Serkan menghembuskan nafasnya lega bahkan sebelah tangannya terlihat mengelus penuh syukur dadanya saat ini. Sebelah tangannya yang lain menenteng satu paper bag yang berisi sedikit hadiah untuk seseorang.
Tadi, di saat Serkan memasuki kamarnya, ah belum masuk ke dalam tapi baru di ambang pintu, dan posisi pintu kamarnya juga yang terbuka lebar, membuat Serkan melihat betapa sepi, dan dinginnya kamarnya seakan sudah lama tak di tempati oleh dirinya, dan isterinya. Kasurnya juga terlihat sangat rapi. Membuat Serkan kembali sadar, ia yang mencari-cari isteri, dan anaknya tadi, rumah yang berantakan sangat berantakan seperti tak biasanya saat ini.
Tanpa membuang waktu, Serkan langsung berlari menuju kamar anaknya Hanin. Tapi, kosong, di sana juga kosong, tapi ranjang anaknya Hanin yang lumayan besar mampu menampung mereka bertiga kalau mereka mau tidur bersama sesekali terlihat berantakan. Mainan, boneka anaknya Hanin bertebaran di atas ranjang bahkan di atas lantai.
Masuk ke kamar mandi Hanin. Kosong, nggak ada orang. Membuat jantung Serkan berdebar dengan laju yang tak normal, dan cepat dalam waktu seperkian detik.
Dan harapan terakhir Serkan, anaknya...anaknya , dan isterinya sedang berada di dapur saat ini. Dan harapan Serkan di kabulkan oleh Tuhannya.
Saat ini, kedua manik hitam pekatnya, sedang menatap dengan tatapan dalam bercampur rasa lega, dan penuh syukur dari kedua pancaran sinar matanya.
Isterinya, dan anaknya ada di depannya, berdiri bersampingan membelakanginya saat ini. Isterinya yang sedikit berisi badannya setelah hamil terlihat mengaduk sesuatu dalam panci di atas api yang menyala.
Anaknya Hanin, terlihat penasaran, menonton penasaran dengan apa yang sedang di lakukan mamanya dengan bantuan kursi agar ia bisa menjangkau, dan melihat aktifitas mamanya yang sedang mengaduk sayur dalam panci yang sebentar lagi sudah siap di angkat, dan di sajikan untuk makan malam mereka.
Serkan, dengan langkah pelan sekali, mendekati anak, dan isterinya. Entah kenapa, hatinya berdebar menyenangkan melihat anaknya Hanin yang mengepal dua rambutnya saat ini, celemek kecil menggantung di lehernya, kakinya yang sedikit berinjit di bawah sana, terlihat menggemaskan di mata Serkan. Bahkan Serkan terlihat menelan ludahnya kasar, kakinya tak sabar ingin segera meraih tubuh mungil itu, tapi anggota badannya sangat hebat, karena malah Ella lah yang sudah di dekap dengan erat dari belakang oleh serkan saat ini.
Bukan Hanin, seperti keinginan hatinya tadi.
Membuat Ella maupun Hanin terlihat terkejut, tapi mampu menguasai diri dari rasa terkejut mereka.
"Aku hampir gila, memikirkan kemungkinan buruk yang sudah terjadi padamu. Rumah yang nggak di kunci dari dalam. Berantakan, kamar sepi, dan dingin seakan tak tersentuh sudah lama. Ternyata kamu ada di sini, sedang memasak untuk suamimu, kan, Sayang?"Bisik Serkan lembut sekali.
Kesalahannya yang membohongi isterinya tadi, meninggalkan dengan kejam isterinya yang hamil di rumah sakit, suruh pulang sendiri. Sudah di lupakan paksa oleh Serkan. Kalau ia masih mengingat, Serkan tak berani pulang ke rumah, karena merasa bersalah atas perbuatannya tersebut.
Serkan memutar lembut tubuh isterinya agar berdiri menghadapnya. Seakan lupa, kalau ada anaknya Hanin yang sedang menatap dirinya dengan tatapan yang sangat dalam, dan penuh arti saat ini.
"Kamu sakit?"Tanya Serkan cemas, melihat wajah isterinya yang sedikit pucat. Bahkan sebelah tangannya dengan cepat menyentuh kening Ella. Sedikit hangat.
Tapi, perlahan Ella menurunkan tangan suaminya dari keningnya, melempar senyum hangat untuk suaminya dengan kepala yang terlihat menggeleng pelan.
"Aku nggak sakit, Mas. Maaf sudah membuat Mas cemas tadi."Bisik Ella pelan.
"Tapi wajah kamu pucat."Serkan bahkan sudah meletakan, ah lebih tepatnya menjatuhkan paper bag yang laki-laki itu tenteng sedari tadi di atas lantai. Hanin yang masih diam membeku, melihat kearah paper bag yang baru di jatuhkan oleh papanya.
Ella, terlihat mengulurkan jari telunjuknya yang sudah di tempeli dengan handsaplast , dan Serkan dengan cepat meraih tangan isterinya untuk melihat dalam jarak yang lebih dekat lagi.
"Tangan kamu kena---"
"Mah, airnya keluar dari panci, Ma!"Pekik Hanin keras, membuat Ella maupun Serkan terlihat tersentak kaget, dan Ella reflek membalikkan badannya cepat, mematikan api secepat mungkin, dan melanjutkan pekerjannya yang tertunda.
Hanin, dan Serkan terlihat saling menatap dalam diam saat ini. Hanin dengan tatapan sedihnya, Serkan dengan tatapan kosongnya.
Demi Tuhan, tangan mungil hanin mengulur lembut saat ini padanya, membuat jantung Serkan rasanya ingin copot di dalam sana.
"Hanin mau turun, Pa."Bisik Hanin pelan dengan tatapan yang semakin dalam menatap tepat pada kedua manik hitam pekat papanya yang menatapnya seperti Rio, Rio yang tidak suka, dan selalu jahat padanya di sekolah.
"Turun..."Bisik hanin lagi dengan nada yang sangat pelan.
Ella pura-pura tak mendengar, mau tau seberapa dalam suaminya tak menginginkan, dan tak acuh pada anak perempuan mereka.
"Oke."Gumam Serkan pelan, dan tanpa kata Serkan menurunkan Hanin dari atas kursi kecil itu. Membuat kedua bibir Hanin terlihat tersenyum lebar saat ini, dan Ella melihat senyum lebar anaknya, hati Ella menghangat, sangat menghangat melihatnya.
"Makasih, Papa."Pekik Hanin tertahan.
Serkan diam, dan pergi melangkah tanpa sepatah katapun, meninggalkan Ella yang masih pura-pura sibuk, dan Hanin yang terlihat menunduk untuk mengambil paper bag yang di jatuhkan oleh papanya tadi. Penasaran dengan isinya.
"Boneka kecil-kecil!"Pekik Hanin senang.
Dan dengan cepat anak itu menatap kearah punggung lebar papanya yang semakin mempercepat langkahnya di depan sana.
Mendengar pekikan senang Hanin anaknya barusan. Menciptakan rasa sesak, dan haru dalam hati , dan jiwa Serkan.
"Ini boneka untuk Hanin, ya, Papa?"Tanya Hanin dengan nada was-wasnya. Membuat langkah Serkan terhenti di depan sana.
Bahkan Serkan terlihat membalikkan badannya, menatap Hanin dengan tatapan yang tak bisa di baca oleh siapapun.
"Untuk Hanin?"Bisik Hanin pelan, dengan raut yang terlihat menggemaskan di mata Serkan.
Tapi, sebisa mungkin Serkan menahan rasa gemasnya, terhadap anaknya Hanin.
"Untuk Hanin?"Bisik Hanin dengan nada memelasnya kali ini.
"Bukan, untuk anak tetangga sebelah,"Ketus Serkan, dan laki-laki itu segera berlalu dari hadapan Hanin.
Sebelum jantungnya meledak, dan kakinya dengan lancang untuk pergi merengkuh tubuh mungil yang terlihat menyedihkan itu!
Pelukannya hanya untuk isterinya Ella!
****
Serkan tersentak kaget di saat ada sepasangan tangan mungil, dan hangat yang melingkari dengan lembut, dan hangat perut kekar berototnya saat ini dari belakang.
Serkan memejamkan matanya lembut di saat aroma harum yang menyenangkan menyapa telak indera penciumannya kali ini. Jelas, aroma isterinya yang sedang memanjakan penciumannya saat ini.
"Dia manis, dan sangat menggemaskan, Mas?"Bisik Ella lembut dengan wajah yang sudah tenggelam dalam di belakang punggung lebar suaminya.
Dan dapat Ella rasakan, betapa tegang, dan kaku tubuh suaminya di saat setelah ia mengatakan tentang anak perempuan mereka, Hanin.
Bahkan suaminya Serkan dengan pelan-pelan mencoba melepaskan pelukan Ella di tubuhnya tapi Ella tak menyerah, semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh suaminya. Membuat Serkan pasrah dengan perasaan yang sangat tak nyaman, dan resahnya saat ini.
Perut buncit Ella membuat ia terganggu juga di belakang sana. Punggungnya terasa geli sekaligus merinding.
Dalam perut isterinya ada anak perempuan yang sedang tumbuh di sana, Demi Tuhan, dan itu...itu membuat Serkan rasanya ingin menjauh sejauh mungkin dari isterinya, Ella. Tapi, Ella malah memeluknya sangat erat, dan Serkan tak ingin membuat Ella isterinya terluka. Anaknya terluka tak apa! Tapi, isterinya Ella? Serkan tak akan sanggup. Walau... walau nanti, Serkan jelas akan melukai Ella kalau misalnya Ella menolak untuk menyetujui permintaannya nanti.
"Aku nggak tau, memgapa Mas tidak suka dengan anak kita Hanin? Bukan hanya Hanin tapi anak yang masih ada dalam perutku juga saat ini? Mas nggak suka kan?"Bisik Ella terdengar sedih kali ini, membuat tubuh tegang Serkan perlahan sudah mulai lemas.
"Apa bedanya anak perempuan sama laki-laki? Sama aja, Mas. Sama-sama pemberian Tuhan. Sama-sama akan menjadi penerus keturunan, Mas. Darah daging Mas, dan aku."Bisik Ella lagi, kali ini dengan penuh emosional.
Terlihat dari raut wajah Ella seperti orang yang hampir menangis saat ini, bahkan tubuhnya terlihat bergetar kecil; dan dapat di rasakan oleh suaminya Serkan. Membuat Serkan kali ini, melepaskan dengan paksa pelukan Ella di tubuhnya. Membalikkan badannya untuk menatap wajah isterinya yang pasti dalam beberapa menit atau bahkan detik yang akan datang sudah menangis.
"Lihat, Mas. Betapa kasian anak kita Hanin selama ini. Dia bingung, dan bertanya-tanya, kenapa papanya nggak seperti Papa Bella. Papa lain yang ada di dunia ini. Yang sudi, dan mau main dengannya, perhatian dengannya, memeluknya, menciumnya, memanjakkannya. Beban Hanin anak kita yang masih kecil berat, dan batinnya terluka karena papa kandungnya sendiri "Desis Ella tajam dengan tatapan yang berani menatap suaminya dengan tatapan benci, dan Serkan tak suka melihat tatapan penuh benci itu ada di kedua mata isterinya, apalagi jenis tatapan benci yang di layangkan isterinya saat ini, untuk dirinya. Sialan!
"Kamu mau aku cium, dan peluk Hanin? Oke!"Ucap Serkan dengan nada datarnya, melihat air mata sialan sudah mengalir dari kedua mata isterinya saat ini.
Dan serkan tak suka melihat ada air mata yang mengalir dari kedua mata isterinya, tapi dengan sialannya, dirinya, Serkan akan membuat isterinya lebih banyak mengalirkan air matanya lagi nanti, setelah ia---.
"Aku akan menciumnya, Ella. Hentikan tangisanmu."Desis Serkan kali ini dengan telapak tangan yang menghapus lembut kedua pipi basah Ella.
Ella menutup mulutnya kuat, menahan isakan yang ingin pecah, melihat suaminya yang saat ini.
Dengan susah payah ingin mencium kening anaknya Hanin yang sudah terlelap saat ini.
Ella semakin membekap mulutnya kuat, di saat kedua bibir sedikit tebal kecoklatan suaminya yang selalu mencumbu lembut setiap jengkal kulitnya, saat ini mencium, dan menyentuh dengan raut jijik kening anaknya Hanin.
Cup!
Serkan...Serkan suaminya untuk pertama kalinya setelah Hanin besar, dan berusia lima tahun, baru di cium oleh suaminya. Dan ciuman itu hanya berlangsung hanya beberapa detik saja. Dan dengan raut yang terlihat jijik. Hati Ella sebagai seorang ibu, dan peremluan sakit melihat cara suaminya yang memperlakukan anaknya Hani, dan seorang peremuan seperti itu. Apa yang salah dari anaknya, Hanin? Apa yang salah dengan anak perempuan?
"Mas...."Panggil Ella marah, menatap suaminya dengan tatapan yang semakin benci.
"Tolong, jangan memaksaku untuk melakukan hal yang sama lain kali, aku tidak bisa, dan mampu melakukannya. Kamu tidak tau apa-apa tentangku isteriku. Tapi detik ini, kamu harus tau, seharusya, di saat aku mengetahui kalau bayi yang kamu kandung adalah bayi perempuan, dulu. Detik itu juga seharusnya dia sudah lenyap, dan Hanin tak pernah melihat dunia ini. Begitupun dengan bayi perempuan yang ada dalam kandunganmu saat ini. Seharusnya dia sudah mati, sejak beberapa jam yang lalu!"
tbc