Hanya beberapa detik setelah teriakan Assad, Melanie sudah dijauhkan dari Harra.
“Jadi ini yang dimaksud dengan ‘gangguan’ itu?,” ucap Harra lirih. Sejenak Assad menatap wajah cantik Harra kemudian menoleh ke arah Melanie.
“Melanie ... please jangan melakukan hal yang nggak masuk akal!” tegas Assad sambil menatap tajam.
“Aku harus menyingkirkan semua gadis yang menghalangi jalanku. Ingat! Hanya aku yang pantas memilikimu!” ancam Melanie tegas.
“Wow! Luar biasa! Bagaimana bisa jadi gadis se-frontal dan se-blatant itu?” seru Harra terkejut.
“Sana! Jangan sampai aku dituduh sebagai gadis penghalang,” ucap Harra santai sambil mendorong pelan lengan Assad agar menjauh darinya. Seketika Melanie menatap nanar, kemudian dengan cepat menerjang Harra.
“Jangan sentuh dia! Berani-beraninya! b******k!” teriak Melanie, tangannya terangkat hendak memukul Harra.
Assad segera menahan tangan Melanie dan dengan satu tangan menggeser Harra agar berada di belakangnya. Tubuh tinggi tegap Assad memisahkan kedua gadis itu.
“Wow! Aku seperti melihat drama percintaan segi banyak.” Suara laki-laki terdengar di ambang pintu. Harra mengintip dari balik tubuh Assad dan melihat laki-laki yang tak lebih tinggi dari Assad mendekat dengan membawa handphone yang layarnya menyala.
“Nazar! Bawa Melanie pergi!” perintah Assad sambil mendorong Melanie ke arah laki-laki itu.
“Oke! Tangkap ini! Jangan lupa dikembalikan!” balas Nazar sambil mengambil tangan Melanie dan tangan lain melemparkan handphone yang berdering itu.
Assad menangkap handphone yang dilempar Nazar itu, kemudian menempelkan di telinga.
“Halo,” ucap Assad kemudian sejenak diam menunggu Nazar membawa keluar Melanie keluar dari ruangan ini. Nazar terlihat kesulitan membawa gadis yang terlihat memberontak dan terus bertahan agar dapat mendekati Harra.
“Zica ...,” ucap Assad lembut ketika Melanie sudah tak terlihat lagi. Laki-laki itu terlihat diam mendengarkan si penelepon.
“Ah ... kabar itu. Tidak, tidak seperti itu tepatnya. Ah ... kalau begitu ...,” ucap Assad pelan. Harra hendak menjauh dari samping Assad, tapi laki-laki itu berbalik dan mencekal lengannya.
Harra berusaha melepaskan cekalan itu tapi gerakan gadis itu membuat cekalan tangan Assad tambah kuat.
“Oke, kalau gitu, ayo ketemu, sudah lama kita nggak makan malam,” ucap Assad sambil masih mencekal lengan Harra dan menatap gadis itu tanpa berkedip.
“Ayo kita pergi ...,” ujar Assad setelah menutup percakapan telepon itu.
“Kita?” seru Harra heran. Akhirnya Assad melepaskan cekalan tangannya setelah Harra menatap tajam sebagai isyarat keberatan.
“Ya, Kamu nggak mau ‘kan kejadian seperti barusan terus terjadi?” tanya Assad retorik.
“Uh ...,” keluh Harra tak berdaya.
Assad berjalan ke arah lemari berukuran besar itu dan mengambil satu gaun yang berada di tumpukan barang-barang mewah yang ditolak Harra tadi pagi.
“Kenapa harus pakai itu? Aku bisa pakai pakaianku sendiri,” protes Harra ketika Assad mengulurkan sebuah baju berwarna putih dengan lengan pendek yang memiliki potongan simple tapi elegan. Gaun pendek di bawah lutut itu bagian bawahnya berwarna gradasi hijau lembut yang enak dipandang mata.
“Tempat yang akan kita datangi punya dress code khusus,” kilah Assad sambil berjalan keluar ruangan.
“Tiga puluh menit cukup ‘kan untuk siap-siap?” lanjut Assad ketika sampai di ambang pintu. Harra hanya mampu menatap dengan kesal wajah Assad yang tersenyum licik sebelum menghilang dari pintu kamar itu.
Tiga puluh menit kemudian Harra turun dari kamar yang berada di lantai dua itu.
“Baiklah ... mari kita ikuti permintaan pemilik rumah yang agak nggak masuk akal ini,” guman Harra ketika tiba di depan sofa yang berada di pinggir kolam renang yang malam ini airnya berkilau diterpa lampu-lampu taman yang ada di sekitar ruangan ini.
“Wow ... tak ada yang akan mengira aku berjalan dengan seorang detektif swasta, mereka akan mengira yang bersamaku adalah artis atau model,” komentar Assad ketika melihat gadis itu. Harra hanya mengedikkan bahu menanggapi komentar itu dan dengan enggan mengikuti Assad ke mobil yang sudah menunggu di depan lorong pendek rumah ini.
Empat puluh menit kemudian mobil hitam mewah ini berhenti di restoran mewah yang sangat terkenal di kota New March. Restoran empat lantai itu familiar di kalangan pejabat tinggi, artis dan sosialita serta crazy rich dan orang-orang berduit lain. Harra mengikuti Assad yang berjalan menuju salah satu sudut restoran yang berada di lantai satu.
“Wah! Ini tempat yang more than estetis sepertinya,” ucap Harra melihat interior restoran mewah yang didesain dengan gaya eropa itu. Tiang-tiang bulat dan besar dihias dengan pahatan berukir cantik. Chandelier mewah bergantung di langit-langit tinggi yang terlihat seperti lengkungan kubah. Setiap meja dengan taplak putih itu diletakkan satu tempat lilin dari perunggu yang berukir di bagian bawahnya. Nyala lilin di atas tempat perunggu berukuran kira-kira tiga puluh centimeter itu menambah kesyahduan suasana dalam ruangan itu.
Assad menarik kursi dan mempersilahkan Harra duduk. Gadis itu justru tetap berdiri memandangi suasana di luar jendela kaca yang terlihat indah. Gerbang lebar yang tiangnya dipahat dengan ukiran indah itu menarik perhatiannya.
“Seperti nggak di New March,” ucap Harra lirih. Assad terkekeh.
“Banyak lagi tempat yang indah di kota ini, mungkin Kamu harus mengunjungi beberapa tempat yang lebih indah dari ini,” balas Assad seraya bergeser ke kursinya.
“Semoga Zica cepat datang,” lanjut Assad seraya duduk di kursinya.
Harra yang sedang menikmati keindahan gerbang berukir itu mengernyitkan kening ketika melihat sebuah kendaraan dengan bentuk tak lazim yang terlihat memasuki gerbang dengan kecepatan penuh.
“Itu ...? Mobil besar dengan body kokoh beroda besar itu bukannya jenis kendaraan militer yang bisa digunakan untuk sipil? Di tempat ini? Mobil begitu?” batin Harra sembari menyipitkan mata. Assad yang menyadari gadis itu tak kunjung duduk menatap Harra yang seolah sedang berpikir dengan raut wajah penasaran.
Mulut Harra terbuka, mata cantiknya membelalak. Mobil besar yang mirip dengan jenis mobil tahan peluru itu terlihat terus melaju menerobos gerbang, kemudian dengan kencang meluncur ke arah restoran di mana Harra dan Assad berada. Assad yang menyadari perubahan wajah Harra segera menyadari dan menoleh ke arah luar.
“Hah!” teriak Assad sambil menyambar Harra menjauh dari tempat itu. Bersamaan dengan itu mobil besar itu menabrak dinding restoran dan membuat jendela kaca itu pecah berhamburan.
Segelintir tamu dan pegawai yang sedang berada di lantai satu itu menjerit dan segera berlari keluar melalui sisi lain ruangan itu.
“Harra!” teriak Assad mencoba meraih tangan gadis itu untuk menyusul tamu lain yang sudah keluar dari ruangan restoran lantai satu ini.
“Agh!” teriak Harra ketika tiba-tiba sebuah pisau menancap tepat di depan ujung jempol kakinya. Harra menoleh dan melihat empat orang sedang mendekat ke arahnya. Dari postur tubuhnya, salah satu dari penerobos itu terlihat seperti seorang wanita.
“Sepertinya postur tubuh itu tak asing,” batin Harra cepat.
“Awas! Harra!” Suara Assad terdengar kencang.