Pernyataan yang Ditolak

1157 Words
Assad beranjak mengambil gelas minuman, lalu kembali duduk di sebelah Harra. Gadis itu kembali merenung. “Apa artis terkenal itu ingin membunuhku? Apa alasannya?” batin Harra kembali memunculkan dugaan. “Ah ... belum tentu juga, bisa jadi pelakunya memang sudah menguntitku,” lanjut benak Harra seraya menggeleng. Semua seolah terlihat gelap. Assad yang sedang memperhatikan gadis itu mendekatkan kepala. “Apa yang kamu pikirkan?” ucap Assad yang disambut dengan kedikan bahu oleh gadis itu. “Apa artis itu orang yang mungkin melakukan hal-hal bodoh?” cetus Harra sambil menatap Assad lekat. Laki-laki itu termenung sejenak. “Kurasa tidak, Zica berbeda dengan Melanie. Aku akan mempertemukan kalian besok, aku nggak ingin ada hal yang buruk yang terjadi di antara kalian,” sahut Assad dengan datar. “Dia juga ingin mendapatkanmu seperti Melanie ‘kan?” tebak Harra cepat. Assad hanya menatap gadis itu, mengangkat tangan sambil mengedikkan bahu, kemudian tertawa pendek. Gadis itu hanya mampu mendengkus kemudian menggelengkan kepala. “Harra ...,” ucap Assad lirih. Gadis itu hanya menjawab dengan gumaman sambil kembali menatap papan reklame yang membuat pertanyaan-pertanyaan kembali berlompatan di benak. “Apa Kamu ingin bekerja denganku? Kudengar detektif yang menggunakan kursi roda itu telah memecatmu. Kurasa korporasiku bisa memberikan kehidupan yang lebih baik untuk gadis sepertimu,” tawar Assad dengan nada hati-hati. Harra melirik tajam. “Itu bisa kucatat sebagai upaya menghalangi penyidikan, oke ... akan kulaporkan pada masyarakat negara ini,” sahut gadis itu santai. “Ah ...,” desah Assad lelah. “Bukan begitu, em ... Kamu bisa bergabung denganku setelah penyelidikan itu selesai,” imbuh Assad buru-buru. “Menurutmu korporasimu masih ada jika penyelidikan itu selesai?” batin Harra sambil menatap tajam serta memberikan satu senyum penuh arti. “Oke, kalau begitu, laporannya bisa kutunda,” seloroh Harra kemudian tertawa. “Ah ...,” desah Assad geram sambil memegang dadanya. “Harra ...,” panggil Assad lagi, gadis itu kembali menyahut dengan gumaman, kali ini matanya memandang gedung yang lebih tinggi di seberang restoran mewah itu. “Gimana jika orang yang berseberangan denganmu itu menyukaimu?” cetus Assad dengan penuh penekanan. Harra seketika balas menatap laki-laki itu dengan terkejut. “Ya ... em ... orang yang berada di sisi berseberangan itu ... em ... mulai menyukaimu ... dan mengkhawatirkanmu ... lalu ... ingin Kamu berada di sisinya ... em ....” Sesaat Assad terdiam. “Em ... walaupun dia tahu, Kamu sebenarnya membahayakan ...,” imbuh laki-laki itu kemudian terdiam tak menyelesaikan apa yang ia ucapkan. Harra memundurkan kepala, kemudian mengalihkan pandangan dari tubuh ke kepala laki-laki itu. “Kamu baik-baik saja? Apa kepalamu terkena pukulan ketika melawan dua penyerang tadi?” sahut Harra sambil mencoba mendeteksi suhu tubuh Assad dengan mendekatkan punggung tangan ke dahi laki-laki itu. “Ah ... Harra ...,” keluh Assad panjang sambil menahan geram. Harra tertawa terbahak-bahak. “Kalimatmu itu lebih pas diucapkan pada gadis-gadis yang mengejar-ngejarmu itu,” jawab Harra tenang setelah puas menuntaskan tawanya. Assad menikmati suara tawa gadis itu. “Memang nggak mungkin orang yang berseberangan saling jatuh cinta?” sanggah Assad tak menyerah. Gadis itu terdiam. “Mungkin ... mungkin banget, kenapa enggak?” balas Harra membuat Assad sedikit senang. Assad bersedekap sambil menatap Harra dengan rasa ingin tahu yang tinggi. “Em ... apa yang membuatmu berkata ‘mungkin’?” ucap laki-laki itu dengan sedikit menyipitkan mata. “Ya, mungkin kita baru beberapa saat saling kenal, tapi dalam beberapa saat itu bukankah kita sudah saling menyelamatkan nyawa?” jawab Harra jujur. “Dan hal seperti itu bisa menumbuhkan rasa terima kasih yang dalam ... kemudian rasa terima kasih itu akan berubah menjadi ... em ... semacam cinta ... atau kalau terburu mengatakan cinta, rasa terima kasih itu akan berubah menjadi semacam keterikatan,” papar Harra dengan analisa apa adanya. “Ah! Begitu ...,” ucap Assad setelah sedikit rasa terkesiapnya usai. Assad tersenyum menyeringai. “Aku senang sekali, mengetahui ada kemungkinan rasa itu berubah jadi cinta, dengan begitu rasa ini tak kurasakan sepihak. Kalau begitu aku akan lebih sering menyelamatkanmu,” ucap laki-laki itu dengan riang. “Tapi, gimana jika ternyata Kamu memang gadis yang ada di pinggir kota Arkton itu?” tanya Assad pada diri sendiri ketika terdiam. Laki-laki itu seketika menekan pangkal hidungnya yang mancung. “Bagus, niatmu itu, terdengar menyenangkan di telinga,” balas Harra tenang. “Tapi, itu akan jadi dilema besar jika pelaku dibalik serangkaian serangan itu Kamu,” lanjut Harra dalam hati. Gadis itu mengalihkan pandangan ke arah lain. Sepasang anak manusia itu sama-sama terdiam, masing-masing bergelut dengan fakta-fakta yang saling bertabrakan. “Baru kali ini aku ketemu dengan gadis yang dengan jujur mengungkapkan pikirannya, lengkap dengan analisa yang objektif,” ujar Assad sambil memandang lurus ke depan. “Setahuku Melanie juga terus terang,” sanggah Harra dengan tenang. Assad tersenyum. “Dia nggak objektif, gadis itu berbicara mewakili keinginannya, mungkin karakter khas itu yang menandakan Kamu sebagai seorang detektif wanita di luar penampakan yang memukau ini,” balas laki-laki itu datar. Gadis itu menganggukkan kepala, sependapat dengan pemilik korporasi yang diselidikinya itu. Tapi, melirik tajam mendengar kalimat penutup laki-laki itu. Assad sesaat memejamkan mata dan bayangan Harra yang sedang melawan dua penyerang tadi dengan gerakan gesit dan anggun terus membayang. “Ah ... ngomong-ngomong ... bagaimana tarianmu itu bisa mengalahkan dua penyerangmu tadi?” cetus Assad dengan ekspresi wajah tak percaya. “Tarian?” seru Harra seraya membelalakkan mata. Assad mengangguk. “Ayunan lembutmu itu kurasa bukan termasuk kategori bela diri manapun,” sanggah Assad penuh penekanan. “Ah ...,” keluh Harra kesal, “yang penting ayunan itu berhasil membuat mereka mundur.” Assad terkekeh, kemudian menatap lekat gadis yang sedang menatapnya dengan raut wajah menggemaskan itu. “Tahu nggak? Baru kali ini aku ditolak oleh seorang gadis,” ucap Assad lembut. Harra tersenyum dengan memperlihatkan kerutan mata di sudut luar sebagai isyarat senyum ketulusan. Kemudian, gadis itu menggeleng-nggelengkan kepala. “Belum genap tiga hari kita bertemu, Bapak Assad,” balas Harra dengan tenang. “Laki-laki bisa jatuh cinta ketika menatap gadis sepertimu tanpa berganti detik,” sanggah Assad tanpa ragu. “Dan bisa berganti ke cinta yang lain pada detik berikutnya?” balas Harra cerdik. Assad mengeluh kesal. Gadis itu tersenyum. “Perjalanan kita masih panjang, simpan kalimat cintamu untuk sementara,” saran Harra tenang. Telapak tangan Assad menyentuh pada bagian belakang kepala gadis itu, kemudian ia menatap lekat, beberapa detik kemudian kepalanya terlihat bergerak maju. “Bos!” Seruan laki-laki yang mendadak terdengar di belakang Assad membuat bahunya berjenggit. Assad mendesah lelah, sedangkan Harra menegakkan punggung untuk melongok siapa yang baru saja tiba di rooftop restoran mewah itu. Gadis itu menatap seorang laki-laki yang hampir sama tingginya dengan Assad dengan rambut panjang sebahu. Bibir laki-laki itu terkatup sebagai isyarat marah. “Assad!” ulang laki-laki itu dengan nada tinggi. Nada tinggi itu akhirnya membuat Assad membalikkan tubuh. “Ada anggota klan yang terbunuh dan sang bos di sini seakan punya dunia romantisme sendiri!” seru laki-laki itu geram.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD