Takdir seolah mengejekku
Disaat aku menyerah untuk menunggumu
Kau malah datang kepadaku
-Fanny Andreas-
****
Flashback On
"Eh Fanny, apa kabar? masih sekolah SMA kan, kelas berapa ini?"
Suara ibu ibu mengagetkanku, ternyata dia ibunya Adiemas sejak kapan dia duduk di dekatku. Tampaknya keluarga Adiemas memang punya kemampuan untuk berpindah-pindah dengan cepat, hadeh anak sama ibu sama saja.
"Eh tante, baik, iya saya masih SMA, kelas 3 mau lulus,hehehe," jawabku ramah.
"SMAnya mana?"
Aduh Tante yang satu ini perasaan selama ini aku kan kalau berangkat selalu menyapa dia. Bukannya dia sudah tahu logo SMA yang ada di seragamku. Semua orang di kota ini sepertinya sudah tahu dimana sekolahku. Baiklah aku jawab saja untuk sekedar basa-basi.
"SMA Bhakti Dharma tante."
"Oowh berarti sama. . ., eh bentar ya Fan mau menyambut tamu lainnya."
"Sama gimana tante?"
Belum selesei aku bertanya Tante Anggun sudah beranjak pergi.
*****
"Sama-sama di SMA Bhakti Dharma," tiba-tiba aku bergumam.
"Maksudnya Fan," tanya Ayu yang mendengar ucapanku.
Adiemas kini sudah berada di depan kami, buku yang dia bawa telah di letakkan di atas meja guru.
"Assalammualaikum, selamat pagi anak-anak," Ucap dia ramah.
"Waalaikumsalam, selamat pagi pak" balas kami kompak.
"Kalian pasti bingung kenapa saya ada disini, pertama perkenalkan nama saya Adiemas Bagas Wiyasa, saya menggantikan Pak Ranto guru matematika disini karena beliau sudah pensiun," lanjutnya sambil memandang ke arah kami tepatnya ke arahku.
"Haahhhhhh," ucap kami serempak.
Berbagai pertanyaan muncul bersahutan kesana kemari. "Pak Ranto kemana?", "Kenapa dia tidak bilang sebelumnya", "Kok guru barunya ngganteng amat?", "Umurnya berapa ya?", "Ulangan kita hari ini bagaimana?"
"Diammmmm."
Suara Adiemas tiba-tiba mengangetkan kami, belum pernah aku mendengar Adiemas berteriak sekencang itu. Apa mungkin ia ingin menunjukan kewibawaannya kepada kami atau ia sudah mulai jengah dengan berbagai pertanyaan yang memenuhi seisi ruang kelas ini.
"Kalian pasti bertanya tanya kenapa saya ada di sini, dan alasan Pak Ranto tidak memberitahu kepada kalian sebelumnya mungkin bisa kalian tanyakan langsung kepada beliau, mungkin ada pertanyaan?"
Kami masih terdiam tidak percaya.
"Dan kalian boleh panggil saya Pak Adiemas, Pak Bagas juga bisa tapi jangan panggil saya Pak Ping, soalnya ada teman saya yang memanggil saya dengan sebutan Ping, hahaha,"
"Loh kok dapat sebutan Ping, kenapa?" tanya Bamban antusias
"Mungkin karena dia keturunan China dan suka hal-hal yang berbau China, dan suatu hari kami nonton film China bersama, tokoh utamanya namanya Ping Se, setelah itu dia suka memanggil saya dengan sebutan Ping dan saya memanggilnya dengan nama Hu cing, sekarang sih kami sudah tidak melakukannya, tapi saya lebih suka kalian panggil saya Pak Adiemas," balasnya ramah.
Tuh kan, Adiemas pasti sedang menyindir aku. Kenapa sih dengan dia sukanya mengganggu kehidupan orang lain, nggak di rumah nggak di sekolah sama saja. Awas aja nanti.
"Ada-ada saja pak, orangnya pasti aneh banget haha," ucap Bamban tanpa rasa bersalah.
Nggak tahu apa kalau yang dimaksud Adiemas itu aku. Ngapain juga Adiemas cerita hal itu kepada teman-teman, kalau sampai mereka tahu yang dimaksud itu adalah aku, bisa hancur reputasiku diledekin setiap hari.
"Pak Adiemas ganteng amat, umurnya berapa pak," Lyco bicara dengan pedenya.
"Huuuuuuu", kami kompak membalas ucapannya
"Hahaha, coba tebak umur saya berapa?" tanya Adiemas.
"18," ucapku ketus.
"Masa 18 Fanny yang benar saja?" tanya Ayu tak percaya.
"Ya benar usia saya baru 18 tahun", Adiemas menyetujui ucapanku
"Hahhhhhh",
Seisi kelas kaget mencoba mencerna kata-kata Adiemas. Mereka masih tidak percaya, suasana yang sama ketika mereka baru saja melihat seekor kucing yang bisa berdiri dengan dua kakinya.
"Masa pak, saya mau tanya profil Pak Adiemas," Bamban tiba-tiba bersuara
"Oke, saya akan ceritakan profil singkat saya, oh ya sebelumnya saya akan menyampaikan ulangan hari ini diundur minggu depan.
"Horeee,"
Semua bergembira kecuali aku, aku masih belum bisa mengerti. Memang aku akui Adiemas orang yang cerdas tapi bagaimana bisa dia bisa mengajar disini, di depanku, di kelas ini. Ya Tuhan aku mungkin sedang berhalusinasi. Semoga ilusi ini cepat hilang.
*****
"Ya ampun, besok ulangan jam ke dua, jam ke nol dan ke satu adalah mata pelajaran kewirausahaan mana aku presentasi jadi nggak bisa curi waktu belajar, pokoknya hari ini harus bisa belajar."
Terpaksa aku menyapu halaman depan sambil membawa buku catatanku, tapi ngapain si Adiemas ada di depan teras rumahnya, sengaja apa mau ngejek aku. Sebentar lagi paling dia nanti bakal ngejek aku.
"Fanny, kamu nyapu apa belajar?"
Tuh kan dugaanku tidak meleset.
"Sambil menyelam minum air, kamu nggak tahu sih guruku kaya gimana?'
"Aku tahu kok, katanya besok nggak jadi ulangan, soalnya dia udah pensiun"
"Adiemas jangan bercanda deh, kamu kenal aja tidak, sudah sana jangan ganggu aku."
"Terserah kalau kamu tidak percaya lihat besok aja, hahaha."
Flashback Off
*****
"Hei Fanny, kamu mendengar penjelasan saya nggak?"
Adiemas kini sudah berada di depanku, kenapa juga dia tanya hal itu dan apa yang dikatakan Adiemas kemarin ternyata benar, hari ini memang tidak jadi ulangan karena Pak Ranto sudah pensiun dan Adiemas yang menggantikannya, Eitts tunggu dulu kalau Adiemas yang menggantikannya jadi dia sekarang adalah guru matematikaku. Ya Tuhan, ternyata mimpi buruk tentang Adiemas masih akan terus berlanjut.
"Eh iya Adiemas, maksud saya Pak Adiemas," terpaksa memanggil dengan sebutan Pak, lagipula dia sekarang adalah guruku.
"Oh, tadi saya menjelaskan apa?"
"Profil singkat bapak kan," balasku malas
"Ya baiklah, berarti kamu mendengarkan, oke mungkin ada pertanyaan lagi, kalau tidak ada saya lanjutkan materinya."
"Fanny tanya sesuatu dong biasanya kan kamu paling semangat tanya, lagian malas lanjut pelajaran." Lindha menepuk pundakku, aku lalu menengok ke belakang.
"Tanya apa?" tanyaku malas.
"Ya apa aja." Sahutnya.
"Iya Fann, tanya apa gitu?" Rahman juga menyuruhku melakukan hal itu.
Pertanyaan untuk Adiemas, apa ya. Apa yang perlu ditanyakan aku sudah tahu semua hal tentang dia, kecuali ya keculai satu hal. Baiklah aku akan tanyakan hal itu kepadanya.
"Pak Adiemas, apa motivasi bapak menjadi Guru Matematika dengan usia semuda itu."
"Bagus Fanny." Puji Lindha
"Saya kira kamu sudah tahu Fanny, baiklah saya akan ceritakan motivasi saya menjadi Guru Matematika, soalnya saya ingin mengubah pandangan buruk murid tentang guru matematika. Suatu hari ada murid saya yang berkata kepada saya begini dia bilang, sebentar saya baca pesannya dulu di Line,"
Adiemas lalu mengambil ponselnya dan berkata
"Adiemas, nanti kalau kamu udah ngajar jangan killer killer ya, kalau murid minta ulangan susulan itu dikasih jangan malah diceramahin, kasih soal ulangan jangan susah susah kasihan muridnya tauk, kasih penjelasan itu yang jelas jangan setengah-tengan, jangan suka bicara nglantur nanti malah ditinggal muridnya tidur, dan jangan tidur kalau pas lagi ngajar, hahahaha."
Tunggu sepertinya aku kenal kata-kata itu, ya kata-kata itu adalah pesan yang aku kirimkan kepada Adiemas tempo hari. Mau dia apa sih, malu-maluin aja.
Kalau mau nyindir bilang langsung aja. Jika tak ingat dia guruku, aku langsung menyiram mukanya dengan air. Toh aku punya satu botol air disini ditasku. Dan jika masih kurang aku akan minta dari Lindha, ia selalu membawa air minum satu liter. Kenapa aku bisa tahu kalua Lindha membawa botol air minum. Hal itu dikarenakan kami sepakat untuk selalu membawa botol minum yang bisa dipakai berulang untuk mengurangi pencemaran limbah plastic. Semoga apa yang kami lakukan bisa ditiru oleh semua orang.
"Wah ada ya pak, yang bilang seperti itu, hahaha kalau dia murid saya ya pak, nggak akan saya kasih nilai hahaha." Lyco kembali menyahut.
Adiemas hanya tersenyum kecil, tangan kanannya meraih sakunya untuk mengambil sesuatu, ternyata dia menyerahkan ponselnya kepada Lyco.
"Ada, kalau tidak percaya silahkan lihat,"
Aku yang panik tentu saja langsung bersuara, bisa habis aku jika Lyco melihat pesan yang aku kirimkan. Lagipula kenapa Adiemas iseng sekali coba.
"Eittssss, tunggu."
Aku berdiri lalu memegang tangan Adiemas untuk mencegahnya memberikan ponsel itu kepada Lyco.
Adiemas hanya terdiam lalu memandang ke arahku, sebuah pandangan yang sangat teduh, matanya menyiratkan sebuah pertanyaan yang tak terucap dari bibirnya.
"Ehemm ehem." Teman-teman mulai menyoraki kami.
"Heh," aku langsung melepaskan tangan Adiemas, Ya Tuhan aku sangat malu setidaknya jangan di depan teman-temanku.
"Oh ya Pak Adiemas sama Fanny sudah kenal ya?" Lyco kembali bertanya dengan senyum menyindir.
"Eh, oh iya Fanny ini tetangga saya, rumahnya tepat ada di depan, kalau ada pertanyaan tentang saya yang igin kalian tahu bisa kalian tanyakan kepada Fanny, iya kan Fan?"
"Iya pak." jawabku terpaksa
Adiemas kenapa ia mengajar di sekolah ini, di sekolahku. Setahuku ada berpuluh-puluh sekolah di kota ini. Kenapa dia memilih sekolah ini. Aku sudah merasa kesal ketika dia kembali pulang dan sekarang dia malah ada disini.
Sabar, mungkin hanya itu yang bisa aku andalakan. Setidaknya dia menjadi guruku hanya untuk waktu satu tahun ke depan, setelah itu aku lulus dan tidak bertemu dengannya lagi. Semangat Fanny, aku mencoba menghibur diriku dalam hati.
"Tett...tettttt, Saatnya istirahat pertama". suara bel istrirahat berbunyi.
"Oke anak-anak, sampai betemu besok, jangan lupa ulangannya kita undur minggu depan, Selamat pagi", Adiemas lalu mengambil bukunya dan pergi meninggalkan kelas.
"Selamat Pagi Pak." Jawab kami serentak.
Fenomena Adiemas langsung menyebar ke penjuru sekolah. Belum satu hari keberadaanya di sekolah ini, sudah bermunculan fans Adiemas. Baik murid maupun guru heboh membicarakannya baik di kelas maupun di kantor guru.
Kini kantor guru yang biasanya sepi mendadak menjadi ramai, penuh dengan siswi yang pura-pura masuk untuk mengumpulkan tugas hanya agar bisa melihat dan berkenalan dengan Adiemas. Aku pun tak luput dari interogasi teman-teman sekelasku.
Bamban si ketua kelas langsung duduk di depan mejaku denan mengambil kursi. Dia tak mau ketinggalan untuk bertanya.
"Fanny, jelasin dong tentang Pak Adiemas, kamu kan tetangganya,"
"Bukannya tadi sudah dijelasin pas perkenalan profil singkat dia," tukasku, sungguh aku sangat malas untuk meladeni mereka.
"Apanya, dia cuma bilang tentang almamaternya doang." Sanggahnya
"Males ah, nanti juga kalian tahu," balasku malas lalu menerebahkan kepalaku di atas meja.
"Jangan-jangan pesan line tadi dari kamu Fan," tebak Bamban.
"Hehh, bukanlah mban, itu mah orang lain," aku mengangkat bahuku acuh.
"Masa Fann?" Ia mengangkat sebelah alisnya tanda tak percaya.
"Iya bener," balasku dengan nada meninggi.
"Hahaha iya iya," Akhirnya dia mengalah saat melihat kemarahanku.
"Oh iya Fanny, Pak Adiemas itu keren banget ya, masih muda sudah jadi guru resmi, padahal tetanggaku yang bertahun-tahun lulus sarjana, sampai sekarang masih aja jadi Guru Honorer," puji Lindha.
"Hemm." sahutku malas
Lagi-lagi semua orang memuji Adiemas, hanya karena dia seperti itu bukan berarti dia di atas segalanya.
"Guys, tolong perhatiannya," Bamban kini sudah berada di depan kelas.
"Untuk perayaan Dies Natalis rencananya setiap kelas wajib mendirikan Stand untuk jualan, ada ide nggak?"
"Bamban, gimana kalu standnya nanti jual makanan tradisional, nanti kita buat promo menarik, misalnya beli produk kita bisa foto sama kita, hahaha kan di kelas kita banyak orang yang kece kece, bener nggak guys."
"Hahahaha, ya boleh, tapi makanannya apa?" Tanya Bamban.
"Emm pecel gendar aja sama plecing kangkung, terus minumannnya es asem sama es sirup, setuju nggak?' usul Devin.
Pecel gendar adalah salah satu makanan khas Jawa Tengah berupa olahan sayuran rebus yang diberi saus kacang, lalu sebagai karbohidrat ditambahkan Gendar, olahan beras semacam lontong dengan tekstur yang lebih kenyal dan rasa yang gurih. Sayuran dalam Pecel Gendar biasanya berupa bayam, kecambah, kacang pacing, kecipir, wortel, dan lain sebagainya tergantung selera dan ketersediaan bahan. Makanan khas ini termasuk langka karena sangat susah ditemui.
Sementara Plecing Kangkung itu sendiri adalah makanan khas dari Lombok yang sangat familiar di Pulau Jawa. Plecing kangkung terdiri dari kangkung yang direbus dan disajikan dalam keadaan dingin dan segar dengan sambal tomat, yang dibuat dari Cabai rawit, garam, terasi dan tomat, dan kadangkala diberi tetesan jeruk limau. Kangkung juga bisa diganti dengan daun umbi yang lebih mudah ditemui di daerah ini.
"Oke, gimana teman-teman, setuju kan?" tanya Bamban kepada kami.
"Setuju."
"Sipp pokoknya kelas kita LC harus bisa, sekian terima kasih", lanjutnya.
Kami lalu bertepuk tangan dan tertawa bersama-sama, dan akhirnya mulailah diskusi di meja masing masing. Untuk yang perempuan kami bertugas membagi bahan-bahan apa saja yang perlu disiapkan, dan untuk yang laki-laki bertugas membagai perkakas yang harus dibawa.
LC adalah nama kelas kami, singkatan dari The Last Celebration of Science Class Initial, kenapa namanya seperti itu karena di kelas dua belas ini kami ingin membuat kenangan yang terindah sepanjang sejarah bersekolah di sekolah ini.
"Eh Fanny, Pak Adiemas lewat tuh?" Bisik Ayu.
Ya Ampun dia lagi, dia lagi kapan mimpi buruk ini akan berakhir.