BAB 18

1012 Words
Di setiap sudut kota, terlihat begitu ramai. Bahkan bukan hanya di kota, di area perkampungan pun tak ada bedanya. Para penduduk lebih sering berkerumun di jalan, membicarakan sesuatu hal dengan bisik-bisik. Di sana sini, terdengar kasak-kusuk yang semakin lama semakin nyaring terdengar. Hingga akhirnya apa yang mereka bicarakan sampai ke telinga Athura yang perkasa. Pria itu sangat terkejut karena ternyata mereka tengah membicarakan tentang pemilihan putri mahkota yang mereka rasa sangat tidak adil. Semua penduduk Nirvana tampak tidak puas hati saat tahu tentang keputusan raja. Mereka merasa raja bersikap berat sebelah dengan memilih langsung putri sang panglima perang tanpa seleksi apa pun. Seluruh gadis maupun orang tua kecewa. Karena gadis-gadis di seluruh negeri telah menantikan waktu itu tiba. Mereka telah lama belajar tentang tata krama kerajaan. Mereka juga belajar banyak hal yang dibutuhkan hanya demi mengikuti seleksi pemilihan putri mahkota nanti. Gosip itu semakin hari semakin memanas, membuat Athura tak tahan lagi dan ingin membicarakan kembali dengan sang raja. Akhirnya pria itu memutuskan untuk pergi ke istana. Athura yang sedang melakukan perjalanan menuju ke istana kebingungan. Telinganya juga terasa sangat panas, saat dirinya dan sang putri semakin ramai dibicarakan. Athura tidak menyangka akan jadi begini. Ia merasa gegabah karena langsung menerima pinangan raja tanpa memikirkan kemungkinan yang terjadi. Mengingat putri mahkota selama ini selalu dipilih secara adil dengan seleksi. "Tuan, perlukah kita memberi mereka ...." Anak buah Athura yang mendengarnya saja tidak tahan akhirnya ia mengemukakan keinginannya. Namun, pria yang sanggup menyerahkan nyawanya demi keamanan Nirvana itu mengangkat tangannya, meminta agar para anak buahnya membiarkan hal itu. "Jalan terus dan jangan dengarkan apa pun lagi," perintah pria itu dari kereta kebesarannya. 'Sepertinya aku harus membicarakan hal itu lagi dengan raja. Aku tidak boleh egois karena rakyat di negeri ini memiliki hak yang sama, batin pria itu dengan perasaan yang campur aduk. Di satu sisi, Athura mementingkan rakyat di negerinya. Namun, di sisi lain entah bagaimana ia harus menjelaskan kepada Amayra, putri sulungnya. Athura yakin, putrinya itu akan sangat kecewa. Namun, ia tidak boleh berat sebelah dan hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Tanggung jawab yang ia pikul di pundaknya pun sama besarnya. *** "Yang Mulia Raja, Tuan Athura ingin menghadap," ucap seorang pengawal memberi kabar. "Akhirnya ... waktunya telah tiba," gumam sang raja dengan suara yang lirih, hampir tak terdengar. "Persilakan dia masuk!" perintah raja Philips. "Baik, Yang Mulia." Pengawal itu pun segera undur diri. 'Maafkan aku, Athura. Jika aku harus menuruti perkataan Selena. Maafkan aku yang berlaku licik agar pernikahan Kai dengan putrimu gagal. Karena aku tidak punya pilihan lain, Kai adalah penerusku. Keinginannya adalah yang utama bagiku. Kebahagiaannya adalah harapan terbesarku, batin sang raja dengan hati yang diselimuti rasa bersalah. "Athura menghadap Yang Mulia." Pria itu berjongkok memberi salam kepada orang nomor satu di negeri itu. "Bangunlah, Athura!" Pria itu segera bangkit dan berdiri. "Apa yang membuatmu sampai di tempat ini di waktu seperti ini?" tanya sang raja. "Maafkan saya, Paduka. Saya telah mendengar kekacauan di negeri ini yang diakibatkan oleh saya. Untuk itu saya datang kemari untuk membicarakan dengan Paduka raja," ucap Athura dengan dipenuhi oleh rasa bersalah. Raja Philips menarik napas panjang, antara tak tega karena membuat orang kepercayaannya menyalahkan diri. Namun apa hendak dikata, semua telah terjadi. Dalam hati raja Philips meyakinkan hatinya, bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Jika dalam seleksi itu salah satu putri Athura terpilih maka tidak akan begitu buruk. "Athura, ini bukan salahmu. Maafkan aku, Athura. Gara-gara keputusanku yang dibuat tanpa pikir panjang membuat Kamu dan keluarga sangat kesulitan," ucap sang raja. "Tidak, Paduka. Anda jangan berpikir seperti itu. Saya juga terlalu gegabah. Harusnya saja juga mempertimbangkan dengan matang-matang, maafkan saya Yang Mulia." "Baiklah, mari kita segera selesaikan saja masalah ini. Aku terpaksa harus membuat keputusan yang baru. Pemilihan putri mahkota akan dilakukan seperti biasanya. Akan ada seleksi pemilihan putri mahkota yang akan diikuti oleh gadis di seluruh penjuru negeri. Semua putrimu memiliki kesempatan yang sama. Mereka dapat mengikuti seleksi ini dan aku yakin, para putrimu pasti sama hebat dengan ayah dan ibunya. Besar harapanku agar salah satu dari mereka berhasil memenangkannya," ucap sang raja. "Baik, Paduka. Saya pamit. Saya harus kembali untuk memberitahukan kabar ini kepada keluarga saya," ucap Athura. "Sekalian beri perintah pada sekertaris kerajaan. Buat surat pengumuman yang baru. Katakan jika keputusan telah diubah. Acara pemilihan putri mahkota akan dilaksanakan seperti tradisi dan semua gadis di negeri ini boleh mengikutinya," titah raja. "Baik, Yang Mulia." Pria itu segera pergi dari sana untuk melakukan tugasnya dan segera kembali ke rumah. *** Saat ini, Kai tengah menghadap di ruang kerja sang ayah. Mempertanyakan permainan lainnya yang dibuat oleh orang tuanya demi jodohnya. Kai tidak menyangka jika orang tuanya akan menggunakan cara ini agar ia terbebas dari perjodohan dengan Amayra. "Tapi ayahanda ... kalau begini caranya sama saja. Kita malah melibatkan lebih banyak gadis dalam pemilihan ini. Maka akan semakin berat dan sengit untuk dirinya," protes Kai saat mendengar keputusan baru yang telah menyebar di seluruh negeri. "Lalu, ayahanda harus bagaimana Kai? Ini adalah satu-satunya ide agar Ayah tidak dipermalukan. Apalagi Ayah tidak akan sanggup mengatakan langsung pada Athura dan hanya bisa menggunakan cara itu," jawab raja Philips. "Tapi ayahanda ... bagaimana jika dia sampai tidak lolos seleksi?" gumam Kai bimbang. Ia tahu betul, bahwa Aurora adalah gadis yang lemah. Ia takut gadis itu tidak akan sanggup menghadapi tantangan yang kerajaan berikan. "Kalau dia tidak lolos, artinya dia tidak pantas bersanding denganmu. Ayahanda tahu Kamu menyukainya. Tapi jangan lupakan tujuan pemilihan putri mahkota. Masa depan kerajaan ini yang akan dipertaruhkan. Wanita yang akan menjadi ratu harus wanita yang tangguh. Wanita pemberani, kuat dan gigih. Jika dia memang pantas untukmu, maka semuanya akan terbukti," ucap raja Philips. Kairos tahu apa yang ayahnya katakan semuanya benar. Hanya saja, hati pria itu terlanjur terpaku pada Aurora. Ia tidak menginginkan gadis lain selain pujaan hatinya. Ia mungkin tidak akan bisa menerima hasilnya jika pemenang akhir dari seleksi itu bukan Aurora. "Kamu juga harus ingat satu hal, Kai. Kamu adalah calon pemimpin. Kamu harus kuat, tangguh, adil dan bijaksana. Kamu harus mulai belajar mengorbankan kepentinganmu demi Nirvana dan rakyat kita. Kamu harus menepis ego dan harus belajar bersikap adil dan bijaksana."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD