PESONA TARIAN KENANGA
Seseorang mengantar Kenanga menuju ruangan luas, mirip rumah type 36 namun berada dalam rumah yang sangat besar.
Ada sofa besar seukuran kasur nomer tiga dirumahnya, sofa berwarna abu abu itu nampak demikian megah.
Ada bedcover dengan warna emas menghias peraduan.
Ada televisi 32inch, ada kulkas dengan isi yang lengkap.
Ada kamar mandi yang menawan.
"Selamat beristirahat,"
Ucap laki laki berseragam itu hormat.
"Sebentar,"
"Dari siapa semua ini?"
"Bos Bram" jawabnya singkat, sedikit membungkuk dan melangkah menjauh.
Kenanga masuk, mengunci pintu, merebahkan dirinya di springbed besar itu.
Matanya tertuju pada ujung buffet kecil. Ada surat disana.
'Selamat beristirahat, Kenanga
Esok pagi aku akan menemui mu.
Terimakasih untuk malam ini'
Bram...’
Kenanga rebah lagi, sambil lengannya masih menggenggam erat surat tersebut.
Kaki indahnya ia silangkan diatas lutut masih dalam posisi tidur.
Fikirannya menerawang jauh pada rumah dan kebun yang ia tinggalkan di desanya. Fikirannya menerawang pada putra kecilnya yang berusia delapan tahun, ia demikian rindu. Biasanya di malam menjelang pagi seperti ini ia pasti mengusap lembut keningnya lalu mengecupnya pelan sebelum kemudian tidur.
Nestapa di hatinya tak bisa ia suarakan pada siapapun, disini ia tak berteman, disini ia sendirian.
Ia terus membayangkan Fauzan putra kecilnya, satu yang tersisa dari kenangan indah rumah tangganya yang harus karam ketika suaminya memilih pergi dan meninggalkannya demi wanita lain.
Semua kenangan indah itu seolah terkubur. Ayah Fauzan seakan lupa pada kalimat mesra yang ia ucapkan sebelum dirinya dipinang, ayah Fauzan seolah lupa pada malam pertama mereka yang lucu dan menggelikan.
Wanita itu membawa ayah Fauzan pergi, meninggalkan dirinya dan Fauzan yang saat itu belum genap berusia empat tahun.
Kenanga pernah mencoba membuka hatinya untuk lelaki lain tapi sungguh, ia sangat tidak ingin merusak kebahagiaan Fauzan kala perhatiannya terbagi.
Air mata Kenanga mendadak mengalir, hanya seorang ibu yang tahu betapa perihnya saat harus terpisah dengan buah hatinya.
Dini hari, pintu diketuk pelan, Kenanga terkejut.
Bram datang dengan kaos putih dan celana pendek hitam.
Santai sekali gayanya, namun menawan.
"Ijinkan aku mandi dulu," Suara Kenanga membuat Bram mengangguk.
Di dalam kamar mandi Kenanga menangis lagi, ia membayangkan sebentar lagi dirinya akan bergumul dengan laki-laki tanpa ikatan pernikahan, sebentar lagi dirinya akan rebah dalam pelukan laki-laki baru yang sama sekali tidak ia kenal sebelumnya, sebentar lagi dirinya akan memuaskan Bram dengan kenikmatan tubuhnya. Hatinya perih, namun inilah konsekuensi dari pilihan yang harus ia terima.
Harum semerbak memenuhi kulit putih mulus dan rambut hitam tergerai itu membuat Bram bangkit.
Tubuhnya Kenanga hanya terlilit handuk putih, Bram memeluk Kenanga. Kenanga tidak melawan, ia ikuti semua inginnya, ia hanya bisa pasrah meski hatinya sangat hancur.
Tidak ada seorang pun yang ingin berada di posisi Kenanga saat ini, andai bisa memilih.
Bram memberlakuinya sangat lembut.
Desah nafas Bram menyeruput harum kulit tubuhnya, leher putihnya, pipinya, hingga kuluman indah di bibir merah merekah. Mereka saling memeluk, saling bergulung berbagi kenikmatan. Mereka terus bergerak hingga bulu kuduk Kenanga meremang menikmati setiap getaran yang dialirkan oleh Bram.
Kenanga menggeletar-geletar, jemarinya mencengkeram erat seprei putih diatas ranjang indah yang saat ini ia tempati, ia semakin buas saat sesuatu itu ingin keluar. Kenikmatan yang membuncah itu tumpah ruah. Bram terengah-engah, menelungkupkan wajahnya di antara d**a Kenanga. Puas.
“Kamu luar biasa,” suara Bram terbata.
Kenanga hanya bisa tersenyum diantara lelah yang menjalari tubuhnya.
Bram tertidur masih di antara d**a Kenanga. Selimut lembut itu menutupi tubuh keduanya, mereka terbang dalam suargaloka, menikmati keindahan berdua.
Hingga pesona surya menyeruak kaca jendela, tirai berwarna ungu muda itu tak mampu menutup seluruh kaca jendela agar tak ada cahaya yang masuk dan menyapa mereka.
Kenanga membuka mata, melihat Bram masih menindih tubuhnya, Kenanga mengusap kepala Bram lembut, yang diusap terbangun.
“Oh, maaf” serunya menyadari posisi tubuhnya menindih tubuh Kenanga.
“Nggak papa,” suara Kenanga masih sedikit lemas.
“Mandi yuk, “ ajak Bram pada Kenanga.
Kenanga berfikir keras, ia ingin menolak tapi mungkinkah? Tidak kah akan membuat Bram marah. Tugasnya adalah melayani semua laki-laki yang menginginkannya, lebih-lebih Bram anak sulung dari pemilik beberapa diskotik besar di negara ini. Ia tak mungkin menolaknya, terlebih ketika Bram telah berdiri tegak dengan handuk putihnya.
Bram membopong tubuh Kenanga menuju kamar mandi.
Usai membersihkan rongga mulutnya, Bram kembali mencumbui Kenanga, ia demikian buas seolah hanya Kenanga wanita yang bisa memuaskannya.
“Kamu luar biasa Kenanga,” Bram menggigit-gigit lembut punggung Kenanga diantara air shower yang terus membuncah membasahi tubuh mereka. Kenanga hanya bisa tersenyum.
Usai bercinta, Bram menjadikan Kenanga seperti putri raja.
"Jangan melayani siapapun, tugasmu hanya melayani aku, "
"Mulai hari ini jadilah penari di sini, kamu penariku, bukan p*****r seperti mereka. Kamu setuju kan?"
“Maksudnya?”
“Iya, tugasmu hanya menari disini, kamu tak perlu tidur dengan laki-laki manapun, cukup denganku.”
“Mami Sisyl bagaimana?” tanya Kenanga pada Bram.
“Kamu tenang saja, yang penting mulai malam ini kamu hanya boleh melayaniku, bila ada seseorang yang ingin mengganggumu, katakan padaku."
Kenanga mengangguk, tertunduk ia.
“Sekarang beristirahatlah, agar nanti malam kamu tak lelah, jangan lupa perjanjian kita.”
“Iya, “
“Bila kamu berani melanggar, hukumanmu akan sangat berat, karena aku tidak mau disakiti oleh siapapun.” Penjelasan Bram panjang lebar sambil nafasnya ia hembuskan di pucuk hidung Kenanga. Bram mengulum bibir merah indah itu lagi.
Sebelum keluar kamar, ia memberikan beberapa lembar uang kertas berwarna merah.
Ia menghamburkannya diseluruh tubuh Kenanga yang sedang terlentang.
“Semakin banyak tamu yang datang kamupun akan dapat lebih banyak dari ini.” Bram meyakinkan.
Malam berganti Kenanga terus menari setiap malam, tariannya seperti candu yang meracuni setiap yang datang.
Semua orang menunggu giliran berada dalam antrian bisa sekamar dengan Kenanga.
Kenanga yang erotis, Kenanga yang liukkannya melebihi ular, Kenanga yang bisa membangkitkan gairah siapapun yang datang.
Seperti malam itu, Kinanti marah pada suaminya yang ngotot pergi malam malam dengan alasan.ke rumah kawan.
Iwan suami Kinanti adalah seorang pengusaha sapi perah yang kaya raya, ia memilih meninggalkan istrinya yang marah marah demi melihat tarian Kenanga.
“Kamu sudah gila karena p*****r itu, mas.” Kinanti berteriak-teriak malam-malam.
“Sudah kamu jangan ribut yang penting uang belanjamu cukup dan aku setiap hari pulang,”
“Iya, tapi ini keterlaluan. Aku tahu mas disana ada penari baru yang bisa membuat banyak laki-laki tergila-gila. Semua ibu-ibu memperbincangkan hal itu.” Suara Kinanti parau.
“Kamu sedang terkena guna-guna penari itu, mas”
Yang diajak bicara sama sekali tak perduli, ia membawa mobilnya melaju kencang menuju rumah kawannya yang bernama Subroto.
"Ayo, jangan lambat nanti kita kehilangan detik-detik menegangkan" ucap Iwan pada Subroto. Subrotopun sigap memasuki mobil Iwan, mereka sama sekali tidak ingin melampaui tengah malam.
Ia memacu fortunernya dengan kencang.
Sebelum pergi tadi Iwan merasa Kenanga ada diatas badannya, lidah lentiknya itu melumuri seluruh kulitnya.
Kenanga seolah datang, itulah yang membuat Iwan memilih berangkat meninggalkan Kinanti sendirian dirumah.
Iwan terbius pesona tarian Kenanga, sama seperti lelaki lainnya....
Semua merasa Kenanga hadir di kamar mereka dan mengajak mereka bercinta,
Bila mereka tak datang maka percintaan itu tak akan tuntas namun bila mereka datang Kenanga akan membuat mereka puas dalam imaji yang mereka 'nyatakan’..