TJCPP 30

1074 Words
Dia tidak ingin membahas apa pun dengan Myrin. Laki-laki itu kelewat menyebalkan. Dia berharap ada Ayred di sini. Meski sama-sama menyebalkan, setidaknya dia mendapatkan sebuah keuntungan. Sama halnya seperi kemarin, Ayred membantunya untuk kedua kali. Dia menjadi lebih mahir dalam menggunakan panah. Akan dia tunjukkan bagaimana hebatnya seorang gadis yang tengah Alvaerelle diami tubuhnya. "Kamu akan terkejut, Myrin. Ingat itu baik-baik," jelas Alvaerelle pelan. - - - - - - - - - - - - - - - Para putri dari tiap bangsawan sudah pergi lebih dahulu. Mereka bahkan tidak mengajak Alvaerelle dan menolak pula ajakannya. Bukannya setuju, mereka justru menganggap remeh ucapannya. Terpaksa dia masih berada di wilayah aman, mengikuti rombongan Myrin. Sejujurnya dia tidak begitu ingin, tetapi mau bagaimana lagi, dia tidak tahu tempat ini. Bahkan, tidak ada satu pun ingatan Alvaerelle tentang hutan. Sepertinya Durlan Zinsastra memang tidak mengizinkannya untuk ikut pemburuan sejak lama. Terlihat jelas dan sekarang dia sendiri yang dirugikan. Tidak hanya membawa nama seorang tunangan dari Pangeran Myrin, tetapi dirinya juga memiliki tanggung jawab sebagai putri dari keluarga Zinsastra. Menyebalkan sekali. "Jika kamu mengikutiku terus, kamu tidak akan memenangkan perburuan ini. Meski tidak ada niatan, setidaknya kamu harus memiliki sesuatu untuk dibawa," ujar Myrin yang lengkap dengan pedang dan panahnya. "Aku tidak mau mengambil resiko dengan tersasar. Makanya aku mengikutimu. Jika nanti aku hilang pun, aku masih memiliki orang yang pantas untuk disalahkan," ucap Alvaerelle. "Jangan bilang kamu ingin membuatku terlihat salah jika aku tidak meindungimu, Nona Alvaerelle. Keluarga Zinsastra memang tidak tahu malu. Jika ada kesempatan, aku pasti akan mematikan kamu mati di tanganku," balas Myrin yang geram. Alvaerelle menjentikkan jari dan tersenyum miring. "Sesuai yang diharapkan olehku. Kamu Pangeran yang pintar. Oh, hei! Jangan cepat-cepat!" Alvaerelle mencoba untuk menyamakan langkahnya, tetapi ucapan Leia benar. Baju ini sangat berat. Dia tidak bisa berlari. Andai bisa dia potong gaunnya, dia akan lebih mudah mengejar. Lalu Myrin berhenti melangkah. Laki-laki itu sibuk dengan busur dan anak panahnya. Pasti ada barang buruan. Alvaerelle pun tergesa-gesa ke sana dan berminat untuk ikut berburu bersama tunangannya. Baru saja menyiapkan perlengkapan, Myrin justru sudah melontarkan anak panahnya hingga berhasil membunuh seekor rusa. Tidak ada yang tersisa untuknya. Kecuali beberapa burung di atas sana. Dia belum pernah melakukan hal-hal seperti ini. Oh ayolah, tidakkah pangeran ini harus memberikan satu ekor buruan? "Tidak bisakah kamu berhenti untuk menembak setiap hewan yang ada di sini? Aku perlu menguji sedikit kemampuanku, kan?" ucap Alvaerelle kesal. "Ini ajang berburu, Alvaerelle. Siapa cepat dia dapat. Apakah Keluarga Zinsastra sama sekali tidak mengajarkan itu kepadamu?" tanya Myrin seraya menembakkan anak panahnya ke atas. Tepat mengenai burung lagi. Hanya tersisa satu burung sekarang. Jujur dia tidak yakin bisa menembak nya. Selama ini dia tahu kalau kehidupan itu sama seperti berburu. Siapa cepat, dia yang dapat. Itu selalu berlaku di mana pun dan kapan pun. Namun, bumi masih lebih baik karena masih ada orang yang akan membantunya. Entah kenapa dia jadi merindukan Bos El. Apa kabar mini market yang menampungnya dahulu? Alvaerelle mengembuskan napas. Dia lalu mengarahkan anak panahnya ke burung yang masih terbang di atas sana. Saar dilontarkan, dia tidak berhasil mengenai burung tersebut. Dia lalu mengembuskan napas pelan. Tempat ini memang jauh berbeda dengan harapannya, seharusnya dia tahu itu. Memanah dan memperkirakan itu lebih sulit daripada berbicara langsung dengan Myrin. Laki-laki itu tidak akan mengerti. Namun, tampaknya Myrin terkejt dengan kemampuan yang dia keluarkan. Alvamay bisa meyakini itu karena laki-laki itu tengah membelalak. “Sejak kapan kamu bisa menggunakan panah tanpa segan-segan?” “Aku baru diajarkan kembali oleh Tuan Ayred beberapa waktu lalu. Sepertinya Pangeran Myrin terlalu sibuk untuk mencari cara menjatuhkanku ketimbang memperhatikan tunangannya sendiri. Jadi wajar jika aku mencoba mencari orang yang tepat dan dapat membantuku dalam memanah,” jelas Alvaerelle. “Aku tidak pernah menerima seorang gadis bekas orang lain,” sindirnya. Alvaerelle segera menoleh dan menatap tajam pada laki-laki itu. Dia pun berhenti berjalan sebelum pada akhirnya menarik sang gadis.  gan kuat. Gadis berambut cokelat degan mata merah itu pun dapat merasakan sakit yang luar biasa. Matanya berbinar-binar. Jika Myrin mengeluarkan perintah, dia tidak tahu apakah dirinya akan bisa mencegah sihir dari cincin pertunangan mereka. Mata Myrin berkilat tajam, pertanda sangat marah. “Aku memerintahkanmu untuk membawa satu ekor burung di atas sana sebagai hukuman. Jika kamu tidak berhasil, maka kamu tidak dapat kembali. Bahkan mungkin akan mati lebih dahulu,” ancam Myrin, “perintah ini mutlak.” “Kamu hanya tahu cara untuk mengancamku, membungkamku dan menindasku. Selama ini kamu selalu salah paham dengan apa yang terjadi. Seperti peristiwa yang menimpa tunanganmu sebelumnya, Soliana,” ucap Alvaerelle sinis. “Aku tidak membutuhkan kritikmu, Alvaerelle. Kamu terlalu banyak bicara. Selama kamu tidak berhasil menangkap burung itu, maka kamu sendiri tidak akan pernah bisa pergi dari tempat ini,” jelas Myrin. Alvaerelle bisa melihat laki-laki itu sangat kesal padanya. “Kematian Soliana pasti ada kaitannya juga denganmu, Myrin! Dan orang yang ada di hadapanmu saat ini bukanlah pembunuh sebenarnya! Kamu pun tahu, tetapi kamu menolak untuk tahu!” teriak Alvaerelle dengan kencang. Myrin mengepalkan tangannya. Buru-buru dia berjalan keluar dari arena. Dia meninggalkan Alvaerelle. Laki-laki itu sudah muak mendengarkan apa pun yang dikatakan oleh tunangannya. Memang kenapa jika dia sudah tahu? Selama itu memiliki hubungannya dengan keluarga pembunuh, dia tidak akan membiarkannya hidup dengan tenang. Tidak. Kematian Soliana harus dibayarkan. Nyawa dengan nyawa. Soliana dengan Alvaerelle. Sementara Alvaerelle menahan tangisnya. Dia memang tidak bisa tabah seperti apa yang dilakukan oleh Ellena. Myrin terlalu menyebalkan dan dia tidak tahu bagaimana caranya untuk tidak termakan rayuan palsu laki-laki itu. Dia mencoba lepas dari jeratan ini, tetapi tidak bisa. Sihir milik Myrin benar-benar menahannya. Lalu dia mengangguk. Kali ini dia memang harus menyelesaikan misinya. Menembak burung di atas sana pasti sangat sulit. Namun, jika dia tidak berhasil, dia tidak akan pernah bisa pulang. Lebih parah lagi jika ucapan Myrin benar. Dia akan mati. Bisa dibunuh oleh hewan buas atau ditangkap para bandit. Andai saja ada Ayred di sini. Entalah sudah berapa lama dia melakukan  ini, tetapi dia yakun betul jika anak panahnya terbatas. Dia tidak akan bisa menembak burung itu jika berada di tempat yang sama. Kakinya sudah sangat pegal. Dia ingin beristirahat, tetapi kakinya benar-benar kaku. Suara yang cukup berisik cukup membuat Alvaerelle waspada. Dia sangat takut, benar-benar takut. Kakinya berusaha untuk melangkah, tetapi lagi-lagi tidak bisa. Hawanya begitu dingin dan dia kesulitan untuk berlindung. Belum lagi anak panahnya hanya tersisa tiga saja. “Leia, maafkan aku. Mungkin aku tidak akan menepati janjiku,” ucap Alvaerelle pelan..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD