Albert yang tidak hentinya terus mencari Vina. Dia merasa menyesal dengan apa yang sudah di perbuatnya. Ingin sekali mencari dia dan minta maaf. Dia akan mencoba untuk mencintai dia. Dan bertanggung jawab jika kelak terjadi apa-apa denganya.
Tetapi sifat playboy dan suka bermanis lidah di depan wanita tak bisa begitu saja dia hilangkan. Kaarena itu sudah ada sejak lama tertanam dalam dirinya. Perlu cinta sejati untuk menghilangkan itu semuanya. Tetapi sangat sulit mendapatkan itu semuanya.
Vina yang dari tadi pagi belum pulang ke rumahnya. Sesudah ia keluar dari hotel, ia tidak menginjakkan kakinya sama
sekali di rumahnya. Hingga membuat orang taunya khawatir. Bahkan ayahnya mondar-mandiri di belakang pintu menunggu ajaknya untuk pulang.
Tetapi Vina merasa pikirannya benar-benar kacau, ia tidak bisa pulang lebih dulu. Dan baru saja dia mengirimkan pesan untuk ayah dan ibunya di rumah. Agar dia tidak terlalu khawatir dengannya. Vina memutuskan untuk mencari hiburan di luar
Bersenang-senang, di club malam.Meski dia tidak pernah ke sana sama sekali. Lalu kembali mampir di sebuah restauran untuk makan sejenak.
Ini bukan dirinya yang asli. Vina yak pernah sama sekali seperti itu sebelumnya. Vina jauh dari kata minum. Dan masalah kali ini benar-benar membuat dia semakin hancur. Sangat hancur, sekarang pendirian teguh dalam dirinya mulai hancur. Bersama dengan hancur hatinya saat ini.
Aku ingin hidup tenang sekarang... Lagian kenapa ngga aku masih memikirkan orang yang sama sekali tidak pernah suka denganku. Dan apalagi Albert, hanya menjelajahi tubuhku. Tidak pernah sama sekali dia suka denganku. Melirik saja sepertinya, ogah! Jika harus, berada dalam bayang-bayang penyesalah.
Ia seharian mencari ketenagan mengelilingi kota. Dan berhenti di supermarket untuk membeli beberapa minuman. Dan juga makanan ringan untuk dia sendiri. Ia berencana untuk tidur di dalam.mobil selama beberapa hari ke depan. Meski beresiko baginya. Tetapi dia malu dengan orang tuanya. Vina merasa malu jika dirinya sudah tidak terhormat lagi. Dia sudah ternodai berkali-kali.
Vina menghela napasnya, mencoba untuk tetap sabar. Kemudian memutar mobilnya keseberang jalan. Dan segera pergi lagi menuju jembata yang menjulang panjang menghubungkan kota. Dia menghentikan mobilnya tepat di tengah-tengah jembatan. Bibirnya tersenyum tipis. Melihat begitu indahnya pemandangan laut di malam hari. Sangat gelap, tak terlihat jelas warna laut di bawahnya itu.
Hingga malam tiba, ia berhenti di sana, keluar membawa beberapa minuman dan
duduk di pinggiran jembatan mentap ke laut luas di depanya.
“Pemandangan yang sangat indah” ucap Vina, dengan tangan membuka minuman dingin yang ia beli tadi, meneguknya perlahan. Kembali lagi menatap ke arah laut. Suasana hatinya seakan sudah lepas tak ada beban jika berbicara sendiri meluapkan emosi hatinya yang menggebu.
“Tapi tak seindah hatiku sekarang, aku merasa tidak ada orang yang sangat menyayangiku. Tidak ada yang perduli dengan aku. Dan Vino juga pasti sekarang bersama dengan Kesha.” Ucap Vina, meneguk lagi minumannya lagi, meletakkan di atas mobilnya. Sembari tersenyum tipis saat membayangkan kenangan indah bersama dengan Albert. Entah sejak kapan pikirannya tentang Albert semakin membuat dia benar-benar stres.
“Semoga kalian bisa bersama lagi, Aku harap hubungan kalian membaik” Vina tak
berhenti terus berbicara sendiri, dan. Tes..
Tiba-tiba air mata keluar dari mata indahnya, wajah yang semula tersenyum , berubah jadi sebuah tangisan yang semakin menjadi. Air mata itu semakin derasnya membasahi ke dua pipinya. Vina menyeka air matanya dengan punggung tangannya. Beranjak berdiri, merentangkan ke dua tangannya. Merasakan hembusan angin malam yang menerpa tubuhnya.
“Aku benci kehidupanku..” teriak Vina, meneguk minumanya sampai tak tersisa,
mencengkram erat botol minuman itu, melemparanya jauh ke depan.
pernah jatuh cinta pada seseorang tetapi di sakiti. Karena cinta dia hanyalah bertepuk sebelah tangan.
“Kenapa... Kenapa kisah cintaku seperti ini? Kenapa aku selalu menederita karena cinta, apa semua cinta memang sudah tidak berpihak lagi padaku, apa semuanya sudah menjauh dariku... “ teriak Vina menggema ke seluruh penjuru pantai.
Vina terdiam sejenak, ia mulai teringat dengan kenangan lalu yang membuat ia jadi seperti ini, di mana saat ia kecil bertemu dengan seorang laki-laki, dan memberinya sebuah permen saat dia menangis. Dan setelah itu mereka selalu bertemu di tempat yang sama. Bermain bersama, Vina yang dulu tidak punya teman, dan selalu di jauhi teman-temannya. Ia merasakan punya teman
baru saat bertemu dengannya, bahkan dia mau begitu saja menerimanya sebagi
teman.
Hingga mereka berjanji, akan selalu jadi teman selamanya. Tapi stelah berbicara itu, keesokan harinya ia sudah tidak bertemu lagi dnegannya. Bahkan, sudah tidak ada lagi kabar darinya. Hingga, Vina lupa dengannya. Dan di saat seperti ini, ia kangaen dengannya yang selalu menghiburnya dulu. Teman
masa kecil yang selalu ia rindukan.
“Kamu di mana?” tanya Vina pada dirinya sendiri, dengan pandangan kosong menatap ke depan. Dan air mata seakan sudah habis tak tersisa lagi. Hingga matanya mengering. Vina terseyum tipis, mengambil minumannya lagi, meneguknya setengah botol.
Merasa bosan , ia beranjak berdiri merasakann hembusan angin
pantai yang membuat hatinya semakin sejuk. Vina memejamkan matanya,
merentangkan ke dua tangannya, merasakan angin pantai yang mulai masuk ke dalam pori-porinya dan dinginya semakin menusuk ke tulang nya.
“Aku merasa sangat tenang. Sanga damai seperti ini” ucap Vina.
~~
Albert yang dari tadi cemas mencari Vina, ia sampai menelusuri setiap sudut kota. “Vina, kamu di mana? Aku harap kamu tidak melakukan hal bodoh” gumma Albert, menggigit jemarinya, menghilangkan rasa cemas yang semakin menjadi. Hingga ia tidak sadar melintas di melewati mobil Vina. Ia melirik sejenak, orang yang berdiri di atas jembatan. Sekujur tubuhnya gemetar, merasa sangat khawatir dengan keadaan Vina sekarang. Dia takut jika wanita itu akan berbuat nekat nanti.
Ia menggelengkan kepalanya. “Apa dia sudah gila mau bunuh diri” ucap Albert. “Sepertinya, memang dia sudah gila” Albert menghentikan mobilnya, dan beranjak turun, berlari menghampiri wanita di atas jembatan itu. Ia tidak sadar jika mobil Vina ada di depanya.
“Eh... turunlah, apa yang kamu lakukan” ucap Alber, dengan kepala sedikit mendongak entap wanita itu.
“Turunlah!!” ucap Albert lagi, mengulurkan tanganya ke atas.
Ajah wanita itu tertutup rambut panjangya, membuat Albert tidak bisa melihat jelas siapa wanita di depannya itu. Vina hanya diam, ia merasakan relaksasi angin laut yang membuat ia tak mendengarkan semua suara mobil yang lewat bahkan orang yang dari tadi menyuruhnya turun.
“Ehh.. Gadis gila, cepatlah turun!!” ucap Albert yang sudah semakin kesal, ucapanya tidak di hiraukan dari tadi.
“Kamu mau turun sekarang tidak,, peganglah tanganku.. Jangan bertindak bodoh wahai gadis gila.. “ ucap Albert, menguluran tanganya lagi ke depan.
Vina perlahan membuka matanya, ia melihat ke bawah seorang laki-laki yang terus memanggilnay gadis gila dari tadi.
“Vina??” ucap Slbert terekjut.
“Albert! Kenapa kamu ada di sini” ucap Vina yang terkejut saat Albert ada di dekatnya.
“Kamu turun dulu.. Jangan bertindak bodoh Vin, kamu turun ya sekarang. Kita akan bicarakan baik-baik” ucap Albert, mengulurkan tanga ke atas lagi, berharap Vina akan menerima uluran tanganya.
Vina mengerutkan keningnya, ia tidak tahu apa maksud Albert.
“Vina, turunlah... Jangan mencoba bunuh diri. Aku gak mau jika kamu melakukan hal bodoh itu. Kasihan keluarga kamu yang dari tadi juga mencari kamu”
Vina menatap semakin aneh, dan tertawa. “ Apa kamu pikir aku akan bunuh diri.” Ucap Vina.
Albert terdiam, ia mengerutkan keningnya. Menarik kembali tanganya yang mengulur ke atas.
Vina mencoba untuk duduk. Sreetttt...
Aaaa..
Vina terpeleset hampir jatuh ke laut. Dengan sigap tangan Albert memegang tangan Vina. Mencoba mengangkat tubuh Vina yang menggantung di bawah jembatan itu.
“ Vina peganglah erat tanganku” ucap Albert, mencoba menarik tangan Vina ke tas secara perlahan, dan. Bukkk..
Tubuh Vina jatuh tepat di atas tubuh Albert, dalam dekapan erat tangan Albert. Tangan Albert mendarat di pinggang Vina. Ke dua mata mereka saling tertuju. Dengan detak jantung saling berpacu cepat.
“Maaf!” ucap Albert, yang tidak melepaskan tanganya, di atas pungung Vina.
“Kamu jangan berdiri lagi di situ bahaya” ucap Albert lirih, dengan tangan kanan, mengusap lembut pipi Vina.
“Emangnya kenapa, dan kenapa juga kamu menolongku. Bukanya kamu sangat benci dnegan aku” ucap Vina beranjak berdiri, duduk di mobil depannya.
“Aku menolong kamu, karena kau gak mungkin tega melihat orang mau jatuh ke bawah. Entar di kira aku yang membuat kamu celaka” ucap Albert, duduk di samping Vina.
“Ini minuman, minumlah” ucap Vina, mengulurkan sisa minuman yang ia beli tadi di supermarket.
Albert menerima, lalu membuka botol minuman itu, meneguknya perlahan, kemudian meletakkan minuamn di samping duduknya.
***
Tokk... tokk.. tokk..
“Permini tuan, maaf mengganggu” ucap pembantu Manda.
Seketika Aron mengakhiri permainan tangan nakalnya. Ia beranjak duduk, merapikan kembali baju Manda, dan mengusap lembut rambut Manda yang
terlihat berantakan.
Manda duduk mentap wajah Aron di depannya, yang terlihat bergitu perhatiannya dengan dirinya. Wanita itu, memegang ke dua pipi Aron, lalu mengecup bibir Aron beberapa detik.
“Suami ku yang paling aku cinta, bahkan sangat aku cinta. Berkat kamu kita sudah punya tiga anak. Yang sudah aku lahirkan normal” ucap Manda, mengusap ujung kepala Aron, agak mengaak-acak rambutnya, membuat rambut Aron yang semula sudah berantakan jadi tabah berantakkan.
“Iya, sekarang tanya siapa yang datang” ucap Aron pada Manda
“Ada apa bi?" tanya Manda.
“Non, Vina datang non, dia sudha menunggu di ruang tamu”
ucap pembantu Manda.
“Baik bi, aku akan segera keluar” ucap Manda
“Syang ada Vina. Sekarang kita keluar dulu ya. Atau aku saja
yang keluar menemuinya.” Ucap Manda.
“Baiklah, tapi ada satu syarat kamu pergi dari sini” ucap
Aron menggoda, denganjemari tangan mengusap pipi Manda.
“Apa syang, cepetan. Nanti Vina keburu lama menungu ku” ucap
Manda.
“Kecup aku. Di bibir, lima menit saja, setelah itu pergi.
Dari pada taman kamu menunggu lama” ucap Aron, yang memang belum puas dengan kecupanya di ranjang tadi.
“Baiklah, tapi hanya bentar ya. Lima menit gak lebih” ucap Manda, yang langsung menarik kepala Aton mendekat ke arahya, ia mulai mengecup bibir Aron, tanpa balasan dari Aron. Aron memang membiarkan Manda yang memainkan
bibrinya sendiri. Ia ingin melihat sebarapa mahirnya dia sekarang.
Manda melepaskan kecupannya, dan megusap bibirmya dengan punggung tanganya. Ternyata kamu mahir juga syang" ucap Aron.
“Bukanya kamu yang ajari aku. Udah sekarang aku mau pergi. Vina sudah lama menunggu aku di bawah. Nanti kamu bisa lanjut lagi” gumam Manda, bergegas pergi meniggalkan ke dua anaknya dan Aron.
```
“Vin, kamu sudah menunguunkama ya” ucap Manda berjalan mendekati Vina yang duduk tanpa eskpresi di wajahnya.
“Gak, kok Da” ucap Vina, datar”
Manda duduk di samping Vina, memegang pundak Vina. “Apa kamu ada masalah?” tanya Manda.
“Vina hanya diam, ia memelauk sahabtanya itu snagat erat, dan tangisan seakan pecah membasahi pipinya.
Manda terlihat bingung dengan pelukan tiba-tiba dari Vina, dengan suara tangisan Vina yang semakin sesegukan, Manda semakin bingung di buatnya.
“Vin!!” panggil manda, memegang ke dua bahu Vina, melepaskan pelukan Vina padanya.
Manda mantap wajah Vina, yang menunduk ke bawah, an air mata yang terus menetes di matanya.
“Da, Aku akan pergi, dan mungkin aku gak tahu. Kapan kita akan bertemu lagi” ucap Vina, seketika membuat Manda terkejut, tak percaya dengan apa yang di katakan Vina itu.
“Apa kamu berkata jujur, atau hanya kamu mau berbohong padaku Vin.” Ucap Manda yang masih tidak percaya.
“Aku jujur, Da. mungkin ini terakhir aku di sini, besok sore aku akan pergi” ucap Vina.
“Kenapa mendadak sekali?” tanya Manda
“Orang tua aku yang pindah kerja di sana. Mereka mendirikan perusahaan di sana, jadi aku harus pindah iku mereka juga” ucap Vina, yang terus menunduk.
Ia tidak mau cerita, tentang apa sebenarnya yang terjadi pada Manda. Kalau sebenarnya alasannya bukan hanya orang tuanya yang pindah. Tapi ia juga ingin pindah karena Albert.
“Kenapa kamu tidak pulang” tanya Albert, menatap ke arah Vina, yang masih meneguk minumannya.
“Vin, yan kamu katakan itu benar kan? Bukan masalah lain yang selama ini kamu pendam? Atau kamu marah dengan aku” tanya Albert yang terlihat khawatir dengan keadaan Vina selama ini. Ia tahu cinta Vina tidak pernah bisa bersatu dari dulu, namun banyak sekali halangan yang menganggu mereka. Dan sekarang sepertinya ada masalah yang membuat ia benar-benar terpukul. Ia juga takut jika Vina marah dengannya.
Vina mengusap air matanya dengan punggung tanganya, ia mencoba tersenyum di hadapan Manda. Meski dalam.hatinya menyimpan beribu luka yang tak bisa dia ceritakan satu persatu padanya. Termasuk kejadian malam itu bersama dengan Albert. Temannya itu pasti akan marah sekaligus menyalahkan dirinya sendiri. Karena dia yang pertama ajak Vina dengan Albert untuk pergi, dan dia mengingkharinya.
“Gak, ada da. Hanya orang tua aku yang ajak aku mendadak pindah. Jadi aku mau gak mau, juga harus ikut pindah mereka” ucap Vina, mencoba beralasan.
Manda yang tidak tau alasan sebenarnya, ia hanya menarik napasnya dalam-dalam, mencoba menenangkan perasaan Vina saat ini.
“Ya, sudah kalau gak ada masalah lain, aku itu khawatir dengan kamu. Kalu kamu ada masalah, bilang sama aku ya. Aku gak mau kamu menyimpan perasan kesal kamu dengan orang lain kamu penda sendiri.” Ucap Manda mengusap lembut rambut Vina.
“Udah kamu jangan Khawatir ya, aku gak apa-apa kok.” Ucap Vina, mencoba terpaksa tersenyum di hadapan manda.
“Oya, soal kemarin aku minta maaf ya, Vin. Aku gak tahu kalau aku tiba-tiba melahirkan. Padahal aku baru ajak makan kue buatan suami aku. Eh langsung lahiran” ucap Manda, “Padahal kemarin, aku juga ajak semuanya tapi
gak jadi berangkat.” Lanjutnya.
Maaf Vin, aku memang sengaja membuat kamu dekat dengan Albert lagi. Karena aku gak mau kamu sakit hati mengharapkan Vino. Yang akan segera manikah dengan Vina. Aku tidak mau melihat sahabat aku sedih gara-gara cinta. Aku mau kamu bahagia, Vin. pikir Manda, yang masih terus mengusap rambut Vina lembaut dengan senyum tipis memandang wajah cantik Vina.
“Gak, apa-apa, Da. Kunjuga kemarin lagi gak ada kejaan ya sekalian saja liburan, di sana. Cari tempat hiburan yang bikin pikiran tenang.” ucap Vina.
“Terus gimana hubungan kamu dengan Albert, apa kamu di sana bertemu dengannya? Terus apa dia masih marah-marah lagi saat bertemu dengan kamu? Atau kalian masih sama ya, seperti tikus dan kucing” tanya Manda tak ada
jeda sama sekali. Vina mendengar nama Albert seakan sudah tidak mau mendengarnya, ia benar-benar sudah sangat marah dengan apa yang suda di lakukan Albert padanya. Tapi Vina tidak mau menyalahkan Manda, lagian Manda gak salah. Yang salah adalah Albert. Dia yang memulai semuanya, dia yang membuat aku jadi semakin benci dengannya, dia juga yang mempermainkan persaanku. Pikir Vina.
“Vin, kenapa kamu diam?” apa dia marah-marah dengn kamu?” tanya Manda yang mulai khawatir lagi dengan Vina. “kalau iya, dia cari gara-gara lagi dengan kamu. Aku akan memarahi dia, besok aku akan menyuruh dia ke sini, dan memarahi dia habis-habisan. Aku gak mau jika teman aku ini di sakiti lagi” lanjut Manda
“udah da, aku gak apa-apa. Aku kemarin bertemu dengan albert, baik-aik saja gak ada pertengkaran di antara kita. Hanya saling berbimcang, memandang pantai, dan..” ucapan Bina terhenti seketika, saat mengingat itu, malam itu, malam yang membuat ia hilang semuanya.
“Dan, apa?” tanya Manda semakin penasaran”
“Iya, da, Aku akan selalu ingat apa kata kamu.
“udah gak usah Di bahas da. Oya Vino katanya ada di rumah ini ya. Sekarang di mana dia?” tanya Vina, yang memang dari tadi tidak melihat Vino sama sekali.
“Vino dan Kesha pergi, sama Duke dan Lia entah kemana perginya mereka. Aku juga gak tahu, sudah hampir 3 jam mereka pergi. Tapi belum juga pulang”
“Oo.. mereka sekarang sudah baikan ya. Kapan rencana mereka akan menikah?” tanya Vina.
“Aku gak tahu, semua tergantung mereka. Mereka yang jalani cinta mereka. Dan Lagian baru kemarin dia balikan dengan Kesha.” Ucap Manda, melirik ke arah Vina di sampingnya yang hanya diam menunduk. “Apa kamu sakithati gara-gara Vino?” tanya Manda.
“enggak, aku hanya bangga saja, mereka sudah bisa bersatu sekarang. Dan aku harap mereka cepat menikah, agar tidak yang mengganggu hubungan mereka lagi”
“Aku harap juga begitu, tapi aku juga gak tahu. Aton , suami ku juga sudah siapkan semuanya buat pernikahan mereka.”
“Wa,,, syang sekali aku gak bisa ikut datang ke acara pernikahan mereka nantinya.”
“Gak, apa-apa” ucap Manda mengusap punggung Vina.
“Tapi, kamu benar gak apa-apa kan mendengar kabar itu?” tanya Manda lagi.
“Iya, aku gak apa-apa” ucap Vina tegas. “Udah, kamu gak usah pikirin aku, Da. Yang penting aku mendengar semua orang yang pernah ada dalam hatiku bahagia. Aku juga sudah bahagia” ucap Vina. Membuat Manda, langsung memeluknya erat.
“Kamu sabar ya, Vin. Aku yakin jika suatu sata ada laki-laki yang akan datang memohon cinta padamu’” ucap Manda.
“Iya, Da. Semoga saja begitu. Aku berharap begitu” gumam Vina, tersenyum tipis, dan. Tes...
Air mata tiba-tiba menetes lagi di mataya. Dengan sigap Vina mengusap air matanya sebelum Manda tah, dan malah membuat ia kepikiran natinya.
Vina melepaskan pelukannya mentap ke arah Manda. “Oya, Da. tapi sekarang aku mau bilang sesuatu padamu’ Ucap Vina.
“Mau bilang apa, katakan saja Vin” ucap Manda yang terlihat panik.
Vina tersenyum tipis. “ jika aku ingin melihat anak kamu” ucap Vina, membuat Manda menarik napasnya kesal. Ia mengira Vina akan berbicara sesuatu yang penting.
“kenapa kamu tegang gitu, lagian sekali-sekali hiburan, Da” gumam Vina.
“Aku kira kamu bicara serius,” ucap Manda.
“udah, mana anak kamu. Aku mau lihat, ponakan aku yang tampan pastinya” ucap Vina antusias.
Dia di kamar sekarang dengan papanya. Kalau kamu mau melihat sekarang kita ke atas.”ucap Manda,bergegas berdiri.
“Baiklah” Vina beranjak berdiiri mengikuti langkah kaki Manda menuju ke kamarnya. Manda perlahan membuka pintu kamarnya, melihat Aron terbaring lagi di rajangnya.
“Haahh.. suamiaku memang seperti itu, Vin. Aku bangunkan dia dulu” ucap Manda, yang beranjak merangkak ke ranjangnya.
“kamu lihat anak aku ada di boks” ucap Manda.
“Mereka kembar?” tanya Vina.
“Iya,”
“Waahh... lucu ya, kalau punya anak kembar gini” ucap Vina, mengusap ke dua pipi anaknya itu.
“Tapi, mereka tidak kembar identik. Hanya saja lahirnya bersamaan, hanya selang beberapa menit saja” ucap Manda.
“Tapi, mereka semua tampan dan lucu, Da.” Ucap Vina.
Manda segera membangunkan Aron lebih dulu, ia tidak mau jika Aron terus saja tidur di saat ada tamu. “Syang, bangun!!” ucap manda, menggoyang-goyangkan tubuh Aron.
‘Syang, cepat bangun” ucap Manda lagi.
"Apa, syang. Aku masih ngantuk" gumam Aron.
"Ada Vina, syang. sekarang kamu cepat bangun" ucap Manda.
"hmmmm ... masih males syang"
"Bangun gak?" tanya Manda semakin meninggikan suara.
"Iya, iya aku bangun" gumam Aron, beranjak duduk menatap ke arah Manda sejenak. Mengusap ujung kepala Manda. "Kamu itu ngeselin tai aku cinta" gumam Aron.
ia melirik ke arah anaknya. "Eh.. Sha.. Sudah lama?" tanya Aron.
"Baru saja" ucap Vina pada Aron.
"Ya, sudah! Kalian di sini saja ya. Aku mau mandi di kamar Duke." ucap Aron bergegas pergi dari kamar Manda.