BAB 32

1205 Words
Malam semakin larut, tetapi Aurora belum bisa memejamkan mata. Sejujurnya gadis itu sangat merindukan semuanya. Ia rindu ayah bundanya, ia juga rindu pria yang selalu mengusiknya. Baginya, tempat indah dan nyaman itu tidak sebanding dengan kehangatan di rumah orang tuanya. Rumah yang penuh kasih sayang sang orang tua. Di istana itu ia juga tidak akan bisa bebas pergi ke sungai, tempat di mana ia dan Kai selalu bertemu untuk melepas rindu. Semakin lama ia merenung, angan gadis itu semakin mengembara ke mana-mana. Ia mulai memikirkan segalanya. Memikirkan bagaimana kompetisi akan berlangsung besok, memikirkan bagaimana nasibnya jika ia bisa menang. Di saat itu, Aurora mulai kebingungan. Jika ia menang dan terpilih menjadi putri mahkota, itu artinya ia tidak akan bertemu lagi dengan Kai lagi. Membuat Aurora ingin menyerah saja dan memilih bersama pria itu. Aurora tidak peduli jikalau ia hanya menjadi wanita biasa. Ia tidak peduli jika suaminya tidak memiliki harta dan pangkat sekali pun. Asalkan pria yang menikahinya sebaik Kai. Namun, kegoyahannya hilang seketika saat mendengar ucapan Kai sebelum mereka berpisah. Pria itu berkata tidak akan pernah mau menemuinya lagi jika Aurora tidak memenangkan kompetisi itu. Sungguh, ini pilihan yang sulit bagi Aurora. "Kai, apa yang harus aku lakukan? Aku sangat merindukanmu. Aku ingin menyerah saja dari kompetisi ini. Karena aku tidak menginginkan apa pun kecuali Kamu. Tapi ... aku takut, aku takut tidak bisa bertemu lagi denganmu," gumam Aurora seraya menitikkan air mata. Diam-diam, seorang gadis yang rupanya juga belum terlelap dalam mimpi mendengarkan ucapan Aurora. Gadis yang sedang gelisah memikirkan tentang kompetisi esok hari itu tersenyum mendengar gumaman sang adik. Aku memegang rahasiamu, Rora. Rupanya ada pria lain di hatimu, ya? Sepertinya, aku tidak perlu menyingkirkanmu. Aku hanya perlu mengerjaimu agar permainan sedikit lebih menyenangkan, batin Amayra senang. Akhirnya kedua gadis dengan perasaan masing-masing itu terlelap tidur karena kelelahan. Mereka mulai menjemput mimpi, mengistirahatkan tubuh dan mata agar esok hari bisa beraktivitas lagi. *** "Kak! Kakak! Buka pintunya, Kak!" Aurora menangis seraya menggedor-gedor pintu kamarnya yang tertutup rapat. Sudah cukup lama gadis itu memukul-mukul pintu dengan telapak tangannya dan berteriak meminta pertolongan. Namun, tak ada seorang pun yang datang menolongnya. Karena semalam Aurora tidak bisa tidur dengan nyenyak, akhirnya gadis itu jadi bangun kesiangan. Sialnya lagi, saat ia ingin keluar dari kamarnya, pintu itu tertutup rapat, sepertinya ada yang sengaja mengunci pintu kamarnya dari luar. "Ya Tuhan, apakah ini jawaban atas doaku? Apakah aku harus menyerah atas kompetisi ini?" Gadis itu terduduk lemah di atas lantai kayu. Ia sudah menyerah untuk berteriak dan memukul pintu. Aurora sudah kelelahan. "Siapa di sana?" Suara yang terdengar dari luar membuat Aurora kembali memiliki harapan. Gadis itu segera bangkit dan mendekatkan tubuhnya dengan pintu. "Tolong saya, Tuan. Saya terkunci di dalam sini," jawab Aurora dengan cepat. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu, ia segera meminta pertolongan sebelum orang tersebut pergi. Ceklek. Akhirnya pintu terbuka dengan lebar dan cahaya sang surya mulai terasa cukup menyengat, menyapa wajah gadis itu. Membuat Aurora memicingkan mata karena silau yang menyapa. "Kamu yang berteriak-teriak minta tolong?" tanya pengawal itu. "Iya, Tuan. Entah siapa yang melakukan hal ini pada saya. Tapi, ada seseorang yang sengaja mengunci saya dari luar," ucap Aurora. "Kamu peserta kompetisi, ya?" tanya pria paruh baya yang sepertinya adalah seorang pengawal. "Iya, Tuan. Terima kasih telah membuka pintu untuk saya. Saya harus segera datang ke aula secepatnya." Aurora bergegas saat mengingat kembali tentang kompetisi. "Nak! Sepertinya Kamu sudah terlambat karena kompetisi sudah dimulai sejak beberapa waktu yang lalu," ucap pengawal itu menyadarkan Aurora bahwa hari telah beranjak siang dan ia sudah sangat terlambat. "Apa?" Wajah Aurora menunjukkan kekecewaan. Gadis itu sangat sedih mendengar ucapan pengawal itu. Ia terduduk lesu di depan pintu. "Kenapa jadi begini?" Hampir saja Aurora menangis karena putus asa. Namun, ia berusaha keras menahannya. Terlalu malu, jika ia menangis di depan orang asing. "Jadi, aku sudah kehilangan kesempatan ya?" "Nak, jangan bersedih. Coba Kamu datang ke aula sekarang. Semoga Kamu masih memiliki kesempatan. Jangan menyerah sebelum mencoba," ucap pengawal itu dengan lembut menghibur Aurora. "Tuan benar. Aku tidak boleh menyerah sebelum mencoba." Ucapan pria itu membangkitkan semangat di dalam d**a Aurora. Dengan cepat gadis itu menutup pintu. "Terima kasih atas bantuan Tuan. Saya akan mengenang jasa Anda. Saya harus pergi secepatnya. Semoga masih ada kesempatan untuk saya." Gadis itu dengan cepat memakai alas kakinya lalu berlari pergi dari tempat itu menuju ke tempat kompetisi. "Semoga Kamu berhasil, Nak. Gadis polos yang penuh semangat. Akan sangat bagus jika ia menjadi putri mahkota yang selanjutnya," gumam pengawal istana seraya tersenyum. Aurora terus saja berlari tanpa menghiraukan sekelilingnya. Beberapa orang yang menatapnya penuh rasa curiga juga tidak ia hiraukan. Hanya satu tujuannya, yaitu tempat kompetisi. Bibirnya tersenyum saat melihat aula kompetisi sudah semakin dekat. Namun, ada rintangan lagi yang datang menghadangnya, menguji kesabaran dan ketegaran gadis itu. "Maaf, Nona! Anda tidak boleh masuk! Kompetisi sedang berlangsung," ucap seorang pengawal menghentikan langkah kaki Aurora yang hendak melewati pintu. "Tapi, Tuan ... saya adalah peserta kompetisi. Tolong izinkan saya masuk ke dalam," pinta Aurora. "Tidak! Kamu terlambat datang dan tidak boleh masuk," tolak pengawal itu. "Saya mohon, Tuan. Izinkan saya. Saya akan sangat berterima kasih," ucap Aurora. "Tidak! Sekali tidak tetap tidak." "Tolong saya sekali ini saja. Ayah dan ibu saya akan sangat kecewa saat melihat putrinya gagal hanya karena terlambat datang." Aurora masih belum menyerah untuk mencoba. "Kamu keras kepala sekali, ya? Jangan kira dengan Kamu mengemis seperti ini ...." "Biarkan dia masuk!" Suara yang tegas dan berat itu membuat perhatian mereka teralihkan. "Tuan!" Dua orang pengawal yang menjaga pintu itu membungkuk dengan hormat. "Tuan ...." Aurora ingat, pria itu adalah orang yang membukakan pintu untuknya. "Bukakan pintu untuknya. Biarkan dia masuk ke dalam," ucap pria itu lagi dengan nada lebih tegas. "Tapi dia sudah sangat terlambat, Tuan," ucap pengawal itu memberikan alasan. "Kalau aku bilang buka, ya buka saja. Aku sendiri yang akan bicara pada Yang Mulia Ratu," ucap pria paruh baya itu memberikan jaminan. "Baiklah, Tuan." Akhirnya dengan patuh sang penjaga pintu membuka pintu, memberikan akses untuk Aurora masuk ke dalam. "Terima kasih Tuan." Aurora tersenyum lalu menghambur masuk. Pria itu ternyata juga ikut masuk ke dalam ruangan yang sangat besar itu mengikuti langkah kaki Aurora. *** Beberapa waktu yang lalu. Amayra membuka matanya saat suara riuh para gadis menyapa telinganya. Ia tersentak, terkejut, lalu mengintip dari celah jendela. Matanya membelalak tak percaya saat melihat keadaan di luar sana yang terang benderang. Itu artinya hari sudah siang dan kompetisi akan segera dimulai. "Astaga! Aku harus bergegas." Gadis itu bangkit dengan cepat dan segera mencuci wajahnya. Dengan gerakan yang cepat juga, ia merias diri seadanya. Merapikan rambut dan mengganti pakaiannya dengan pakaian bersih. Setelah semuanya siap, ia segera keluar dari kamar itu. Saat Amayra hendak menutup pintu, ia melihat si bungsu yang biasanya bangun pagi itu masih tertidur dengan begitu lelap. Senyum pun terbit di bibir gadis itu. Sebuah ide cemerlang muncul di kepalanya. Amayra menutup pintu kamar rapat-rapat, lalu mengambil sebatang ranting yang tergeletak di bawah pohon tak jauh dari tempatnya berdiri. Dengan ranting itu ia menahan pintu agar tidak terbuka. Amayra jadi tersenyum sendiri membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini. Setelah pekerjaannya selesai, ia segera pergi ke aula menyusul gadis-gadis yang lainnya yang telah pergi lebih dulu. Amayra bersikap biasa saja seolah tidak ada hal yang terjadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD