BAB 47

1411 Words
Pria tua itu menatap malas dua orang yang tergeletak di atas tanah. Bukannya kasihan, pria itu tampak kesal saat ia yang tua renta harus mengangkat tubuh kedua tamu tak diundang itu. "Menyusahkan saja!" ucap pria bernama Thor itu seraya mengangkat tubuh Aurora dan membawanya ke dalam. Pria itu meletakkan tubuh Aurora di atas ranjang lalu kembali keluar untuk mengangkat tubuh Kairos. Kali ini, umpatan tak habis-habis keluar dari bibir Thor. Pasalnya di tengah malam yang seharusnya bisa ia nikmati untuk tidur nyenyak kini ia harus mengangkat tubuh Kairos yang besar dan sangat berat. Mungkin, Kairos dua kali lebih berat daripada Aurora. "Huft! Dasar anak kurang ajar! Datang-datang selalu membawa masalah. Jika bukan putra mahkota, sudah aku buang Kamu ke laut sejak dulu kala," ucap pria itu seraya menjatuhkan tubuh Kairos di atas ranjang yang bersebelahan dengan ranjang Aurora. Pria itu lantas bangkit dan menuju ke ranjang di mana Aurora berada. Pria itu memejamkan mata dan memegang pergelangan tangan gadis itu. Sepertinya Thor sedang memeriksa keadaan gadis itu. Tiba-tiba saja, mata pria itu terbuka kembali, pria itu tersentak. Ia tampaknya cukup terkejut setelah memeriksa Aurora. "Ternyata dia orang yang berharga bagimu ya? Sampai-sampai Kamu rela menyerahkan mutiara yang Kamu cari dengan susah payah ini." Thor menggelengkan kepalanya, ia tidak menyangka pria seegois Kairos bisa mencintai wanita dengan sebegitu dalamnya. "Kamu sangat beruntung, Nak. Berhasil menaklukan hati singa tak berperasaan ini. Dia memang tampak ramah dan hangat, tapi yang sebenarnya dia adalah pria yang kejam dan tak berbelas kasih. Aku harap dia akan berubah dengan adanya Kamu di sampingnya," gumam Thor seorang diri. Thor lantas berpindah ke ranjang Kai dan memeriksa keadaan pria itu. Pria itu tampak geleng-geleng kepala saat mengetahui keadaan Kai sangat buruk. Pria itu lemah dan kehabisan tenaga. "Apa yang sebenarnya terjadi hingga Kamu kehilangan seluruh tenagamu, Kai?" Thor lantas bangkit dan menuju ke dapur miliknya. Di tengah malam itu, Thor harus menyalakan kembali perapian. Ia juga harus meracik ramuan untuk mereka berdua. Meski dengan menggerutu, pria tua itu sebenarnya berhati baik. *** "Bagaimana, Kak?" bisik Agni bertanya. Keempat gadis itu langsung mengerubungi Amayra dan Althea begitu mereka kembali. Hari masih malam, Amayra dan Althea bisa kembali tanpa ketahuan siapa pun. "Sttt! Biarkan aku bernapas dulu. Kalian tidak ada inisiatif untuk mengambilkan aku minuman atau apa, begitu?" ucap Amayra tampak kesal. "Alodia! Pergi ke dapur, ambil air!" perintah Agni. "Iya, iya." Alodia mengerucutkan bibirnya, ia sangat kesal. Alodia terpaksa bangkit meski sebenarnya ia juga ingin mendengar cerita Amayra dan Althea. Alodia sedikit benci mengakui fakta bahwa ia anak adalah anak ke enam yang memiliki lima orang kakak. Karena jika Aurora tidak ada, maka ia yang akan jadi pesuruh mereka. "Cepatlah, Kak. Ceritakan pada Kami!" rengek Alora. "Kita tunggu Alodia datang dulu. Aku dan Thea sangat lelah hingga kehausan," ucap Amayra seraya mengipasi wajahnya yang panas meskipun udara di luar sangat dingin. "Ini, Kak." Alodia yang baru datang menyerahkan dua gelas untuk Amayra dan Althea. Kedua gadis itu segera menenggaknya hingga habis tak bersisa. Entah karena ia sempat mengangkat Aurora atau entah karena kegiatan mereka yang begitu mendebarkan, membuat mereka berdua begitu kehausan. "Untuk aku?" tanya Alora manja. "Ambil sendiri!" ucap Alodia seraya mengeluarkan lidahnya. "Huh!" Alora kesal karena Alodia mengejeknya begitu. "Sudah! Sudah! Biasa Apsara dan Agni yang terus bertengkar. Sekarang malah kalian yang terus saja ribut," ucap Althea. "Kalau begitu, cepat ceritakan semua pada kami, Kak." Keempat gadis itu mengambil posisi masing-masing agar bisa mendengar dengan nyaman. Amayra mulai membuka mulutnya, bercerita seraya menahan tawa. Sampai cerita Amayra berakhir, ke enam gadis itu tak hentinya tertawa bahagia. Mereka berenam sangat lega. Karena gadis yang selama ini selalu menghalangi kebahagiaan mereka telah lenyap dari dunia ini. *** "Uhuk! Uhuk!" Entah apa yang diteteskan Thor pada mulut Aurora hingga gadis itu terbangun dan terbatuk-batuk. Ada banyak sekali air yang keluar dari mulut dan hidungnya. "Akhirnya Kamu bangun juga," ucap Thor seraya tersenyum. "Ma-af, Anda siapa, Tuan? Di mana aku berada? Apakah aku ada di surga?" tanya gadis itu seraya menatap langit-langit gubuk yang reyot itu. Kepalanya masih sedikit pusing, tetapi sudah lumayan membaik. "Tidak, Nak. Mana mungkin ada surga sejelek gubuk ini? Surga adalah tempat yang paling indah. Sedangkan tempat ini hanyalah gubuk reyot milikku," ucap Thor masih dengan senyuman teduhnya. "Tapi tadi ... aku sudah tenggelam di sungai. Bagaimana bisa aku selamat?" tanya Aurora masih belum percaya. "Bocah itu yang menolongmu!" Thor menunjuk ke arah Kai yang masih terbaring pingsan. "Kai!" pekik Aurora terkejut. Gadis itu meneteskan air mata melihat kekasih hatinya terbaring lemah. Baru saja Aurora ingin turun dari ranjangnya, Thor langsung menghentikan gadis itu. "Biarkan dia beristirahat. Dia hanya kelelahan dan perlu memulihkan tenaganya," ucap Thor. "Benarkah dia tidak apa-apa?" tanya Aurora cemas. "Tentu saja, dia hanya kelelahan karena membawamu jauh-jauh kemari," ucap Thor. Melihat respons Aurora, pria itu jadi menyadari jika mungkin Aurora tidak mengetahui kekuatan macam apa yang dimiliki Kai. "Astaga! Jadi karena aku ...." "Tenanglah, Nak! Dia tidak akan apa-apa. Dia hanya butuh istirahat sebentar saja. Biarkan dia tidur sementara Kamu akan aku obati," hibur Thor. Thor menyuruh Aurora berbaring kembali. Pria itu juga menyuruh Aurora memejamkan mata. Gadis polos itu menurut dan patuh. Kemudian, Thor mulai membaca mantra dan menyelimuti seluruh tubuh Aurora dengan aliran energi. Hingga energi darinya menyatu dengan tubuh Aurora pria itu baru menyuruh gadis itu membuka matanya. Thora berdiri lalu mengambil sesuatu dari atas meja. Sebuah wadah yang sepertinya terbuat dari tempurung kelapa. Thor kembali duduk di hadapan Aurora. Pria itu meminta Aurora duduk lalu menyuruh gadis itu meninum ramuan yang ada dalam tempurung kelapa itu. Tanpa membantah, Aurora segera menenggak ramuan pahit itu hingga tandas. Thor jadi semakin kagum pada sosok Aurora yang sangat berbeda dengan gadis yang lainnya yang biasanya sangat manja. Namun, Aurora begitu penurut dan tidak banyak bicara. Thor merasa pilihan Kai kali ini sudah tepat. "Kamu butuh sesuatu? Madu mungkin?" tanya pria itu. "Tidak perlu repot-repot, Tuan. Ini sudah cukup," tolak Aurora. Thor tersenyum melihat kebijaksanaan gadis itu. "Tuan, bolehkah saya meminta sesuatu?" Thor merasa salah menduga karena ternyata gadis itu menolak tawarannya untuk menginginkan hal yang lainnya. "Iya, Nak. Apa itu?" "Tolong sembuhkan dia. Tolong rawat dia, Tuan. Sepertinya dia sangat lemah," pinta Aurora dengan wajah khawatir. Thor tersenyum. "Kamu tidak perlu khawatir. Biarkan dia tidur sebentar lagi. Nanti aku akan memberikan ramuan padanya dan dia akan pulih seperti semula. Nak, bisakah Kamu ceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi? Kenapa keadaan kalian jadi seburuk ini?" Aurora lantas menceritakan niat buruk para saudaranya dengan linangan air mata. Thor yang mendengarnya hanya geleng-geleng kepala. Tidak menyangka saudara Aurora sekejam itu. "Saya tidak tahu bagaimana caranya Kai menolong saya. Saya tidak ingat apa-apa. Yang saya tahu, saya sudah tenggelam dan saya mengira saya telah tiada," ucap Aurora mengakhiri ceritanya. "Untung saja ada Kai yang menolongmu, Nak. Karena dia Kamu selamat dan masih hidup di dunia ini. Dia bahkan memberikan benda paling berharga yang ia miliki hanya demi menyelamatkanmu," ucap Thor. "Jangan berbicara seolah Kau tahu segalanya, Thor!" potong pria yang baru saja membuka matanya itu. Napasnya tampak kembang kempis. "Kai, Kamu sudah sadarkan diri? Kamu baik-baik saja kan, Kai?" tanya Aurora. "Iya, Rora. Aku baik-baik saja," jawab Kai seraya tersenyum meski wajahnya pucat. "Kamu berhutang banyak padaku. Karena bukan hanya satu nyawa yang aku selamatkan, tapi ada dua. Nyawamu dan nyawanya," ucap pria tua itu. "Kau mau aku bayar dengan apa?" tanya pria itu seraya duduk bersandar di dinding kayu. "Mungkin pulau yang ada di Utara itu bisa Kamu berikan padaku sebagai imbalannya," jawab Thor dengan wajah berseri. "Thor! Jangan serakah! Kamu itu sudah tua, untuk apa Kamu membutuhkan tanah seluas itu?" tanya Kai. "Terserah aku, mau buat apa. Berikan saja, jangan pelit kepadaku yang banyak berjasa untukmu," jawab pria itu kesal. "Pulau? Tanah?" tanya Aurora kebingungan. Sebenarnya Kai berasal dari keluarga mana hingga memiliki pulau? Bahkan saudagar kaya di Nirvana tidak akan mungkin memilikinya. Hanya orang-orang istana yang akan mewarisi pulau dan tanah luas. Kenapa dia tampak terkejut? Apa dia tidak tahu identitas Kai yang sebenarnya? Melihat wajah bingung Aurora, Thor jadi menyadari satu hal lagi. Sementara itu, Kai tampak memijat kepalanya. Ia sudah pusing, bertambah pusing karena Thor yang tidak bisa menjaga mulutnya. "Lupakan saja, Rora. Dia hanya bercanda. Pulau dan tanah yang ia inginkan itu hanya ada dalam mimpinya," ucap Kai mengalihkan pembicaraan. "Hahaha, benar, Nak. Maafkan aku. Aku sudah terbiasa bercanda dengan bocah ini. Hingga tanpa sadar bibirku berkata yang tidak-tidak." Thor tertawa, berusaha menghilangkan kecurigaan Aurora. Dalam hati, pria itu sangat penasaran dan berjanji akan menanyakan semuanya pada murid kurang ajarnya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD