Ya Tuhan, jika memang hidupku harus berakhir hari ini. Maka izinkan aku mengucap selamat tinggal pada Kai. Kai, Kai, Kai, aku sangat mencintaimu, batin gadis itu seiring tubuhnya yang semakin tenggelam di dasar sungai.
Aurora tak merasakan apa-apa lagi. Air sungai telah masuk melalui hidung, mulut dan telinganya. Dadanya terasa sesak, mungkin air telah memenuhi paru-parunya. Ia tak dapat bergerak lagi, berteriak pun tidak mungkin. Seluruh tubuhnya melemas, air mata gadis itu telah menyatu dengan air sungai itu. Aurora memejamkan mata dan semua terasa gelap.
***
Kai, Kai, Kai.
Suara itu terdengar jelas di telinga Kairos. Berulang kali terdengar dan terngiang-ngiang di telinga pria itu. Membangunkan pria yang baru saja terlelap dalam mimpinya.
Kai bangun dengan napas yang tersengal. Jantungnya berdebar kencang seolah akan lepas dari dadanya. Pria itu merasakan firasat buruk yang tiba-tiba hadir seperti mimpi buruk. Ia sangat yakin, ini bukan hanya mimpi buruk. Sesuatu yang tidak dia inginkan sepertinya telah terjadi.
Pria itu segera menetralkan napasnya, lalu ia mengambil posisi yang nyaman. Duduk bersila di atas ranjangnya lalu memejamkan mata. Kairos mulai memejamkan matanya dan membaca mantra. Ia terus saja membaca mantra itu hingga jiwanya melayang dan terlepas dari raga.
Jiwa Kairos yang bebas mulai berkelana dengan begitu cepat. Bergerak mengikuti suara yang terus memanggilnya. Suara yang terus menariknya untuk mendekat. Kai membiarkan dirinya terbawa arus, suara yang memancingnya untuk terus mendekat.
Suara siapa yang sebenarnya aku dengar? jiwa Kai bertanya-tanya.
Kai terus saja membiarkan jiwanya bergerak ke sana-kemari hingga akhirnya berhenti di sebuah sungai yang sangat terpencil, berada jauh di bawah tebing yang sangat tinggi.
Jiwa pria itu tiba-tiba saja tertarik oleh pusaran air yang bergelombang dan terus berputar. Seolah-olah air itu memiliki kekuatan untuk menghirup energi di sekitarnya.
Kai yang tertarik ke dasar sungai berusaha melepaskan diri meski kesulitan. Ia harus bisa lepas dari akar gaib yang kini tengah menjerat kedua kakinya. Pria itu terus meronta sekuat tenaga. Namun, fokus pria itu menghilang kala ia melihat tubuh terikat itu semakin tenggelam ke dasar sungai yang cukup dalam itu. Sekuat tenaga, Kai memberontak. Melawan akar gaib yang semakin kuat. Kai mengerahkan tenaga dalamnya agar ia bisa lepas. Hingga akhirnya semua usahanya tidak sia-sia. Kai berhasil melepaskan diri dari jeratan tanaman halusinasi itu. Secepat kilat jiwa Kai meraih jemari gadis itu. Menangkap lalu menariknya sekuat tenaga agar tubuh itu kembali ke permukaan air.
Tubuh gadis itu terangkat kembali, seperti magic. Ini berkat Kai yang mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menyelamatkan sang kekasih hati. Pria itu berhasil membawa Aurora ke tepian. Namun, di saat ia hendak menyentuh gadis itu, ia tidak bisa. Kai mengingat kembali, bahwa energi yang ia gunakan sudah melebihi batas.
Sial! Bangunlah, Aurora, pinta pria itu tak mampu mengeluarkan suara.
Bangunlah, Ra! Argh! Sialan! Bagaimana caranya aku menolongmu. Energi dari jiwaku telah habis. Pria itu merutuk, mengumpat pada keadaan. Kai benar-benar tak berkutik.
Baiklah, ini adalah cara terakhir yang bisa aku lakukan. Jiwa pria itu mendekatkan bibirnya dengan bibir Aurora. Kai membuka mulutnya, sebuah mutiara kecil yang bersinar keluar dari sana dan berpindah masuk ke dalam bibir gadis itu.
Dengan mutiara itu, Kamu akan bertahan hidup lebih lama. Mulai sekarang, mutiara ini juga yang akan melindungimu. Tidak akan ada hal buruk yang terjadi padamu, ucap Kai lega.
Aku harus pergi ke ragaku lagi, Ra. Karena mutiaraku sudah aku berikan padamu, energiku saat menjadi roh akan cepat habis. Tapi aku janji, aku akan datang kembali padamu. Jiwa pria itu kembali melayang di udara. Semakin lama semakin menjauh dan menghilang di angkasa meninggalkan Aurora yang tergolek lemah di bebatuan.
***
Istana Barat, Kediaman Kairos.
Raga yang ditinggalkan separuh jiwanya itu masih duduk bersila di tempatnya semula. Hanya saja, seluruh tubuhnya dibanjiri oleh keringat. Wajahnya tampak pucat dan suhu tubuhnya semakin dingin saja.
Karena mutiara itu telah menghilang, ia tidak akan bertahan lebih lama lagi. Semakin lama, ia semakin lemah jika harus terpisah dari jiwanya.
Rupanya keberuntungan masih menaunginya. Jiwanya dapat kembali dengan lebih cepat, lalu menyatu lagi dengan tubuhnya yang semakin lama semakin dingin.
"Hahh! Hahh ... hah!" Pria itu terengah-engah saat jiwa dan raganya kembali menyatu. Keringat dingin semakin mengalir dengan deras membasahi seluruh tubuhnya.
Pria itu bersyukur karena ia masih diberi kesempatan untuk hidup. Karena mutiara kehidupan yang ia miliki telah menghilang dan berpindah ke tubuh kekasihnya. Namun, ia tidak menyesal telah kehilangan benda yang dulu harus ia dapatkan dengan bersemadi selama seratus hari itu. Kai berpikir jika mungkin ia akan mencarinya lagi nanti. Baginya, nyawa Aurora lebih penting dibandingkan dengan apa pun.
Kai kembali memejamkan mata, menetralkan napasnya. Ia mulai membaca mantra untuk menyeimbangkan kembali energi yang ada di dalam tubuhnya. Tubuhnya dipenuhi dengan kabut berwarna putih yang terus mengalir, berputar-putar di sekitar dirinya. Cukup lama pria itu memejamkan mata, terhanyut dalam meditasinya. Hingga kabut itu perlahan menghilang dan energi di sekitar tubuhnya terserap sempurna, pria itu baru membuka matanya.
Begitu energi dan kekuatannya pulih, ia langsung bangkit dari duduknya. Dipakainya pakaiannya yang berwarna serba hitam. Juga jubah yang biasanya ia pakai ketika ia bepergian keluar rumah. Lalu, secepat kilat pria itu keluar dari jendela kamarnya dan terbang di angkasa. Begitu cepat dan gesit gerakan Kai, hingga penjaga yang ada di depan kamarnya tidak menyadari kepergiannya.
Kai mempercepat gerakannya mengarungi udara. Ia harus kembali ke sungai itu dengan segera. Padahal, keadaannya sendiri kurang baik. Ia cukup lemah karena terus-terusan harus menggunakan tenaganya. Akan tetapi, pria itu tidak peduli. Karena keselamatan Aurora-nya adalah hal yang paling penting untuknya.
Kai bernapas lega karena akhirnya ia sampai di sungai, tempat Aurora berada. Pria itu segera turun ke sana. Hati Kai kembali tercabik saat melihat wajah pucat Aurora.
"Kamu pasti sangat kedinginan," ucap pria itu seraya mengangkat Aurora ke dalam gendongannya. Lalu pria itu membawa Aurora naik ke atas tebing. Namun, pria itu sepertinya tak berniat untuk terbang lagi. Ia justru berjalan di atas tanah dengan Aurora di dalam gendongannya.
"Maaf, Rora. Sepertinya kita tidak akan bisa pulang. Energi yang aku miliki telah terkuras habis," ucap Kai dengan suara lirih. Kini wajah pria itu tak kalah pucat dengan wajah Aurora.
Dengan langkah sempoyongan, Kai terus berjalan. Tubuhnya yang lemas dan hampir kehabisan tenaga tak ia hiraukan. Ia harus sampai ke suatu tempat secepatnya, sebelum ia kehabisan tenaga. Mungkin, ia tidak bisa membawa Aurora kembali pulang ke rumahnya atau ke istana karena jarak yang terlalu jauh. Namun, ada satu tempat yang saat ini terlintas di kepalanya. Tempat di mana orang yang ia harapkan mungkin bisa membantu mengurus Aurora.
***
Bugh bugh bugh!
Kai mengetuk pintu kayu yang hampir lapuk itu dengan kekuatan yang tersisa. Pria itu cukup lemah, seluruh tubuhnya kembali basah oleh keringat dingin. Ia telah mengerahkan seluruh tenaganya. Kekuatan Kairos telah di ambang batas.
"Siapa?" sahut seorang pria dari dalam rumah yang layak disebut dengan gubuk tersebut.
"Buka pintunya, Thor!" panggil Kairos dengan susah payah. Bertambah payah saat ia harus menahan tubuh kecil itu bersamanya.
Pria yang sudah tertidur itu, segera turun dari ranjangnya. Seraya menggerutu, ia pergi ke depan untuk membukakan pintu untuk tamunya.
"Siapa yang datang malam-malam begini? Benar-benar tidak tahu waktu!" gumam pria berjanggut putih itu kesal. Dengan langkah cepat ia datang untuk membuka pintu, memeriksa siapa yang datang di tengah malam seperti itu.
"Kai!" Pria itu membelalakkan mata saat melihat Kai berdiri dengan menggendong seorang gadis di punggungnya. Pria yang dipanggil Kai dengan sebutan Thor itu terkejut melihat wajah pria itu yang sangat pucat.
Baru saja Kai ingin mengucapkan sesuatu, tetapi pria itu sudah terlebih dahulu jatuh pingsan dan jatuh ke tanah bersama Aurora.