6 Insomnia, Sialan!

1379 Words
Di antara banyaknya hari, waktu dan tempat. Liora tidak menyangka akan bertemu dengan pria itu di sini. . . . "Well, selamat berbelanja, Nona Liora." Pria yang berdiri di balik meja kasir tersenyum menyeringai. Merasa tertarik dengan tamu yang mengunjunginya malam ini. Well, tamu yang tak sengaja memasuki kawasannya. Beberapa hari ini ia terlihat bosan dan akhirnya malam ini kesenangan menyambutnya. "Sial," maki Liora pelan. Perempuan itu segera memutar tubuhnya hendak pergi. "Kenapa? Bukankah kau mampir ke sini karena ingin membeli sesuatu?" Pria itu kembali bersuara karena Liora hendak pergi meninggalkan supermarket. "b******k!" maki Liora dan mau tidak mau kembali memutar badan dan tak jadi pergi. "Tentu saja, aku ingin beli sesuatu," ucap Liora menatap pria itu dengan angkuh. Ego wanita itu menahannya untuk tetap tinggal. Kalau difikir fikir, untuk apa dia menghindari pria yang tengah tersenyum penuh kemenangan itu. 'Aku tidak akan membiarkanmu menang!' Liora berjalan menuju rak berisi mie cup, ia mengambil 2 cup mie super pedas. Lalu berjalan menuju lemari pendingin dan mengambil 2 botol air mineral. Saat akan menutup pintu lemari pendingin, Liora berubah fikiran, ia mengembalikan satu botol air mineral dan sebagai gantinya ia mengambil 3 kaleng bir yang terletak di lemari pendingin sebelahnya. Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, wanita itu berjalan menuju kasir. Liora meletakkan barang belanjaannya di atas meja kasir. "Sudah?" tanya Harald. "Hehm." Liora hanya bergumam. "Tidak mau tambah lagi?" tanya Harald lagi. "Tidak." Liora menggeleng. "Sedang ada promo hemat untuk s**u dan biskuit. Kau tidak ingin membelinya?" Harald kembali bertanya. "Sialan, cepat total belanjaanku karena aku ingin cepat enyah dari tempat ini," geram Liora yang kesal dengan sikap annoying Harald. "Ck, aku kan hanya bersikap sebagai pelayan yang baik," gumam Harald tak urung tersnyum puas karena berhasil menggoda Liora dan membuat perempua itu kesal. Harald menghitung belanjaan Liora satu persatu. "Kau yakin akan minum bir? Memangnya besok tidak syuting?" Pria itu bahkan masih berkomentar saat akan menghitung 3 kaleng bir yang akan di beli oleh Liora. "Kadar alkoholnya bahkan tak mencapai 1%," geram Liora dengan tatapan tajam. "Ah, varian baru ya." Harald seakan tak merasa bersalah sudah membuat Liora kesal. "Totalnya 127 ribu," ujarnay sembari mneyerahkan belanjaan Liora. Tanpa basai basi lagi, Liora segera membayar dengan credit card. Selesai membayar, Liora keluar minimarket dan berjalan menuju meja dan kursi yang terdapat di depan toko. Sengaja di siapkan oleh pemilik toko untuk nongkrong pengunjung minimarket yang ingin istirahat. Liora menaruh kantong plastik berisi minuman ke atas meja dan kemudian berjalan menuju mesin untuk masak ramen. Saat kembali 15 menit kemudian, ia sudah mendapati pria pelayan toko duduk di meja yang terdapat minuman miliknya. Liora menghela nafas pelan sebelum berjalan mendekat. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Liora ketus. Wanita itu menaruh 2 cup mie ke atas meja lalu duduk di hadapan pria itu. Percuma saja bersikap tak saling mengenal, ia ingin sedikit berdamai dengan pria itu. Hanya malam ini, dengan keadaan lapar dan mood yang tak terkendali. "Aku akan menemanimu makan malam," sahut pria itu dengan entengnya. "Ngomong ngomong, Jea tidak mengomel karena kau terlalu sering makan mie," imbuhnya kemudian melirik mie cup dengan dagunya. "Apa perdulimu dia mengomel atau tidak," balas Liora tak acuh. Tangannya yang semula mengaduk mie langsung terhenti setelah mendengar ucapan pria itu. Wanita itu mendengkus sinis. "Lagipula, sejak kapan seorang Harald begitu baik padaku? Kau berniat mengumpulkan poin kebaikan dan menukarnya dengan cap stampel seperti anak TK." Oh, sepertinya memang sulit untuk berdamai dengan pria itu. Ucapan Liora akan selalu sinis jika berhadapan dengan Harald. "Anggap saja begitu." Harald berucap dengan santai. Liora mencoba tak mengacuhkan Harald dan fokus pada makanannya. Ia melahap 2 cup mie tanpa tersisa. Kemudian minum satu botol minuman mineral. "Huah." Liora mendesah. Liora akan membuka kaleng bir tapi Harald merebutnya. Pria itu membukanya lalu meneguknya tanpa ijin. "Terimakasih," ujarnya kemudian mengangkat kaleng bir yang sudah ia minum ke udara. "Hah." Liora mendengkus melihat sikap menyebalkan Harald. Dia tidak menyangkan kalau Harald bisa bersikap kekanak-kanakan. Mencoba tak mengacuhkan pria itu, Liora kembali mengambil kaleng bir yang satunya dan membuka pengaitnya. Ia menegak sedikit bir tersebut. "Kau baru selesai syuting? Kenapa tidak pulang dan malah ke sini?" tanya Harald memulai obrolan yang sebenarnya. Liora melirik Harald sekilas sebelum kembali menegak bir di tangannya. "Terimakasih karena berkat rekan seprofesimu, aku tidak ingin pulang ke rumah," ujarnya sinis. Harald tertawa kencang mendengar ucapan sinis dari Liora. Pria itu membenarkan ucapan Liora barusan, mungkin saja teman seprofesinya akan menginap dan membuat tenda di depan rumah Liora. Setidaknya sampai satpam kompleks berkeliling dan mengusir mereka semua pulang. "Kau bisa ke apartemenmu," ujar Harald lagi. "Tempat persembunyianmu," imbuhnya menyeringai. Ini dia. Ini dia salah satu penyebab Liora membenci Harald. Pria itu selalu mengetahui rahasianya. Hanya dia satu-satunya orang yang mengetahui Liora memiliki apartemen mewah di SCBD. Wartawan senior yang bisa mendapatkan berita apapun tentangnya. "Percuma saja ke sana, aku juga tidak akan tidur. Lebih baik aku menghabiskan waktuku untuk bersenang-senang." Liora mengangkat kaleng birnya ke udara sebelum meneguk isinya hingga tandas. "Oh, iya aku lupa. Insomniamu sudah seakut ini." Harald mengangguk angguk. Lagi-lagi rahasia yang tidak diketahui sembarang orang. "Yak! Katakan padaku yang sebenarnya!" Liora membuang kaelng bir ke tempat sampah lalu menghadap ke arah Harald dengan tatapan tajam. "Siapa informanmu sampai kau bisa mengetahui apapun tentangku? Hah! Kau ini stalker ya? Atau jangan janagn kau itu sebenarnya penggemarku?" teriak Liora menggebu-nggebu. Ia mulai jengah dengan pria itu. Juga penasaran. "No No No." Harald menggeleng menyebalkan. "Rahasia perusahaan," balas Harald mengangkat bahunya tak acuh. "Aku akan membayarmu 3 kali lipat." Liora mencoba bernegosiasi dengan pria itu. "Uangku sudah banyak," jawab Harald menyombongkan diri. "Aku akan mencarikanmu pekerjaan yang jauh lebih bagus." Liora masih tak ingin menyerah. "Well, aku tidak berencana untuk ganti pekerjaan. I love my job." Harald kembali menolak. "Aku akan mengenalkanmu dengan salah satu teman artisku." Lagi lagi Liora berusaha membujuk. "Aku sudah punya wanita yang aku suka," jawab Harald cepat. "Hah? Siapa?" tanya Liora cepat, ia tak menyangka jika Harald akan mengaku kepadanya. Harald mnutup mulutnya karena keceplosan. "Tidak perlu tahu," ajwabnya cepat. "Pokoknya aku tidak akan buka mulut, sia sia saja kau membujukku," imbuhnya ketus. "Cih," dengkus Liora. Wanita itu kemudian berdiri. "Mau kemana?" tanya Harald menahan tangan Liora. "Membeli kaleng bir lagi. Minumanku sudah habis!" balas Liora sewot. "Ayo cepat layani aku!" imbuhnya kemudian. Teringat bahwa Harald adalah pelayan toko. "Kau duduk saja di sini! Aku akan mentraktirmu minum," ujar Harald memaksa Liora untuk kembali duduk. Liora pasrah saja dan membiarkan Harald membawakan minuman untuknya. Wanita itu teringat ada rokok di dalam slingbagnya. Ia kemudian mengambil bungkus rokok dari dalam tas dan mengambil sebatang rokok. Menyalakannya dengan korek api dan kemudian menghisapnya. Kepulan asap keluar dari mulutnya setelah ia menyesap nikotin dari rokok yang menyala merah. Harald kembali ke hadapan Liora. Pria itu menggelang pelan melihat kepulan asap rokok dari mulut Liora. Tangannya meletakkan 2 keng bir ke atas meja dan kemudian mengambil rokok di mulut Liora dan menghisapnya dengan bibirnya sendiri. "Yak! Apa yang kau lakukan?" teriak Liora marah. "Sejak kapan kau merokok?" tanya Harald balik bertanya. "Bukan urusanmu!" balas Liora sewot. Wanita itu merelakan rokok miliknya untuk Harald dan mengambil bungkus rokok yang masih ada di dalam tasnya. Setelahnya ia mengumpat karena ternyata rokok yang tadi adalah yang terakhir. "Ck." Liora melempar bungkus rokok yang kosong ke atas meja. Wanita itu kemudian menatap Harald dengan serius. "Kau tidak berniat masuk ke dalam toko dan membiarkan aku sendirian?" "Tidak." Harald menggeleng. "Aku juga penderita insomnia akut sama sepertimu. Tidak ada pengunjung yang datang, jadi aku bisa sedikit bersantai," imbuhnya dengan seulas senyum menyebalkan di mata Liora. Lagi-lagi Liora menghela nafas jengah. "Baiklah, kalau begitu aku saja yang pergi," ujarnya pada akhirnya. "Ini semua karena pria itu, 'kan?" Harald menatap bungkus rokok dan juga kaleng bir di atas meja. Tubuh Liora tiba-tiba saja menjadi kaku. "Bukankah kau tahu segalanya? Cari sendiri jawaban dari pertanyaanmu barusan," balas Liora dingin. "Jawaban yang aku dapatkan akan berbeda dengan jawabanmu. Dan itu tidak akan membuatku puas," balas Harald tak kalah dingin. Liora menatap Harald semakin menajam. "Jawabannya iya. Karena pria yang sudah beristri itu, aku mabuk dan merokok. Kau puas dengan jawabanku?" ocehnya menantang. "Sama sekali tidak, Ra. Aku justru jawaban itu tidak keluar dari mulutmu," balas Harald dan kemudian beranjak pergi. Pria itu kembali ke dalam toko. Liora menatap kepergia Harald dalam diam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD