara untuk masalah Galih, dia sudah meminta maaf kepadaku. Aku juga sudah memaafkannya karena tidak ingin masalah ini berbuntut panjang. "Fanny." Panggil Bamban kepadaku. "Ada apa?" Tanyaku penasaran. "Kamu dipanggil sama Berlin." Ada angin apa Berlin menghampiriku, Ayu yang mendengar pembicaraanku dengan Bamban langsung tersenyum mengejek sambil membisikkan kata akur kepadaku. Ya memang aku sudah bersahabat lagi dengannya, setelah kesalahpahaman kami terseleseikan. "Ada apa Berlin?" Tanyaku padanya, kulihat dia berdiri dengan gelisah. "Kamu ikut aku ke ruang Osis keadaan genting nih, kita udah ditunggu kepala sekolah dan yang lain." Tidak biasanya kepala sekolah ikut rapat dengan kami, sebenarnya apa yang terjadi, firasatku mengatakan bahwa ada hal buruk yang terjadi dan itu karena apa aku tidak tahu. Sampai disana aku langsung duduk di samping Galih. Kulihat Kepala Sekolah sudah duduk di depan sana. Mataku lalu menyusuri ruangan ini dan seketika berhenti saat bersitatap dengan mata itu, Adiemas kenapa dia juga berada disini, dia bukan pembina Osis. Aku segera memalingkan wajahku karena tidak mau melihatnya, terlalu sakit untuk melihatnya. "Assalammualaikum Wr.Wb." "Wa'alaikumsalam Wr. Wb." Jawab kami serempak. "Baiklah, karena kita sudah berkumpul disini, maka saya akan mengumumkan sesuatu hal yang penting bahwa Dies Natalis tidak akan dilaksanakan seperti tahun-tahun sebelumnya." Apa, aku tidak salah dengar, bagaimana mungkin Dies Natalis tidak dilakasanakan, padahal segala persiapan sudah 90%, kami sudah menghubungi dekorasi panggung, Photo Boot, Hiasan yang sudah dipesan, bahkan kami juga sudah menghubungi grupband Saturday untuk menjadi Guest Star tahun ini. Aku ingin menyela, tapi Berlin memegang tanganku, matanya menatap ke arahku seolah berkata untuk mendengarkan penjelasan Kepala Sekolah sampai selesei. "Mungkin, kalian kaget dengan pernyataan saya, akan tetapi hal itu tetap harus dilakukan, karena kita mendapat surat peringatan dari Dinas Pendidikan." Bagaimana bisa itu terjadi, tahun-tahun lalu kami juga merayakannya dan itu tidak masalah, kenapa baru sekarang ada surat peringatan seperti itu. "Mohon maaf, kenapa hal itu bisa terjadi pak?" Tanya Galih. Sepertinya dia tak terima dengan keputusan itu. "Ada salah satu siswa yang melaporkan kepada ayahnya, ayahnya yang seorang anggota Dewan lalu melaporkan kejadian tersebut kepada Kepala Dinas, jadilah kita mendapat Surat Peringatan dari Dinas Pendidikan." Astaga kalau tahu siapa itu muridnya, akan aku labrak. "Maaf pak, kalau boleh tahu alasan dia lapor kenap pak, karena prosedur yang sudah kami lakukan saya rasa tidak ada yang bermasalah." Tanyaku kemudian. "Saya dengar, karena masalah biaya yang kita tarik dari siswa, saya juga bingung kenapa hal itu terjadi, karena masalah penarikan biaya bukankah sudah diedarkan angket, untuk yang keberatan tidak akan ditarik biaya, karena sekolah kita juga punya dana untuk kegiatan ini." Masalah biaya, astaga aku harus beri pelajaran sama siswa itu, enak aja lapor karena masalah biaya, padahal kan kami membebaskan untuk yang keberatan diperbolehkan tidak membayar iuran, acara juga buat kita sendiri, laporan pengeluarannya pun jelas nggak ada yang ditutupi. Rasanya aku ingin meledak sekarang. "Tapi pak, semua sudah dipersiapkan, kami sudah memesan segalanya, dan terlebih kita juga sudah menghubungi pihak Saturday sebagai bintang tamu acara Dies Natalis." Kali ini Berlin angkat bicara. "Untuk Band Saturday, semuanya sudah diurus oleh Pak Adiemas, jadi tentang denda dan segalanya tidak ada masalah, kalau untuk panggung dan sebagainya, semua tetap bisa dilakukan akan tetapi minus Band Saturday, karena SP ini diturunkan dengan alasan biaya yang digunakan untuk mengundang Band Luar." Jelas Pak Darno. Kalau mengumpat diperbolehkan, aku pasti sudah mengumpat sekarang, padahal untuk membooking band ini membutuhkan waktu lama karena Saturday adalah Band yang sangat terkenal di Indonesia, bahkan pilihan untuk memilih Saturday juga bukan keputusan kami, karena band itu dipilih juga berdasarkan angket yang diedarkan. "Jadi, acaranya tetap dilaksanakan pak?" Tanya Galih hati-hati. "Iya, seperti yang saya bilang tanpa Saturday, dan untuk kedepannya saya minta kepada anak-anak agar lebih hati-hati, kita nggak tahu seperti apa karakter siswa di masa datang, mungkin ada satu siswa yang seperti ini, padahal saya tahu kalian sudah melakukan sesuai prosedur yang ada, ambil hikmahnya saja, semoga acara Dies Natalis tahun ini berjalan dengan lancar, dan saya selaku kepala sekolah meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kejadian ini, setelah ini kalian adakan rapat untuk membahas masalah ini, karena saya akan ke Kantor Dinas Pendidikan untuk memenuhi panggilan di Surat Peringatan." Kami di ruangan tidak ada yang berbicara, hanya diam tanpa membantah. Tampaknya masalahnya bukan masalah sepele saja, untuk apa Kepala Sekolah juga dipanggil, astaga aku tidak bisa membayangkan nama sekolah ini akan tercoreng. "Pak Adiemas, silahkan membimbing anak-anak, dan untuk pembina lainnya silahkan ikut saya, terima kasih atas kehadiran anak-anak sekalian, Wassalammu'alaikum wr. Wb." "Wa'alaikumsalam Wr.Wb." Kepala sekolah lalu keluar ruangan dengan wajah lesu begitu pula dengan pembina lain yang mengikutinya. "Baiklah anak-anak, saya tahu kalian kecewa dengan berita tadi, tapi kita tidak boleh patah semangat, yang bisa kita lakukan sekarang adalah bagaimana membuat acaranya tetap meriah meskipun tanpa Saturday sekalipun." Kami yang tadi tertunduk lesu langsung berubah semangat untuk menyeleseikan masalah ini. "Apa ada yang mau berpendapat, oh ya Galih boleh saya minta susunan acara yang sudah kalian buat?" Tanya Adiemas kepada Galih, langsung saja aku menyerahkannya, karena susunan acaranya aku bawa. Adiemas lalu membacanya secara seksama, sesekali dia mengernyitkan dahi. Aku mengamati teman-temanku, hanya ada raut bingung di wajah mereka. Dan jujur aku sendiri juga tidak tahu harus berbuat apa, pikiranku Blank. "Acaranya menurut saya sudah bagus, disini tertulis Saturday akan mengisi sekitar 3 jam, saran saya waktu yang tersisa diisi dengan penampilan siswa atau guru disini."Jelasnya pada kami. Kami terkesiap, kalau hanya diisi acara dari siswa tentu sangat membosankan. "Emm mohon maaf pak, bukannya kalau diisi acara dari siswa akan terlihat membosankan." Sanggah Arwien ketua panitia Dies Natalis kali ini. "Siapa bilang, saya saat di Kampus, untuk acara Dies Natalis maupun Pekan Mahasiswa hanya diisi penampilan mahasiswa saja tanpa bintang tamu, dan menurut saya acara itu akan lebih seru karena kita bisa dengan bebas mengekspresikan kemampuan kita, tentunya kalian yang ada disini pasti juga berkeinginan untuk bisa tampil di depan panggung bukan hanya di belakang panggung saja." "Baiklah, kami setuju dengan pendapat bapak." Balas Arwien setelah melihat anggukan dari teman-teman Osis termasuk aku. "Nah yang tampil siapa saja pak?" Tanya Galih. "Disini ada yang bisa bernyanyi atau bermain alat musik mungkin, dan oh ya untuk penampilan nanti kalau bisa setiap kelas memberikan wakilnya untuk berada di atas panggung, saya lihat daftar disini baru ada 6 kelas yang sudah mendaftar, nah sisanya kalian hubungi untuk mendaftarkan wakilnya, dan saya juga berharap ada perwakilan Osis yang akan maju, jadi siapa yang akan maju?" Tanyanya ke arah kami. Tentu saja aku adalah orang pertama yang akan menolak ide itu. Akan tetapi aku bisa melihat seringaian tipisnya ketika melihatku. **** Arghhh, sial kenapa juga harus aku yang ditunjuk untuk jadi perwakilan dan kenapa aku harus dipasangkan dengannya. Padahal aku sudah bersusah payah untuk menjauh darinya, tapi kenapa. . . . ., aku tidak bisa membayangkan setiap hari akan berlatih dengannya, bisa saja sih aku menolak, tapi sayang sekali hal itu tidak bisa kulakukan mengingat pentingnya acara ini. Semua ini terjadi karena siswa tak tahu diri itu, mentang-mentang orang tuanya anggota Dewan dia bisa berbuat seenaknya, awas aja kalau ketemu akan aku gampar dia, eh jangan nanti orang tuanya laporin aku ke polisi, tau ah, lihat saja nanti. Sekarang tugasku adalah mencari tahu siapa dalang semua ini. "Kamu kok gitu sih Bel, gagal deh Saturday ke sekolah kita." Samar-samar aku mendengar percakapan dari ruang kelas itu, karena ada kata Saturday aku memutuskan untuk mendengarkan sampai selesei, peduli setan dengan omongan orang yang mengataiku menguping pembicaraan orang. "Salah siapa, buat acara pakai narik iuran segala, aku juga masih dendam gara-gara dulu harus ikut kemah di Yonif, sumpah itu berat banget mana aku disuruh push up sama guling-guling lagi, ini sekolah atau apa sih bikin acara nggak jelas semua." Aku tidak bisa menahan lagi kemarahanku, langsung saja aku masuk ke dalam kelas itu. Kulihat dua orang itu ketakutan seperti maling yang tertangkap basah mencuri. "Oh jadi kamu." Ucapku dengan nada mengintimidasi. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD