Episode 3:Bayang-Bayang yang Mengikuti

454 Words
Hari-hari setelah pertemuan yang aneh itu terasa berbeda bagi Alina. Meskipun ia berusaha untuk melanjutkan rutinitasnya, bayangan pertemuan dengan Rian terus menghantui pikirannya. Setiap kali ia menyendiri atau merenung, wajah pria itu muncul dalam pikirannya, seolah-olah ada sebuah ikatan tak terlihat di antara mereka. Namun, Alina berusaha keras untuk mengabaikan perasaan itu dan kembali fokus pada pekerjaannya yang semakin menumpuk. Pagi itu, Alina tiba di kantor seperti biasa, disambut dengan tumpukan pekerjaan yang menunggu untuk diselesaikan. Ia duduk di mejanya, membuka laptop, dan mulai memeriksa dokumen-dokumen yang harus disetujui. Namun, hatinya terasa kosong. Pikirannya kembali melayang ke Rian. Bagaimana mungkin pria itu bisa begitu mempengaruhi dirinya? Ada sesuatu tentang Rian yang tak bisa ia jelaskan. Suatu perasaan yang sangat kuat, tapi juga penuh dengan misteri. Tidak lama kemudian, telepon di mejanya berdering, membuyarkan lamunannya. Alina segera mengangkatnya. “Alina,” katanya dengan suara profesional. "Selamat pagi, Nona Alina," suara di ujung telepon terdengar ramah. "Ini Fira, sekretaris Anda. Ada pertemuan penting dengan klien internasional siang ini. Anda mungkin ingin mempersiapkan diri lebih awal." "Baik, Fira. Terima kasih atas pemberitahuannya," jawab Alina, mencoba fokus pada pekerjaan yang harus dilakukan. Setelah telepon itu berakhir, Alina kembali merenung sejenak. Meski pekerjaannya menuntut banyak perhatian, pikirannya tetap kembali ke Rian. Apakah itu hanya kebetulan? Ataukah ada yang lebih dalam yang sedang terjadi antara mereka? Hari itu berlalu dengan cepat, dan siang hari, Alina bertemu dengan klien internasional seperti yang telah dijadwalkan. Meski pertemuan itu penting, otaknya tak bisa lepas dari perasaan yang mengganggunya. Setiap kali ia mengangkat kepala dan melihat ke luar jendela kantornya, bayangan Rian muncul di balik pikirannya. Wajahnya yang tenang, mata yang penuh teka-teki, dan senyum samar itu—semuanya seolah membekas dalam benaknya. Setelah pertemuan itu selesai, Alina memutuskan untuk kembali ke taman. Ia merasa butuh udara segar untuk menenangkan pikirannya. Meskipun ia tahu ini mungkin terlihat aneh, ia ingin mencari tahu lebih banyak tentang Rian. Apakah perasaan ini hanyalah imajinasi belaka, ataukah ada sesuatu yang lebih dalam yang menghubungkan mereka? Tiba di taman, Alina berjalan perlahan menyusuri jalan setapak yang biasa ia lewati. Taman itu tetap sama, tenang dan penuh dengan pepohonan rindang. Hanya suara angin dan kicauan burung yang terdengar. Ia berhenti di tempat yang biasa, di bawah pohon besar tempat pertemuan pertama mereka. Namun, kali ini, ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Seolah, ada seseorang yang mengawasinya. Matanya menelusuri sekitar, dan tiba-tiba, ia melihat sosok yang dikenalnya. Rian, berdiri dengan sikap yang sama seperti sebelumnya, menatapnya dari kejauhan. Senyum tipis muncul di wajahnya, dan ia melangkah mendekat. "Alina," sapanya, suaranya rendah namun penuh arti. "Sepertinya kita memang ditakdirkan bertemu di sini." Alina merasa jantungnya berdegup lebih cepat. “Kamu... lagi?” katanya, berusaha terdengar tenang meski ada rasa cemas di dadanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD