BAB 33

1573 Words
Seorang wanita kerajaan tengah menghitung jumlah peserta kompetisi. Ia terlihat bingung pasalnya sudah beberapa kali ia menghitung, tetapi jumlah peserta tidak sesuai dengan jumlah seharusnya. Hanya ada empat puluh sembilan orang dari jumlah keseluruhan yang seharusnya lima puluh orang. Setelah beberapa kali menghitung dan memastikan dia tidak salah. Wanita itu mendatangi seorang wanita lain yang duduk anggun di kursinya, wanita itu tidak lain adalah Hera. Wanita muda itu tampak membisikkan sesuatu pada kepala dayang di istana itu. Hera tampak mengangguk-angguk, kemudian bangkit, berdiri di hadapan semua orang. "Apakah ada teman sekamar kalian yang masih tertinggal dan belum datang kemari?" tanya Hera. Semua orang saling pandang memastikan bahwa teman sekamar mereka ada di tempat itu. Kemudian mereka menjawab bersama-sama. "Tidak Nyonya, teman kami sudah ada di sini semua." "Kalian yakin tidak ada yang terlambat datang?" tanya Hera lagi. "Yakin, Nyonya," jawab mereka serentak. Diam-diam Amayra tersenyum saat mengingat si bungsu yang ia kunci di dalam kamar. Amayra yakin gadis itu saat ini tengah menangis karena tidak dapat keluar dari kamarnya dan Amayra sangat puas karenanya. Hera berbisik pada wanita muda yang tampaknya adalah asistennya. Wanita muda itu menganggu mengerti. Tak lama kemudian, Hera melanjutkan kata-katanya. "Baiklah, babak ketiga akan segera dimulai. Apakah kalian sudah siap?" tanya wanita yang mpemimpin jalannya kompetisi. Wanita itu adalah Hera, wanita kepercayaan ratu Selena. Hera, adalah saudara jauh ratu Selena. Dia terpilih menjadi kepala dayang di kerajaan Nirvana. Namun, wanita itu terpilih bukan karena koneksi yang ia miliki dengan sang ratu. Semua yang ia miliki sekarang adalah berkat kerja kerasnya. Hera adalah wanita begitu tangguh yang mengabdikan diri sepenuhnya pada Nirvana. Wanita itu memulai karirnya di istana sejak ratusan tahun silam. Ia mulai menjadi dayang istana sejak putri mahkota Selena dinobatkan menjadi ratu. Semenjak itu, Hera membuktikan kesetiaannya pada Nirvana hingga saat ini. "Babak kali ini akan sangat istimewa. Tugas berikutnya akan diberikan oleh Ratu Selena." Keadaan tempat itu jadi ribut seketika. Semua orang mulai menerka-nerka tantangan apalagi yang akan diberikan oleh pihak kerajaan. Banyak orang panik karena kompetisi kali ini tidak main-main. Ratu turut andil dalam penentuan nasib mereka. "Dengarkan saya bicara! Jangan ribut sendiri-sendiri!" bentak Hera saat semua gadis malah asyik bicara sendiri. Perlahan suasana berubah lebih tenang. "Saya tahu ini begitu mengejutkan kalian dan lain dari biasanya. Namun, ini adalah kehormatan bagi kalian. Karena ratu sendiri yang akan memberi tugas untuk kalian. Jadi, tunjukkan kalau kalian pantas menjadi putri mahkota. Tunjukkan kalau kalian pantas mendampingi putra mahkota dan menjadi menantunya. Tunjukkan kalau Kalian pantas menggantikan beliau di masa yang akan datang." Hera menjeda kalimatnya sebentar dan memandang ke seluruh penjuru. "Hentikan keributan Kalian. Tunjukkan sikap yang baik karena sebentar lagi Ratu Selena akan tiba. Ingat, jaga ketenangan dan kesopanan!" ucap Hera memeringati. Para peserta seketika terdiam karena rasa takut yang mereka rasakan. Kedatangan sang ratu adalah tantangan berat untuk mereka. Mereka mulai menebak dan mengira-ngira tugas apa kiranya yang akan diberikan. Namun, mereka yakin jika tugas kali ini pasti akan lebih berat. Drap drap! Tiba-tiba saja terdengar suara langkah kaki. Semua menoleh, melihat ke arah seorang gadis yang berlarian dari pintu masuk. "Hah! Hah!" Gadis itu datang dengan napas tersengal, keringat sebiji jagung tampak menghiasi dahi dan wajahnya. Sepertinya ia kelelahan karena harus berlari. Gadis itu benar-benar mengalihkan perhatian mereka. Ketegangan karena tugas kompetisi kali ini menjadi sedikit teralihkan. Kini ia menjadi pusat perhatian semua orang. Bahkan mereka kini tengah berbisik-bisik membicarakannya. Apalagi saat itu, dia tak datang sendiri, kepala pengawal yang terkenal sangat setia kepada raja turut mengawalnya. Dia lah Aurora yang datang terlambat karena terkurung di dalam kamarnya. "Beraninya Dia!" Asteria, asisten Hera begitu marah saat melihat Aurora yang datang terlambat. Wanita itu merasa Aurora sangat meremehkan kompetisi ini. "Tenanglah, Aster. Jangan gegabah!" Hera yakin ada sesuatu yang terjadi saat melihat Jason, sang kepala pengawal mengawal langsung Aurora. "Nyonya ...." Aurora menatap dengan sendu setelah berada di hadapan Hera. Gadis itu tidak perduli pada dirinya yang kini menjadi pusat perhatian mereka. "Saya Jason, ingin melapor, Nyonya." Pria berwibawa itu bicara dengan begitu sopan. "Baiklah, tapi jangan di sini. Kalian berdua pergilah ke ruanganku!" perintah Hera pada Aurora dan kepala pengawal. Aurora dan Jason dengan patuh segera pergi ke ruangan kerja Hera. "Tunda acaranya sebentar, Aster. Panggil aku begitu yang mulia datang. Aku akan memastikan apa yang putri istimewa ini akan katakan. Aku juga tertarik mengapa Jason sampai mengawal dia," ucap Hera dengan nada sedingin es di kutub utara. "Baik, Nyonya." Aster hanya bisa menurut tanpa bisa menolak. Hera masih ingat betul tentang kejadian kemarin yang menjadikan Aurora sebagai pemeran utamanya. Hera jadi semakin tidak menyukai Aurora yang ia nilai hanya mengandalkan kekuatan keluarganya saja. Hera mulai berpikiran buruk, karena Aurora mampu mendapatkan simpati Jason si kepala pengawal. Hera lantas menyusul Aurora yang telah pergi ke ruangannya bersama Jason. Wanita itu harus mendengar alasan yang akan keluar dari bibir Aurora tentang apa yang terjadi. "Ya ampun, bagaimana ini? Bagaimana jika ia mengatakan kalau aku telah menguncinya di dalam kamar?" Amayra meremas jemarinya. Hatinya sangat gelisah, takut ketahuan jika dia lah orang yang telah membuat kekacauan ini. Ia takut kalau Aurora berkata bahwa ia yang menguncinya di dalam kamar. *** "Apa penjelasan Kamu?" Hera menatap tajam gadis berwajah sendu itu dengan tatapan ingin memangsa. Sepertinya rasa tidak suka wanita itu memang sudah sampai di ubun-ubun. "Maafkan saya, Nyonya. Saya tidak tahu, begitu bangun, saya terkunci di dalam kamar saya sendirian. Saya sudah berteriak-teriak meminta pertolongan tetapi tidak ada satu orang pun yang membantu. Hingga akhirnya saya menyerah untuk minta tolong. Tapi saya sedikit beruntung karena ada Tuan ini yang membantu," cerita Aurora dengan jujur. "Tuan ini?" Hera mengernyitkan dahinya. Merasa aneh dengan panggilan yang Aurora berikan pada Jason. "Iya, Tuan pengawal yang baik hati ini yang telah membukakan pintu untuk saya. Saya rasa kalau Tuan ini tidak menolong, saya akan berada di tempat itu sampai senja tiba," ucap Aurora dengan polosnya. "Jason, apakah Kamu mengenal dia?" Pandangan Hera beralih pada kepala pengawal yang sangat dipercaya oleh raja itu. "Tidak, Nyonya. Ini adalah pertemuan pertama kami. Saya menolongnya karena merasa sangat kasihan padanya," jawab pria itu. Hera menatap tajam Jason, wanita itu memasang sikap penuh waspada dan penuh curiga. "Benarkah begitu? Ataukah ada kemungkinan lain yang terjadi di antara kalian?" "Astaga, Nyonya! Mana mungkin seperti itu. Saya benar-benar hanya menolongnya. Saya bahkan tidak tahu namanya," sangkal Jason. "Atau mungkin Kamu yang kecentilan?" tuduh Hera. "Tidak mungkin, Nyonya. Saya dan Tuan ini benar-benar tidak saling kenal. Beliau hanya menolong saya, tidak lebih." "Baiklah, aku anggap masalah seperti ini tidak pernah ada. Pergilah! Kemasi barang-barangmu sekarang juga!" usir Hera. Seketika harapan Aurora hancur saat Hera mengusirnya. Sungguh, ia tidak ingin kalah dengan cara seperti ini. Ia tidak ingin membuat semua orang yang menaruh harapan besar padanya akan kecewa. "Nyonya, saya mohon. Beri saya satu kesempatan lagi." Air mata mulai mengalir membasahi pipinya. Setulus hati, gadis itu memohon pada Hera. "Kesalahan Kamu begitu fatal. Bukan masalah kali ini saja, masalah kemarin juga. Kalau kemarin putra mahkota yang menyelamatkanmu maka kali ini aku tidak akan membiarkan siapa pun menyelamatkan gadis sepertimu. Kamu begitu hina, menempel ke sana kemari hanya demi mendapatkan keinginanmu itu," tuduh Hera lebih kejam. "Saya bukan wanita seperti itu, Nyonya." Aurora semakin terluka mendengar kata-kata Hera yang begitu menyakitkan. "Nyonya ...," panggil Jason. "Kamu jangan ikut campur Jason. Karena aku yang harus bertanggung jawab penuh pada gadis-gadis yang akan menjadi putri mahkota," tegas Hera berbicara. "Hera!" Tiba-tiba saja, terdengar bentakan Jason yang cukup kuat. Bahkan, Aurora sampai terkejut dibuatnya. Hera pun tidak menyangka jika pria itu akan membentaknya, bahkan menyebutkan namanya. "Nak, keluar dari ruangan ini sebentar. Saya ingin bicara empat mata dengan Nyonya." "Ba-baik, Tuan." Tubuh Aurora gemetar mendengar bentakan Jason yang terdengar cukup kuat. Gadis itu segera keluar dari ruangan itu. "Nyonya kenapa Anda menuduh saya seperti itu?" tanya Jason. "Karena itu dia. Wanita yang akan melakukan segala cara untuk mendapatkan tujuannya," ucap Hera. "Anda salah, Nyonya. Dia tidak seperti itu. Dia adalah gadis yang baik." "Apa Kamu bisa berkata seperti itu karena dia putri dari Athura, sahabatmu?" tanya Hera. Jason tersentak. "Tentu saja tidak, Nyonya. Bahkan saya tidak tahu apa-apa tentangnya. Pantas saja aku seperti tidak asing saat melihatnya. Aku semakin yakin kalau dia adalah gadis yang baik." Pria itu tersenyum. Ia sangat menyukai fakta bahwa Aurora adalah putri dari sahabatnya. "Kamu menyukainya?" tuduh Hera saat melihat Jason tersenyum-senyum. "Hera! Bisakah Kamu berpikir lebih positif. Bagaimana bisa aku mencintai gadis yang lebih pantas menjadi putriku? Apalagi dia adalah calon putri mahkota. Tidak ada yang tahu, apa yang akan terjadi di masa depan. Siapa yang tahu, dia akan menjadi calon ratu kita." "Maka aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi," ucap wanita itu penuh kebencian. "Hera, aku tahu Kamu cemburu karena perhatianku padanya. Tapi Kamu harus melihat keadaan juga. Aku bahkan tidak memiliki niat apa pun padanya." "Hera, aku hanya ingin bilang ini padamu. Berhentilah berharap padaku, karena hubungan kita adalah hal yang tidak mungkin. Kamu masih sangat muda, Hera. Cari pria lain yang dapat membahagiakanmu. Karena aku hanya pria tua yang tak pantas untukmu, Hera. Kalau begitu, aku pergi dulu." Jason membungkukkan badannya sebagaimana mestinya lalu pria itu meninggalkan wanita yang kini tengah meneteskan air mata. Ada hubungan yang begitu rumit di antara dua orang itu. Hubungan yang sangat sulit untuk dijelaskan. Hera yang mencintai Jason yang jauh lebih tua darinya. Jason yang sebenarnya juga menyukai Hera, tetapi merasa tak pantas untuk wanita itu karena umur mereka yang terpaut cukup jauh. Entah akan ada keajaiban yang datang atau tidak, yang bisa membuat mereka berdua bersatu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD